Cerita Wartawan Senior TVRI Liputan Pasca Gempa Palu, Beri Motivasi Peserta UKW Jogja

Wartawan senior Agus Kismadi dalam konferensi pers Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Jogja, menceritakan kisah inspiratif saat meliput gempa di Palu tahun 2018 silam.

oleh Arini Nuranisa diperbarui 01 Jul 2024, 14:55 WIB
Agus Kismadi menceritakan pengalamannya saat meliput gempa Palu kepada peserta UKW Jogja. (Foto: Dok. UKW Dewan Pers)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia sebagai negara kepulauan dan punya banyak gunung aktif, berpotensi mengalami bencana seperti gempa bumi dan tsunami. Jika ditanya, pasti tak ada seorang pun yang ingin mengalaminya. Namun, ada sosok inspiratif yang pernah berada dalam kondisi bencana tersebut, dan tetap show must go on

Ialah Agus Kismadi, mantan Kepala Stasiun TVRI Sulawesi Tengah (Sulteng). Dia berbagi cerita tentang pengalamannya berada di kondisi pasca gempa. Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers pada kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) fasilitasi Dewan Pers di Hotel El Royale Malioboro, Yogyakarta, Jumat (28/6/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Agus Kismadi menceritakan dirinya telah melalui tiga bencana gempa bumi saat sedang bertugas menjadi seorang jurnalis TVRI.

Pertama, pria berusia 62 tahun itu ikut merasakan gempa dahsyat yang mengguncang Jogja pada 2006 lalu. Saat itu, dia sedang bertugas sebagai jurnalis di Jogja. Pengalaman gempa kedua dialaminya saat dipindahtugaskan ke Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2016-2017.

Gempat dahsyat Lombok pada saat itu terjadi pada tahun 2017. Tak lama setelah itu, Agus dipindahtugaskan lagi tepatnya tahun 2018. Kala itu, dia ditugaskan untuk menjadi Kepala Stasiun TVRI Sulteng. Lagi-lagi, gempa terjadi saat dirinya baru akan berangkat ke sana.


Suasana mencekam pasca gempa Palu

Agus Kismadi menceritakan pengalamannya saat meliput gempa Palu kepada peserta UKW Jogja. (Foto: Liputan6.com/Fitriyani Puspa Samodra)

Tepat di hari terjadinya gempa Palu, tanggal 28 September 2018, Agus Kismadi menjalani pelantikan di Jakarta pukul 10 pagi. Namun, penerbangannya tertunda karena gempa, sehingga Agus baru bisa terbang dan mendarat di Palu pada 5 hari kemudian.

Ketika baru sampai di Palu, Agus melihat suasana di sana sangat mencekam. Gempa dahsyat diikuti tsunami itu pun membawa pengalaman tersendiri untuk mantan Kepala Stasiun TVRI Sulteng tersebut.

Gempa dengan magnitudo 7,4 yang mengguncang Palu dan Donggala menjadi salah satu bencana besar yang terjadi di Indonesia. Pasalnya, kejadian tersebut menggabungkan antara gempa, tsunami, dan likuifaksi.


Pengalaman siaran di daerah gempa

Agus Kismadi menceritakan pengalamannya saat meliput gempa Palu kepada peserta UKW Jogja. (Foto: Liputan6.com/Arini Nuranisa)

Berdasarkan pengalamannya berada di daerah gempa, yaitu Jogja dan NTB, Agus Kismadi hanya membawa tiga botol air mineral dan dua buah pisang saat berangkat menuju Palu.

Kala itu, Agus hanya ditemani oleh beberapa pejabat dalam kondisi Palu yang gelap dan mencekam. Listrik yang padam pun membuat Agus harus survive dalam membangun Palu untuk bisa show must go on. Dirinya pun selalu menekan kalimat itu sebagai penyemangat diri.

"Pada waktu saya masuk ke sana, kondisi gelap, listrik tidak ada. Jadi disitu saya harus survive membangun kembali Palu untuk bisa show must go on," ucapnya.

Sebagai seorang broadcaster, Agus punya tekad kuat untuk cepat dalam mempersiapkan siaran. Dengan peralatan seadanya, siaran pun baru bisa dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2018.

Gedung TVRI Sulteng juga ikut terkena tsunami karena letaknya yang berada di pinggir laut. Semua persiapan siaran pun dilakukan di sebuah rumah dengan ruangan yang terbagi-bagi, untuk studio, dapur hingga ruang pegawai dan kepala stasiun.


Tower TVRI menyelamatkan nyawa 100 orang

Agus mengungkap rasa syukur karena pemancar masih bisa digunakan dengan baik. Bahkan, pemancar yang berupa tower dan tangga itu bisa dinaiki oleh warga yang selamat. Menurut pengakuan Agus, korban selamat yang memanjat tower ada mencapai 100 orang.

Karena pada saat itu bertepatan dengan peringatan HUT Kota Palu, korban pun banyak yang bergeletakkan di pusat kota. Tak terkecuali di halaman kantor TVRI Sulteng.

Pada saat itu, Agus terus mencari keberadaan para jurnalis TVRI. Ia berusaha menenangkan semua karyawannya yang mengalami trauma. Trauma melihat laut, Agus buatkan pagar agar karyawannya tak melihat laut.

Trauma dengan gempa susulan, Agus pun memiliki ide untuk menaruh gelas berisi air. Jika bergerak, berarti ada gempa. Itulah pendekatan yang bisa dilakukan oleh Agus kepada orang-orang di sekitarnya, khususnya para jurnalis.

Sebagai seorang broadcaster, Agus kembali menegaskan untuk selalu show must go on, segera siaran, itulah semangat yang selalu ditunjukkan olehnya. Semua orang boleh menyerah, tapi sebagai seorang jurnalis tidak boleh menyerah.

"Show must go on. Orang lain boleh menyerah, tapi seorang jurnalis tidak," tegas Agus.


Beri motivasi untuk para jurnalis

Agus Kismadi menceritakan pengalamannya saat meliput gempa Palu kepada peserta UKW Jogja. (Foto: Liputan6.com/Fitriyani Puspa Samodra)

Sebagai wartawan senior, Agus Kismadi memberikan motivasi kepada para jurnalis yang sedang mengikuti UKW tingkat muda. Bahwa sebagai broadcaster yang berada di daerah pasca bencana, tidak boleh putus asa agar selalu cepat dalam memberikan informasi kepada masyarakat.

"Itulah yang membuat saya termotivasi untuk terus semangat, sehingga saya dan crew yang selamat tetap konsisten dan terus bangkit dengan insting jurnalistik yang kokoh," tambahnya.

Sebagai wartawan, Agus merasa bertanggung jawab untuk segera menyiarkan berita tentang situasi terkini. Menurutnya, masyarakat harus segera mendapatkan informasi agar bisa membantu menemukan keluarganya yang hilang.

Dengan peralatan terbatas, Agus mengomando Stasiun TVRI Sulteng untuk melakukan banyak siaran langsung. Selain itu, TVRI juga banyak melakukan siaran berupa pendampingan psikologi bagi masyarakat.


Terlahir sebagai jurnalis

Agus Kismadi menceritakan pengalamannya saat meliput gempa Palu kepada peserta UKW Jogja. (Foto: Dok. UKW Dewan Pers)

Agus Kismadi yang cinta dengan dunia jurnalis ini rupanya datang dari background pendidikan pertanian. Menurutnya, jurnalis itu dilahirkan, bukan dari pendidikan. Sejak kuliah, Agus aktif mengikuti pers mahasiswa.

Di akhir sesi wawancara, Agus mengatakan sebagai jurnalis harus memiliki jiwa empati, rasa semangat yang tak pernah pudar dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Sisi kemanusiaan harus didahulukan di tengah kewajiban mencari informasi sebagai seorang wartawan.

"Semoga apapun yang terjadi dalam kondisi apapun seorang jurnalis harus tetap memiliki jiwa naluri  yang kuat dalam membangun nilai-nilai kemanusiaan yang selaras dengan nilai-nilai jurnalistik," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya