7 dari 10 Ibu Alami Mom Shaming, Mayoritas Pelaku adalah Keluarga Inti

Penelitian sebut 72 persen Ibu mengalami mom shaming dan umumnya pelaku adalah keluarga dekat.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 01 Jul 2024, 21:00 WIB
Peneliti utama sekaligus Ketua HCC, Ray Wagiu Basrowi sebut 7 dari 10 Ibu Alami Mom Shaming, Mayoritas Pelaku adalah Keluarga Inti. Foto: HCC.

Liputan6.com, Jakarta - Health Collaborative Center (HCC) mengungkap 7 dari 10 ibu di Indonesia mengalami mom shaming atau ucapan, kritik, dan sikap negatif terkait pola asuh dan cara mengurus anak.

“Hasil studi menunjukkan, 7 dari 10 (72 persen) ibu di Indonesia yang diwakili responden penelitian ini pernah mengalami bentuk mom shaming, yang berdampak signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional mereka,” kata peneliti utama sekaligus Ketua HCC, Ray Wagiu Basrowi di Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pelaku mom shaming justru dari lingkungan inti yaitu keluarga, kerabat, dan lingkungan tempat tinggal.

“Ini tentunya temuan yang perlu dikaji lebih sistematis, karena keluarga harusnya menjadi core support system yang melindungi ibu dari perlakuan mom shaming,” ungkap dokter yang juga merupakan Inisiator Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa ini.

Dia menyampaikan, tingginya angka mom shaming di Indonesia menjadi tanda perlunya kesadaran dan tindakan untuk mengatasi masalah ini di masyarakat.

Lebih lanjut, Ray yang melakukan studi ini Bersama Research Associate HCC, Yoli Farradika M.Epid menegaskan, mayoritas ibu yang mengalami mom shaming juga cenderung terpengaruh. Akibatnya, secara deskripsi lebih dari 50 persen ibu terpaksa mengganti pola asuh dan parenting untuk mengikuti kritik dari pelaku mom shaming.


Hanya 23 Persen Ibu yang Berani Melawan Pelaku Mom Shaming

Bahkan, hanya 23 persen ibu responden yang mengaku berani melawan dan menghindar dari perlakuan mom shaming.

Menurut Ray, kondisi ini disebabkan kurang optimalnya peran support system yaitu keluarga yang harusnya melindungi mereka.

Akibatnya, selain tidak bisa melawan dan menghindar, ibu yang mengalami mom shaming malah takluk dengan kritik tidak membangun ini dan mengorbankan pola asuh yang bisa saja sudah baik.

Ditemukan pula bahwa peran media sosial ternyata tidak terlalu signifikan dalam perlakuan mom shaming.

Para ibu responden survei ini hanya sedikit yang terpengaruh mom shaming dari media sosial, yaitu hanya sekitar 6 persen. Artinya hipotesis selama ini bahwa media sosial sebagai kontributor mom shaming ternyata tidak sepenuhnya tepat. Karena justru studi ini menemukan keluarga yang menjadi aktor utama mom shaming, ungkap pengajar Kedokteran Kerja di Kedokteran Komunitas FKUI itu.


Ibu Rumah Tangga 6 Kali Lebih Berisiko Alami Mom Shaming

Ray pun menyebutkan beberapa temuan penting dari studinya, yakni:

  • Dari prevalensinya, sekitar 72 persen ibu responden yang disurvei mengaku pernah menjadi korban mom shaming, terutama secara langsung dari keluarga, kerabat, dan lingkungan tempat tinggal.
  • Ibu yang mengalami mom shaming dua kali lebih besar berisiko terganggu pola pengasuhan anaknya.
  • Peran media sosial sebagai sumber mom shaming justru hanya berkontribusi 6 persen.
  • Ibu Rumah Tangga 6 kali lebih berisiko mengalami mom shaming.
  • Hanya 11 persen ibu Indonesia yang diwakili responden studi ini yang mendapatkan pertolongan tenaga konselor atau psikolog.
  • Sebanyak 65 persen ibu yang mengalami mom shaming merasa malu dan menarik diri dari interaksi sosial.

Proteksi bagi Ibu Kurang Optimal

Studi ini merupakan rangkaian penelitian dari kajian literatur, uji instrumen menggunakan Mott Children Hospital USA, University of Michigan kuesioner yang telah divalidasi dan mencakup lebih dari 800 ibu responden, dengan internal kepercayaan 95 persen. Sebelum survei studi ini telah melalui kajian sistematik review mendalam sejak Maret 2024.

HCC menyimpulkan bahwa tingginya prevalensi mom shaming ini menandakan bahwa wilayah proteksi ibu terkesan kurang optimal. Sebaliknya malah keluarga menjadi aktor perlakuan mom shaming sehingga perlu dimitigasi. Salah satunya dengan optimalkan edukasi dan narasi kritik pengasuhan menjadi berorientasi dukungan.

HCC juga mengingatkan pemerintah untuk meningkatkan cakupan tenaga konselor parenting dan psikolog di Puskesmas lebih merata.

Bila memungkinkan di tingkatkan peran kader posyandu dan tim pendamping keluarga untuk memiliki kompetensi konselor pengasuhan.

Infografis peranan penting orang tua dalam pengasuhan anak (parenting) Source: Kementerian Sosial Reublik Indonesia

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya