Liputan6.com, Jakarta - Label fesyen berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Collina Strada, dihujani komentar pedas di dunia maya karena menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam proses desain untuk koleksi kolaborasi teranyar dengan BAGGU. Rangkaiannya menampilkan tas berbentuk kuda seharga 70 dolar AS (sekitar Rp1,1 juta) yang kemudian menjadi viral.
Mengutip New York Post, Sabtu, 29 Juni 2024, meski kedua merek tersebut bangga akan keberlanjutan, konsumen berpendapat bahwa penggunaan AI bertentangan dengan misi ramah lingkungan mereka. "Sejujurnya, saya sangat menantikan koleksi ini, tapi setelah mengetahui bahwa cetakannya dihasilkan AI, saya tidak begitu bersemangat lagi," tulis salah satu Redditor di forum online.
Advertisement
Pengguna tersebut mengaku telah memasukkan cetakan tersebut ke alat pendeteksi kecerdasan buatan, dan mendapati "sebagian besar cetakan dihasilkan AI." "Sebagai pengguna lama BAGGU, hal ini mengecewakan," lanjut pengguna tersebut. "Saya benar-benar berharap bisa membeli salah satu medium crescents in the blue thorn, tapi setelah mengetahui bahwa itu adalah AI, saya sangat ragu."
Menurut daftar produk di situs BAGGU, hanya dua desain dalam koleksi tersebut, yaitu "Blue Thorns" dan "Boxer Plaid" yang "dikonsep AI," atau dibuat dengan bantuan program AI generatif Midjourney. Hal tersebut dilakukan untuk "mencampur ulang motif Collina lama, dan mendorongnya lebih jauh."
"Kami awalnya mengembangkan motif ini untuk koleksi SS24 kami 'Soft is Hard' dengan memasukkan motif Collina dari musim sebelumnya dan menggunakan fitur campuran untuk menggabungkannya," kata direktur kreatif Collina Strada, Hillary Taymour, pada The Post dalam sebuah pernyataan.
Digunakan untuk Mendaur Ulang Cetakan
Taymour melanjutkan, hasil dari proses ini memberikan dasar motif asli yang baru. "Kami akan mengambil bunga atau bintang dari salah satu keluaran, memberikannya pada tim desain kami, dan menyusunnya dengan elemen lain dari motif Collina sebelumnya untuk membuat motif baru yang polanya berulang," bebernya, seraya menambahkan logo asli yang digambar tangan juga ditambahkan pada desain tersebut.
Di satu sisi, penggunaan kecerdasan buatan merupakan pandangan baru mengenai arti daur ulang, menurut Collina Strada. "Remix dan penggunaan kembali adalah pilar penting dari etos Collina Strada, dan kami penasaran melihat bagaimana teknologi baru ini dapat mengembangkan teknik dan estetika kami dengan memungkinkan kami untuk mencampur dan 'mendaur ulang' motif asli kami dengan cara unik dan inovatif," ucap Taymour.
Namun, warganet mengutuk Collina Strada dan BAGGU karena memanfaatkan teknologi tersebut. Para pengguna berpendapat, kecerdasan buatan berdampak negatif terhadap lingkungan dan kreativitas seni.
"Saya tidak percaya kalian menggunakan AI dalam hal ini. Komunitas kalian penuh dengan seniman dan orang-orang kreatif dan kalian memilih AI? Serius??" tegur seorang pelanggan yang kecewa, seraya menambahkan bahwa AI tidak hanya "mengerikan bagi lingkungan," tapi juga "bertentangan dengan semua pemasaran" merek tersebut.
Advertisement
Banyak Warganet yang Protes
Warganet juga bmengatakan bahwa AI sangat mengerikan bagi seni dan penggunaanya dalam bidang tersebut tidak bisa dimaafkan. "Penggunaan AI tidak bisa dimaafkan. Mengerikan bagi artist dan yang lebih penting lagi bagi lingkungan," komentar yang lain. "Hati saya sakit, tetapi saya tidak akan membeli dari Baggu lagi."
"Saya tidak menyangka desain AI akan membatalkan pesanan saya," kata yang lain. "Sangat kesal saat mengetahui saya membayar 20 dolar AS (sekitar Rp327 ribu) lebih banyak untuk motif yang dihasilkan AI," salah satu pengguna menimpali.
Di pernyataannya, Taymour mengakui kekhawatiran pelanggan terkait penggunaan AI. "Kami di Collina Strada sangat prihatin dengan potensi dampak teknologi AI terhadap lingkungan. Dampak agregat AI terhadap lingkungan masih jadi topik yang diperdebatkan, dan masih belum jelas bagaimana keterbatasan penggunaan teknologi ini berkontribusi terhadap dampak lingkungan," katanya.
"Kami terus memantau penelitian dan pengembangan di bidang ini untuk memastikan kami tetap sejalan dengan cita-cita kami sebagai merek yang berkelanjutan," ia mengklaim.
Penggunaan AI Disebut Akan Menguras Energi dan Merendahkan Hak-Hak Seniman
Dalam pernyataannya pada Mashable, label tersebut menyebut, penggunaan Midjourney "tidak menghilangkan proses penggunaan desainer cetak" dan hanya "digunakan sebagai eksperimen untuk musim ini dan diterjemahkan oleh desainer." Di Instagram Stories, fotografer dan direktur kreatif label tersebut, Charlie Engman, diduga menanggapi beberapa reaksi online dari salah satu Redditor.
Kecerdasan buatan, menurut laporan-laporan sebelumnya, sangat menguras energi. Pada 2030, konsumsi energi yang dibutuhkan pusat data AI diperkirakan akan melampaui penggunaan listrik tahunan Kota New York sebanyak tujuh kali lipat, menurut CNBC.
Proyeksi seperti itu, menurut pakar industri, dapat meningkatkan permintaan gas alam, dibandingkan energi terbarukan. Sementara itu, AI telah menimbulkan ketakutan di kalangan para seniman, beberapa di antaranya telah menyatakan keprihatinan tentang karya seni mereka yang digunakan untuk melatih perangkat lunak.
Kekhawatiran terhadap AI juga memicu pemogokan selama 118 hari di Hollywood dan surat terbuka yang ditandatangani musisi0musisi terkemuka di industri musik yang menyatakan bahwa penggunaan AI akan "melanggar dan merendahkan hak-hak seniman."
Advertisement