Malaysia Tindak Penghindar Pajak Perdagangan Kripto

Pihak berwenang menuduh beberapa kemitraan terbatas dan entitas korporasi dibentuk untuk perdagangan kripto.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 28 Jun 2024, 12:00 WIB
Ilustrasi Kripto (Foto: Traxer/unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Lembaga pajak di Malaysia atau Lembaga Hasil Dalam Negeri (LHDN), melakukan operasi khusus yang dijuluki “Ops Token” untuk mengurangi kasus penghindar pajak dari perdagangan kripto.

Media lokal The Malaysian Reserve melaporkan 38 personel dari Kepolisian Kerajaan Malaysia dan CyberSecurity Malaysia (CSM) menggerebek 10 lokasi berbeda di Lembah Klang.

Operasi tersebut menargetkan perusahaan yang tidak melaporkan aktivitas perdagangan kripto mereka dengan benar ke agen federal.

Inisiatif ini sejalan dengan keinginan pemerintah daerah untuk mengurangi kebocoran pendapatan pajak dan meningkatkan administrasi perpajakan negara.

Pihak berwenang menuduh beberapa kemitraan terbatas dan entitas korporasi dibentuk untuk perdagangan kripto. Badan federal percaya entitas-entitas ini menghindari pelaporan pajak mereka. 

“Melalui operasi tersebut, data perdagangan mata uang kripto yang disimpan di perangkat seluler dan komputer ditemukan, dan kami berhasil mengidentifikasi nilai aset digital yang diperdagangkan, yang menyebabkan kebocoran pendapatan pajak yang sangat signifikan,” kata LHDN dalam laporannya, dikutip dari Cointelegraph, Jumat (28/6/2024).

LHDN menambahkan, data yang diperoleh dalam operasi tersebut akan dianalisis untuk menentukan nilai aset kripto yang diperdagangkan dan keuntungan yang dihasilkan.  Hal ini akan membantu badan federal untuk mengidentifikasi nilai kebocoran pajak yang tidak dilaporkan dengan benar ke LHDN.

 


Regulasi Kripto di Malaysia

Ilustrasi Kripto. (Foto By AI)

Di Malaysia, mata uang kripto legal dan diatur oleh Securities Commission (SC), sebuah badan hukum yang bertanggung jawab untuk mengatur pasar modal di negara tersebut. Token dianggap sebagai sekuritas di suatu negara, sehingga tunduk pada undang-undang sekuritasnya.

Bank sentral negara tersebut tidak menganggap kripto atau token sebagai instrumen pembayaran atau alat pembayaran yang sah. Selain itu, bisnis yang berfokus pada kripto tunduk pada undang-undang pajak penghasilan negara tersebut.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya