Liputan6.com, Jakarta - Kehadiran koper pintar atau smart luggage tengah jadi tren belakangan ini. Bentuknya yang futuristik dan fungsinya yang lebih dari sekadar penyimpan barang membuat banyak orang tertarik dan mulai memakainya di bandara-bandara.
Meski begitu, tidak semua negara mengatur koper pintar dalam undang-undangannya secara jelas, beberapa negara seperti Jepang bahkan mengklasifikasikan koper pintar sebagai kendaraan yang memerlukan surat izin mengemudi (SIM).
Advertisement
Dikutip dari Soranews24, Jumat, 28 Juli 2024, seorang wanita warga negara China ditangkap oleh kepolisian Jepang karena mengendarai koper pintarnya di area publik. Insiden tersebut terjadi pada 31 Maret 2024 lalu, ketika seorang wanita yang merupakan pelajar kedapatan sedang mengendarai kopernya di trotoar di Daerah Fukushima, Kota Osaka.
Kopernya tersebut dilengkapi roda dan motor listrik sehingga mampu mencapai kecepatan hingga 13 km/jam. Wanita tersebut menyangkal tuduhan dan mengatakan kepada polisi bahwa ia merasa koper pintar bukanlah kendaraan.
"Saya tidak menganggapnya sebagai kendaraan, jadi saya pikir saya tidak memerlukan SIM," ucapnya.
Meskipun begitu, ia tetap diamankan oleh pihak kepolisian karena telah melanggar aturan hukum. Di Jepang, aturan lalu lintas sangat rumit, terutama soal jenis kendaraan yang memerlukan surat izin atau tidak. Hal ini jadi makin rumit ketika hadirnya kendaraan-kendaraan kecil seperti sepeda listrik, skuter, hingga koper pintar bermotor listrik. Bahkan orang Jepang sendiri kesulitan memahami undang-undang mengenai kendaraan kecil seperti ini.
Apakah Koper Pintar Digolongkan Sebagai Kendaraan?
Secara tradisional, faktor utama yang mengatur klasifikasi kendaraan adalah ukuran mesin. Kendaraan dengan kapasitas mesin 50 cc kubik atau kurang, di Jepang diklasifikasikan sebagai Gendokitsuki Jitensha Tipe 1.
"Gendokitsuki Jitensha" secara umum dapat diterjemahkan menjadi "sepeda motor bebek", tetapi mencakup jangkauan yang lebih luas dari itu. Misalnya, go-kart masuk ke dalam kategori Gendokitsuki Jitensha Tipe 1.
Setelah munculnya sepada dan skuter bertenaga listrik, peraturan soal cc mesin lalu ditambahkan dengan mempertimbangkan indikator kecepatan tertinggi kendaraan. Salah satu aturan umum di Jepang adalah bahwa kendaraan dengan kecepatan maksimum 6 km/jam tidak digolongkan sebagai kendaraan. Itu sebabnya orang-orang tua yang menggunakan skuter mobilitas boleh mengendarainya di trotoar meski secara teknis merupakan kendaraan Gendokitsuki Jitensha.
Untuk koper pintar yang bisa melaju hingga 13 km/kam, maka dikategorikan sebagai kendaraan Gendokitsuki Jitensha yang memerlukan izin. Penting untuk dicatat, meski tidak dijalankan hingga di angka tersebut, penggunanya tetap bisa ditangkap karena batas tertinggi kendaraan yang sudah di luar ketentuan kendaraan yang tidak butuh surat izin.
Advertisement
Di Jepang, Koper Pintar Mungkin Memerlukan Pelat Nomor
Satu-satunya cara lain yang bisa dilakukan untuk menyiasati koper pintar yang akan dipakai di jalan adalah dengan mengklasifikasikannya sebagai Specified Small Motorized Bicycle (Tokutei Kogata Gendokitsuki Jitensha). Namun, jangan sampai tertukar dengan Special Specified Small Motorized Bicycle (Tokutei Tokutei Kogata Gendokitsuki Jitensha) yang merujuk ke sepeda listrik hibrid.
Kategori baru ini biasanya diperuntukkan bagi skuter bertenaga listrik yang dapat melaju sampai kecepatan 20 km/jam tanpa memerlukan surat izin mengemudi. Namun, koper pintar mungkin akan memerlukan perlengkapan tambahan seperti lampu depan dan pelat nomor, dua hal yang memang tidak diluncurkan untuk sebuah koper pintar.
Aturan kendaraan di Jepang memang berbelit-belit, namun intinya adalah ketika Anda berada di Jepang dan berencana untuk mengendarai koper atau apa pun yang sejenisnya, pastikan Anda memiliki surat izin mengemudi atau pastikan koper pintar tersebut tidak bisa melaju lebih kencang dari pada 6 km/jam. Dengan begini, kendaraan masih bisa digolongkan dalam kendaraan pejalan kaki yang bisa naik trotoar.
Aturan Koper Pintar di Indonesia
Dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mewanti-wanti bahwa terdapat beberapa ketentuan yang perlu diikuti ketika membawa koper pintar ke dalam pesawat. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub memiliki kebijakan tertentu terkait baterai lithium yang ada pada koper pintar. Oleh karena itu, pengguna disarankan untuk membaca dan memahami ketentuan tersebut sebelum bepergian agar tidak mengalami kendala di bandara.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SE 02 Tahun 2023 tentang Kewaspadaan Terhadap Lithium Battery dan Peralatan yang Mengandung Lithium Battery sebagai Barang Bawaan Penumpang dan/atau Awak Pesawat Udara, dapat dijelaskan peraturan mengenai koper pintar sebagai berikut:
- Penumpang tidak diizinkan untuk membawa koper dengan baterai lithium yang tidak dapat dilepas (non-removable) dengan logam lithium melebihi 0,3 g atau kapasitas lebih dari 2,7 wh.
- Mendapatkan persetujuan dari maskapai penerbangan saat check in, penumpang dapat membawa koper dengan baterai lithium yang tidak dapat dilepas (non-removable) dengan logam lithium kurang dari 0,3 g atau lithium-ion kurang dari 2,7 Wh, maka untuk dapat masuk ke kabin ataupun bagasi tercatat, berat dan dimensi koper sesuai dengan ketentuan maskapai.
- Koper dengan baterai lithium yang dapat dilepas (removable) harus dilepas saat hendak didaftarkan (check-in) dan baterai harus dibawa ke dalam kabin. Dengan ketentuan bahwa baterai memiliki kapasitas <100 Wh.
- Berat dan dimensi koper yang akan masuk dalam kabin atau bagasi tercatat, sesuai dengan ketentuan maskapai.
Advertisement