Liputan6.com, Jakarta Era digital mengubah wajah industri musik dunia termasuk di Indonesia. Kaset dan CD kini menjadi barang langka karena generasi kekinian menikmati musik dari platform streaming seperti Spotify, YouTube, TikTok, dan sejenisnya.
Perusahaan rekaman tak lagi bisa menjual kaset atau CD di toko musik seperti dekade 1980 hingga awal 2000-an. Produksi kaset dan CD terjun bebas. Ini diakui sejumlah perusahaan rekaman Tanah Air termasuk Warner Music Indonesia.
Advertisement
Pertanyaan yang kemudian muncul, platform streaming kawan atau lawan bagi perusahaan rekaman? International Marketing Director Warner Music Indonesia, Andri Parulian, tanpa ragu menyebut Spotify cs sebagai kawan.
“Pasti kawan. Karena balik lagi, mereka jadi musik discovery anak zaman sekarang. Dulu, aku selalu ke Aquarius Blok M atau Pondok Indah, Disc Tarra, dan toko CD lain untuk tahu ada album baru apa,” katanya.
Sudah Pasti Zero
Berbincang dengan Showbiz Liputan6.com di Jakarta Selatan, pekan ini, Andri Parulian, mencontohkan keponakannya mencari musik terbaru lewat YouTube dan TikTok. Bukan lagi toko CD atau radio. Wajah zaman memang telah berubah.
“Kami melihat platform ini kawan karena merekalah our discovery,” Andri Parulian menyambung seraya meyakini era digital adalah kesempatan sekaligus tantangan bagi perusahaan rekaman. Produksi album fisik sudah pasti ambruk.
“Dalam konteks produksi, sudah pasti zero. Kita tidak perlu lagi mencetak kaset dan CD, tidak perlu lagi kurir untuk mendistribusikan ke toko-toko kaset. Arahnya ke digital sekarang. Pertama, bagaimana memenetrasi itu ke bisnis kita,” ulasnya.
Advertisement
Pembajakan Kini Nyaris Tak Ada
Warner Music Indonesia sendiri bukan pemain kemarin sore di industri musik. Berdiri sejak 1996, ia melahirkan artis lokal besar dari Krisdayanti, Jikustik, Marcell, Atiek CB, Kotak, hingga era Kangen Band dengan pop melayu mereka yang meliuk.
Artis internasional yang karyanya dikawal Warner Music Indonesia pun tak sedikit yang dilabeli kelas Grammy Awards. Sebut saja Ed Sheeran, Coldplay, hingga Bruno Mars dan Dua Lipa yang akan konser di Indonesia dalam waktu dekat.
“Nah, platform musik digital sekarang ada Spotify, TikTok musik, YouTube, hingga Langit Musik. Bagusnya, bagaimana me-monetize karya-karya artis kami menjadi lebih transparan. Pembajakan nyaris tak ada,” Andri Parulian mengulas.
Peran Perusahaan Rekaman Kini
Pasalnya, semua data dan angka tergambar lewat jumlah views di YouTube maupun jumlah stream di platform streaming. Dalam kesempatan itu, Andri Parulian menyebut yang berubah akibat digitalisasi bukan hanya produksi album fisik.
Masih segar dalam ingatan, kali pertama ia bekerja di Warner Music Indonesia sekitar 3 tahun silam. Kala itu, Andri Parulian ngantor di Wisma Alia Jakarta. Suatu hari, ia menemukan sejumlah fail yang ternyata CD berisi demo rekaman.
"Pengalaman seperti itu yang enggak akan pernah kita lihat lagi di zaman sekarang. Dengan mudah orang mengunggah karya musik atau kover lagu artis favorit mereka ke jagat maya atau medsos,” papar Andri Parulian.
Orang bikin video demo nyanyi lalu mengunggah ke jagat maya sambil menyenggol akun medsos terverifikasi artis maupun perusahaan rekaman yang mereka dambakan. Peran perusahaan rekaman di sini, menyediakan tim ahli untuk membentuk mereka menjadi artis profesional.
“Kami mempertemukan mereka dengan produser dan komposer terbaik. Selain itu memasarkan dan mempromosikan mereka lewat jejaring yang kami punya. Hal-hal seperti itu belum dimiliki anak-anak muda indi yang memulai dari platform mereka sendiri,” pungkasnya.
Advertisement