Liputan6.com, Jakarta Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Adian Napitupulu menyoroti pemeriksaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Hasto diperlakukan hingga mengalami kedinginan layaknya pemeriksaan terduga teroris.
Advertisement
Hal ini disampaikannya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Tata Cara Hukum dan Model Kerja Aparat Penegak Hukum pada Kasus Politik di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2024).
Berdasarkan literatur yang diketahuinya, pemeriksaan dalam kondisi terperiksa yang kedinginan termasuk standar pemeriksaan terhadap teroris. Tujuannya agar terperiksa dipaksa mengakui apa saja yang diinginkan pemeriksa.
"Lalu saya carilah interogasi di ruangan dingin itu standar. Itu standar pemeriksaan terhadap teroris, terhadap lawan-lawan musuh negara dan sebagainya," kata Adian.
Dia menuturkan, pemeriksaan di KPK yang menyebabkan Hasto kedinginan tidak layak. Sebab saat itu Hasto Kristiyanto masih berstatus sebagai saksi bukan tersangka kasus dugaan korupsi.
"Artinya bahwa ketika sekjen masuk dalam ruangan itu dia sudah masuk pada tahap interogasi," ujar Adian.
Dia menduga ada maksud lain dari oknum penyidik KPK, AKBP Rossa Purbo Bekti, dan lainnya yang memeriksa Hasto di ruangan yang dingin.
Sekjen PENA 98 ini menduga tujuannya agar Hasto dipaksa tunduk dan mengikuti apapun keinginan pemeriksa di momen pemeriksaan itu.
"(Hasto) dipanggil sebagai saksi lalu masuk ke dalam ruangan itu diperiksa suhunya. Kalau sangat dingin layaknya lu bukan saksi. Kenapa? Karena ruangan dingin itu bagian dari desain ruangan untuk melakukan interogasi, membuat tidak nyaman, orang lebih cepat mengaku dan sebagainya," ujar Adian.
Oleh karena itu, Adian mempertanyakan aksi KPK saat memeriksa Hasto. Ia bahkan mendorong Menkopolhukam memberi atensi terhadap dugaan pelanggaran kode etik oleh penyidik KPK.
"Nah dari rangkaian ini tolong dong ada penjelasan jelas dari negara, dari KPK, dari Menkopolhukam ada apa sih? Apakah kalian tidak mampu menundukkan kami dengan argumentasi? Apakah kalian tidak mampu membuat kami menyerah dengan cara yang lain? Sampai kemudian cara-cara seperti yang digunakan, kan seperti itu," ucap Adian.
Sikap Kritis
Sementara, di tempat yang sama, Pakar hukum pidana Usman Hamid menyebut langkah aparat penegak hukum, seperti Polda Metro Jaya dan KPK yang meminta klarifikasi terhadap Hasto membuat tanda tanya besar.
"Ada motif apa di balik langkah kepolisian Polda Metro Jaya dan KPK yang memanggil dan memeriksa Sekjen PDI Perjuangan di dalam satu pekan secara berturut-turut? Apakah langkah itu merupakan langkah hukum yang bersifat murni untuk penegakan hukum dan keadilan," kata dia.
Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu menilai wajar muncul pertanyaan dari penegakan hukum terhadap Hasto.
Sebab, kata Usman, Hasto dimintai klarifikasi Polda Metro Jaya dan KPK setelah pria kelahiran Yogyakarta itu menjadi sosok reformis yang kritis terhadap pemerintahan era Joko Widodo (Jokowi).
Misalnya, kata dia, Hasto berani bersuara ketika parpol-parpol di Indonesia tidak banyak mengkritisi praktik kecurangan dalam pemilu.
"Pertanyaan ini penting mengingat belakangan seorang Hasto menjadi seorang reformis, menjadi seorang tokoh oposisi yang kritis di tengah diamnya partai-partai politik, di tengah diam-diamnya, begitu banyak pemimpin-pemimpin partai politik. Ia menyuarakan kecurangan selama masa pemilu, ia menyuarakan dugaan intervensi dan intimidasi kepolisian di dalam pemilu, ia juga menyuarakan bagaimana partai politiknya meletakkan diri sebagai partai yang berada di luar pemerintahan. Suara-suara kritis semacam ini tidak terdengar dari petinggi partai politik lainnya," kata alumnus Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu.
Sementara, Hasto ketika menjalani klarifikasi di KPK diperiksa terhadap kasus yang sudah lama terjadi, yakni pergantian antarwaktu pada 2019.
"Dalam pemanggilan KPK, Hasto diperiksa atas tuduhan suap dalam kasus tuduhan suap terkait pergantian antarwaktu dalam pemilu legislatif pada tahun 2019. Dan selain diperiksa, staf Hasto (Kusnadi, red) tiba-tiba tanpa due process of law, dijebak, kemudian disita handphonenya tanpa proses hukum yang benar, dan seolah terdapat bukti pidana di dalam pernyataan atau di dalam tindakan-tindakan hukum yang sulit untuk dipertanggungjawabkan itu," ujar Usman.
Advertisement
Ingin Singgung PDIP
Sementara, Pemerhati Politik, Saiful Huda Ems menilai bahwa motif pemanggilan Hasto oleh KPK bagian dari politisasi hukum.
Dia menyebut, bahwa rezim penguasa saat ini ingin mengkorupsikan orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan saat ini.
Dia juga menyoroti perampasan barang pribadi Hasto berupa handphone dan buku catatan strategi Partai yang dilakukan penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti.
Huda mengatakan, perampasan itu jelas mengarah pada upaya untuk mengalahkan PDIP pada Pilkada serentak tahun 2024, mendatang.
“(Perampasan HP dan Buku Partai) kemana arahnya ini jelas, menurut saya untuk mengalahkan PDIP dalam Pilkada serentak November 2024, maka jelas siapa yang ada di belakang ini,” kata Saiful Huda.
“Kalau tidak percaya bahwa pemanggilan Hasto sebagai saksi tetapi aromanya sudah seperti tersangka, karena ini aromanya politik adalah ketika KPK penyidik KPK Rosa Purbo Bekti merampas merampok handphonenya Hasto bersama buku catatan harian Hasto yang berisi tentang strategi perjuangan PDIP di dalam menghadapi Pilkada serentak November 2024, juga tentang komunikasi-komunikasi politik antara Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP dengan Ketua Umum PDIP Ibu Megawati,” sambung dia.
“Ini jelas kelihatan motif di balik ini, inilah yang saya sebut dengan politisasi hukum di dalam kasus Harun Masiku yang menjerat nama besar Hasto Kristiyanto,” tambah Huda.