Eramet Batal Investasi Proyek Pemurnian Nikel, Menteri ESDM: Masih Banyak Investor Antre

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif enggan menduga penyebab mundurnya BASF dan Eramet dari proyek Sonic Bay.

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Jun 2024, 17:14 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. (Foto:Liputan6.com/Arief RH)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mencari pengganti BASF dan Eramet dalam proyek pemurnian nikel di Maluku Utara. Dia menuturkan, masih banyak investor lain yang mengantre pada proyek tersebut.

Diketahui, BASF asal Jerman dan Eramet asal Prancis itu mundur dari proyek bertajuk Sonic Bay senilai USD 2,6 miliar di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara. Proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP).

"Ya kalau mundur ktia cari yang lain. Ya, masih banyak yang lain yang mau," ujar Arifin, ditemui di Kantor Direktorat Jenderal Migas, Jakarta, Jumat (28/6/2024).

Dia mengungkapkan, rencananya hasil dari proyek itu akan digunakan di industri milik BASF. Namun, belakangan diketahui kalau perusahaan itu telah mendapatkan suplai lain.

"BASF dia yang mau menggunakan produk akhirnya itu dari industrinya BASF. Dia itu sedang dalam dikatakan bahwa dia sudah mendapatkan pengamana suplai," ucapnya.

Dengan begitu, BASF memutuskan untuk tidak jadi menanamkan investasi ke proyek Sonic Bay di Maluku Utara. Arifin enggan menduga-duga penyebab lain dari hengkangnya dua perusahaan kakap tersebut.

"Jadi dia memutuskan untuk gak masuk ke Indonesia, mungkin dari dia sudah di tempat lain, tapi kita enggak tahu lah dibalik itu ada apanya ya," ujar dia.

 


BASF-Eramet Mundur

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. (Foto:Liputan6.com/Arief RH)

Sebelumnya, BASF dan Eramet menyatakan mundur dari proyek Sonic Bay pada 24 Juni 2024 lalu. Kepala Bagian Pengembangan Grup Eramet, Geoff Streeton mengatakan pihaknya akan terus mengevaluasi potensi investasi dalam rantai nilai baterai kendaraan listrik nikel di Indonesia dan akan terus memberikan informasi kepada pasar pada waktunya.

Pada 2020, Eramet dan BASF telah menandatangani perjanjian untuk menilai potensi pengembangan dan pembangunan bersama kompleks pemurnian nikel-kobalt di Teluk Weda di Indonesia. Setelah evaluasi menyeluruh, termasuk diskusi mengenai strategi pelaksanaan proyek, kedua mitra memutuskan untuk tidak melakukan investasi ini.

"Indonesia siap memainkan peran penting di masa depan pasar nikel global secara keseluruhan. Eramet tetap fokus pada optimalisasi potensi sumber daya tambang Weda Bay secara berkelanjutan untuk memasok bijih bagi produsen nikel lokal, sekaligus menjajaki lebih lanjut peluang untuk berpartisipasi dalam rantai nilai baterai kendaraan listrik nikel di Indonesia," tutur Geoff.


Bukan Mundur, Hanya Menunda

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. (Foto: tim bisnis/Sulaeman)

Diberitakan sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia merespons mundurnya 2 perusahaan raksasa Eropa dari proyek pemurnian nikel di Maluku Utara. Keduanya adalah BASF asal Jerman dan Eramet asal Prancis.

Bahlil menyebut, BASF dan Eramet bukan membatalkan investasinya. Melainkan, hanya menunda untuk sementara karena permintaan mobil listrik yang menurun di Eropa.

"Saya kemarin baru dapat kabar itu dan sampai sekarang kita lagi berdiskusi dengan mereka. Sementara bukan dicabut tapi dipending sementara kareana harga, daya beli masyarakat terhadap EV, mobil listrik di Eropa itu lagi turun," ujar Bahlil di Kantor BKPM, Jakarta, dikutip Jumat (28/6/2024).


Permintaan Pasar Turun

Dia mengatakan, harga pasar dari mobil listrik di sana mengalami penurunan imbas persaingan dengan produsen lain. Alhasil, permintaan atas baterai kendaraan listrik pun ikut berkurang.

"Jadi harga pasarnya jadi turun karena kompetisi dengan mobil-mobil negara lain. Dan Amerika juga lagi lesu pasarnya, oleh karena lagi lesu maka permintaan terhadap baterai itu berkurang," ujar dia.

Soal kepastian investasi dua perusahaan kakap itu, Bahlil mengaku masih menjalin negosiasi. Sementara itu, mundurnya BASF dan Eramet dinilai tak akan mempengaruhi prospek dari negara lain.

"Kita masih negosiasi. Nggak, nggak, (mengganggu investasi) ini cuma persoalan komoditas ini mobil listriknya di Eropa sama di Amerika saja. Semuanya jalan kok, Korea, Jepang, China, tidak ada masalah," tegas dia.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya