Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Benny Susetyo menyayangkan kasus peretasan data dan serangan ransomware yang menimpa Pusat Data Nasional (PDN) Indonesia. Menurut dia, kasus ini menandakan bahwa ada celah besar dalam sistem keamanan data nasional.
"Kasus peretasan PDN menunjukkan adanya celah besar dalam sistem keamanan data nasional," kata Benny dikutip dari siaran persnya, Senin (1/7/2024).
Advertisement
Dia mengatakan pemimpin seharusnya bertanggung jawab memastikan penguatan sistem keamanan siber untuk mencegah serangan semacam ini.
Benny menuturkan hal tersebut termasuk investasi dalam teknologi terbaru, pelatihan berkelanjutan bagi staf, dan audit keamanan yang rutin.
"Keberhasilan dalam melindungi data tidak hanya mencerminkan kompetensi teknis, tetapi juga komitmen moral terhadap tugas dan tanggung jawab," ujarnya.
Benny pun mendorong evaluasi menyeluruh terhadap infrastruktur keamanan siber. Hal ini untuk mengidentifikasi kelemahan yang ada dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat sistem.
"Investasi dalam teknologi keamanan terbaru seperti firewall, sistem deteksi intrusi, dan enkripsi data adalah hal yang esensial," ucap Benny.
Selain itu, dia menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi staf tentang keamanan siber untuk memastikan bahwa mereka siap menghadapi berbagai ancaman. Benny menuturkan audit keamanan rutin harus menjadi bagian dari kebijakan keamanan siber nasional.
"Audit ini tidak hanya bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan, tetapi juga untuk memastikan bahwa semua langkah pencegahan dan perlindungan yang diperlukan telah diambil," tutur dia.
"Pemimpin harus memastikan bahwa audit ini dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk memperbaiki dan memperkuat sistem keamanan," sambung Benny.
Tolak Permintaan Peretas
Pemerintah Indonesia secara tegas menolak membayar tebusan sebesar Rp 131 miliar yang diminta oleh peretas Pusat Data Nasional (PDN). Keputusan ini disampaikan oleh sejumlah pejabat terkait menyusul serangan siber yang mengganggu layanan publik sejak 20 Juni 2024.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi, Usman Kansong, menegaskan sikap pemerintah dalam menanggapi tuntutan peretas.
Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp 131 miliar," ujar Usman kepada wartawan pada Rabu (26/6/2024).
Menurutnya, alasan pemerintah menolak memenuhi tuntutan peretas karena data PDNS yang dibobol itu sudah tidak bisa diubah-ubah oleh peretas, ataupun pemerintah.
"Karena sudah diamankan data itu. Sudah kami tutup, kan," ucapnya.
Usman mengungkapkan, Kominfo bersama Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN, serta Telkom Sigma selaku vendor telah mengisolasi data-data dari PDNS 2 di Surabaya. Karena itu, ia mengklaim bahwa data di pusat data itu tidak bisa diambil oleh pelaku peretasan, meski servernya berhasil dilumpuhkan.
"Emang kami bayar juga dijamin enggak diambil datanya? Enggak kan. Yang penting sudah kami isolasi," kata Usman.
Advertisement