Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memanggil sejumlah menteri dan kepala lembaga ke Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (28/6/2024). Pemanggilan ini untuk membahas serangan ransomware di server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).
Sejumlah menteri yang hadir antara lain, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri PAN-RB Azwar Anas, Menteri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas RI Suharso Monoarfa.
Advertisement
Hadir juga Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian.
Keduanya tiba di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada pukul 13.30 WIB. Hinsa mengakui agenda rapat bersama Jokowi untuk membahas soal masalah peretasan server PDNS.
"Mau rapat dulu. Ya terkait (PDNS) kemarin lah, yang pasti akan melakukan evaluasi," kata Hinsa sebelum rapat kepada wartawan.
Sementara itu, Menkominfo enggan memberikan keterangan saat ditanya awak media terkait agenda rapat bersama Jokowi. Namun, dia berjanji akan memberikan keterangan usai rapat.
"Ntar dulu, habis ini ya. Tunggu dong ini baru mulai rapat. Ya pasti ntar (konferensi pers)," tutur Budi.
Kendati begitu, Budi Arie dan Hinsa Siburian justru tak memberikan keterangan apapun kepada awak media. Keduanya bahkan tak terlihat oleh awak media keluar dari dalam Istana Kepresidenan usai rapat bersama Jokowi.
Padahal, pejabat negara lain sudah keluar pada pukul 14.50 WIB. Mobil dinas keduanya yang awalnya terparkir di pintu Istana Jalan Veteran tiba-tiba keluar dan berpindah.
Berdasarkan informasi dihimpun, Budi Arie dan Hinsa keluar melalui pintu VVIP Istana Kepresidenan Jakarta. Pintu tersebut tidak bisa diakses wartawan. Sehingga, awak media pun tak melihat Budi Arie dan Hinsa keluar usai dipanggil Jokowi.
Sebelumnya, Budi Arie enggan berkomentar banyak soal desakan dari sejumlah masyarakat yang meminta dirinya mundur lantaran gagal menjaga keamanan data.
Desakan mundur itu buntut dari server Pusat Data Nasional (PDN) yang diretas ransomware dan pemerintah menyatakan hanya pasrah.
"Ah no comment kalau itu. Itu haknya masyarakat untuk bersuara," kata Budi di Kompeks Parlemen Senayan, Kamis (27/6/2024).
Budi mengklaim, meski server PDN diretas, namun belum ada bukti kebocoran data sudah terjadi.
"Yang pasti tadi hasil rapat dengan Komisi I (DPR) kita, tidak ada indikasi dan belum ada bukti terjadinya kebocoran data," kata dia.
Diketahui, desakan agar Budi Arie Setiadi mundur dari jabatan Menkominfo dapat dilihat dari petisi yang dibuat oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet).
Petisi itu menggalang suara masyarakat untuk menuntut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mundur dari jabatannya. Petisi tersebut bisa diakses di laman change.org dan sudah direspons oleh puluhan ribu masyarakat.
Tuai Kritik Pedas dari DPR
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengkritik keras Kominfo dan BSSN terkait tidak ada backup data tersebut. Menurutnya, hal itu kesalahan fatal dan bukan salah bukan tata kelola, melainkan kebodohan dalam mengelola.
Diketahui, data yang di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 3 di Batam hanya menyimpan 2 persen data backup.
"Kalau enggak ada backup sih itu bukan tata kelola sih pak kalau alasannya, ini kan kita enggak hitung Batam backup kan karena cuma 2 persen kan, ya berarti itu bukan tata kelola itu kebodohan aja sih Pak," kata Meutya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta dikutip Jumat (28/6/2024).
Politikus Golkar ini menuturkan, PDN hampir seluruh data dari kementerian dan lembaga yang ada. Hal itu menurutnya sangat disayangkan dan berbahaya bagi keamanan data.
"Punya data nasional, dipadukan seluruh kementerian, untung katanya ada beberapa kementerian yang belum comply, belum gabung, 'masih untung' (kata) orang Indonesia. Itu malah yang selamat. Yang paling patuh imigrasi saya dengar, itu yang paling enggak selamat," jelas dia.
Oleh karena itu, Meutya meminta pemerintah tidak berkilah dan justru menyalahkan tata kelola dalam peretasan server PDN, melainkan mengakui ada kebodohan atau kesalahan fatal di internal.
"Intinya jangan lagi bilang tata kelola, ini bukan masalah tata kelola Pak, jadi masalah kebodohan, punya data nasional tidak ada satu pun backup," pungkasnya.
Senada, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta menyentil Kominfo dan BSSN terkait serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2.
Sukamta menyindir BSSN layaknya peramal Mama Lauren lantaran cuma bisa memprediksi serangan siber.
Hal ini disampaikan dalam dapat kerja Komisi I bersama Kominfo dan BSSN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Sukamta mengibaratkan PDNS seperti locker room di bandara yang dibangun Kominfo dimana seluruh penumpang menitipkan barangnya. Sedangkan, BSSN menjadi satpamnya. Namun, locker room itu dimasuki malig dan dikunci dari dalam.
Setelah kemalingan, Kominfo dan BSSN malah menyalahkan penumpang yang tidak mempunyai barang cadangan.
"Terus bapak berdua menyalahkan kepada penumpangnya, 'Kenapa anda tidak punya koper cadangan gitu? Anda salah, sehingga koper anda tertinggal di dalam nggak bisa diambil lagi, anda tidak punya koper cadangan', seolah-olah begitu yang kami tangkap," ujar Sukamta.
Sukamta menyayangkan BSSN sebagai satpam hanya bisa memprediksi. Padahal, tugasnya melindungi keamanan siber negara. Dia pun menyindir BSSN layaknya mama Lauren.
"Terus satpam mengatakan 'aku kan sudah memprediksi bakal ada maling nih, kenapa kamu kaya gitu?' Padahal satpam ditugasi oleh negara, tugasnya dengan gagah melindungi seluruh sistem kementerian lembaga pemerintah daerah seluruh Indonesia, menjamin keamanan sibernya," ucapnya.
"Tapi kali ini mengatakan, ini kayak Mama Lauren, '2024 bakal ada serangan siber bakal ada ransomware itu'," ujarnya.
Sukamta mengatakan, mestinya Kominfo dan BSSN mengakui kegagalan dalam perlindungan PDN. Mereka seharusnya meminta maaf atas kegagalan tersebut.
"Tadi bapak sudah minta maaf, tapi bapak minta maaf atas terganggunya layanan publik, tapi tidak minta maaf atas kegagalan di dalam perlindungan data di PDN ini pak. Ini kegagalan pak, yang itu menyangkut keamanan nasional," pungkasnya.
NasDem Sindir Menterinya Dicopot Tanpa Pandang Bulu
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menanggapi soal desakan mundur terhadap Menkominfo Budi Arie Setiadi imbas kasus serangan siber pusat data nasional.
Dia mengatakan, hal itu menjadi hak presiden untuk mengangkat atau mengganti menteri.
Willy lantas menyinggung sikap NasDem yang tak neko-neko meski menterinya dicopot. NasDem tidak pernah memprotes ke Jokowi.
"Kembalikan kepada presiden saja, presiden penggunanya ya kita Sami'na Wa Atho'na dari dulu kan NasDem tidak pernah neko-neko,” ujar Willy saat ditanya diNasDem Tower, Jakarta, Jumat (28/6).
"Jadi teman teman tahu NasDem ini ya menterinya dicopot aja diminta ganti, enggak, kita terserah presiden, gitu," sambungnya.
Advertisement