Tim Penyelamat Tak Sengaja Temukan 3 Jenazah Pendaki di Danau Kawah Gunung Fuji Jepang

Tim penyelamat sebenarnya sedang mencari satu orang hilang, tapi mereka malah menemukan tiga jenazah pendaki di danau kawah Gunung Fuji Jepang.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 28 Jun 2024, 15:19 WIB
Gunung Fuji terlihat dari kuil Arakura Fuji Sengen di kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, pada Kamis (22/4/2021). Prefektur Yamanashi terletak di sebelah barat Tokyo yang memiliki spot-spot wisata terkenal, salah satunya gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji. (Behrouz MEHRI / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Upaya pencarian yang dilakukan tim penyelamat Gunung Fuji menemukan hal tak terduga. Mereka mendapati tiga jenazah pendaki di dalam kawah Gunung Fuji, Jepang, saat mencari salah seorang korban yang dilaporkan hilang.

Mengutip Kyodo, Jumat (28/6/2024), polisi mengatakan pada Rabu, 26 Juni 2024, posisi ketiga jenazah itu saling berjauhan. Hal itu menandakan mereka mungkin mendaki gunung setinggi 3.776 meter itu secara terpisah.

Ketiganya ditemukan di sisi puncak tertinggi Jepang di Prefektur Shizuoka yang juga berada di Prefektur Yamanashi. Saat tim penyelamat gunung tiba, tidak ada tanda-tanda vital dari ketiga jenazah tersebut.

Sebelumnya, polisi mendapatkan laporan orang hilang dari keluarga pria berusia 50an tahun asal Tokyo. Ia hilang setelah mendaki gunung pada Jumat malam, 21 Juni 2024. 

Keluarganya lalu melakukan panggilan darurat sekitar jam 6 pagi pada Minggu, 23 Juni 2024. Polisi kemudian mencarinya awal minggu ini dan menemukan jasad pria itu bersama dua korban lainnya.

Selain ketiga pendaki, tim penyelamat juga berhasil mengevakuasi seorang pendaki profesional bernama Keita Kurakami. Ia kehilangan kesadaran saat mendaki Jalur Yoshida di sisi gunung Prefektur Yamanashi pada ketinggian sekitar 3.000 meter, sekitar pukul 11, Rabu pekan ini.

Pendaki asal Maebashi, Prefektur Gunma, yang berusia 38 tahun itu berhasil diselamatkan petugas polisi yang berada di gunung untuk memeriksa jalan setapak. Namun, ia meninggal di rumah sakit. Kurakami diduga menderita penyakit jantung.

 


Berlakukan Sistem Pemesanan Online

Gunung Fuji terlihat dari pinggiran kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, Jepang, pada Kamis (22/4/021). Gunung Fuji, yang terletak di perbatasan antara Prefektur Yamanashi dan Prefektur Shizuoka, adalah gunung tertinggi di Jepang (3776 meter). (Behrouz MEHRI / AFP)

Musim pendakian resmi Jalur Yoshida, jalur terpopuler di Gunung Fuji, akan dimulai pada Senin depan. Untuk mengurangi kemacetan di jalur tersebut, wilayah Yamanashi membatasi kuota harian pendaki menjadi 4.000 orang. Mereka juga dikenakan biaya sebesar USD 13 per orang atau sekitar Rp209 ribuan.

Untuk menghindari calon pendaki ditolak mendaki di tempat, otoritas Jepang memperkenalkan sistem pemesanan online pada Senin, 13 Mei 2024. Tujuannya adalah melawan kepadatan wisatawan sekaligus meningkatkan keselamatan pendaki dan mengurangi risiko kerusakan lingkungan. 

"Sistem ini akan menjamin orang-orang dapat masuk melalui gerbang baru, memungkinkan mereka membuat rencana terlebih dahulu," ungkap pejabat dari pemerintah daerah Yamanashi Katsuhiro Iwama kepada AFP, seperti dilansir CNA, Selasa, 14 Mei 2024. Pemesanan online dibuka pada 20 Mei 2024 untuk musim pendakian Juli hingga September. 

Pada musim panas, biasanya lebih dari 220 ribu pengunjung berjalan dengan susah payah mendaki lerengnya yang curam dan berbatu, banyak di antaranya mendaki sepanjang malam untuk melihat Matahari terbit. Beberapa berusaha mencapai puncak setinggi 3.776m tanpa henti dan akibatnya menjadi sakit atau terluka.


Pasang Penghalang Pemandangan ke Gunung Fuji

Para pengunjung mengambil foto di depan toko serba ada di kota Fujikawaguchiko, prefektur Yamanashi, Jepang, dengan latar belakang Gunung Fuji pada tanggal 28 April 2024. (Kyodo News via AP)

Di sisi lain, wisatawan yang tak ingin berlelah-lelah mendaki berbondong-bondong ke daerah sekitarnya untuk mengambil foto gunung megah yang dipandang sebagai simbol Jepang. Namun, popularitas Gunung Fuji menjadi persoalan tersendiri bagi penduduk setempat.

Di salah satu spot foto ikonik yang memperlihatkan Gunung Fuji di belakang gerai Lawson, para pejabat yang kesal memasang penghalang berupa jaring hitam besar untuk menghalangi pandangan. Langkah tersebut diambil setelah warga yang bekerja dan tinggal di dekatnya mengeluhkan sebagian besar turis asing masuk tanpa izin, membuang sampah sembarangan, dan menyeberang jalan secara berbahaya untuk mendapatkan gambar yang sempurna.

Jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang mencapai rekor tertinggi denganpengunjung bulanannya melebihi tiga juta untuk pertama kalinya pada Maret 2024. Penduduk distrik geisha di Kyoto juga telah melarang wisatawan memasuki gang-gang pribadi setelah adanya keluhan bahwa beberapa wisatawan secara kasar meminta selfie dengan para penghibur yang mengenakan kimono.


Kondominium Hampir Jadi Dirobohkan

Kondominium Fujimu-dori yang terletak di barat Tokyo yang akan dirobohkan karena menghalangi pemandangan Gunung Fuji. Kondominium ini merupakan proyek dari perusahaan Sekisui House Ltd. (dok. X @Mulboyne/https://x.com/Mulboyne/status/1799287585879343316/Rusmia Nely)

Di kasus berbeda, sebuah kondominium di Tokyo yang dibangun perusahaan pengembang besar Jepang, Sekisui House Ltd. terpaksa dibongkar meski hampir jadi. Itu terjadi setelah penduduk sekitar mengeluh bahwa bangunan tersebut menghalangi sebagian pemandangan Gunung Fuji.

Dikutip dari Kyodo News, Kamis, 13 Juni 2024, pembongkaran itu dilakukan hanya beberapa minggu sebelum diserahterimakan kepada pembeli. Sekisui House yang berbasis di Osaka mengatakan pihaknya memutuskan untuk merobohkan kondominium 10 lantai dan 18 unit di Kunitachi karena "kurangnya pertimbangan mengenai dampaknya terhadap pemandangannya". Kondominium itu dibangun di sepanjang jalan yang terkenal dengan pemandangan puncak gunung setinggi 3.776 meter yang ikonis itu.

Langkah ekstrem itu diambil meski pihak pengembang telah bertemu dengan warga membahas hal tersebut. Saat itu, mereka ingin berkompromi dengan mengubah struktur bangunan dari rencana awal, seperti pengurangan jumlah lantai dari 11 dan penurunan ketinggian setiap lantai.

"Kami menyadari budaya (lokal) yang menghargai pemandangan, tapi kami gagal mempertimbangkannya secara memadai. Kami juga meminta maaf kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak," kata perwakilan Sekisui House yang berjanji akan berupaya mencegah terulangnya kejadian serupa.

Infografis Letusan Gunung Bromo (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya