Generasi Ini Diramal Jadi Generasi Terkaya dalam Sejarah, tapi Dinilai Tak Bisa Mengelolanya

Generasi milenial digambarkan sebagai generasi yang malas dan suka berbelanja sembarangan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 01 Jul 2024, 21:41 WIB
ilustrasi Para generasi milenial harus mengetahui hal ini. Mereka yang masuk kategori generasi milenial disebut akan menjadi generasi terkaya dalam sejarah.

Liputan6.com, Jakarta Para generasi milenial harus mengetahui hal ini. Mereka yang masuk kategori generasi milenial disebut akan menjadi generasi terkaya dalam sejarah.

Menurut ramalan dari Konsultan Real Estate Global Knight Frank, adanya transfer kekayaan sebesar USD 90 triliun dalam 20 tahun ke depan kemungkinan besar akan menjadikan generasi milenial sebagai generasi terkaya dalam sejarah. 

Laporan tersebut menemukan bahwa kelompok yang disebut generasi diam (silent generation), yakni yang lahir antara tahun 1928 hingga 1945  dan generasi baby boomer  yang lahir antara tahun 1946 dan 1964  akan menyerahkan kendali dari sisi keuangan, bisnis dan lainnya kepada generasi milenial. Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1981 dan 1996.

Namun sayangnya, generasi milenial digambarkan sebagai generasi yang malas dan suka berbelanja sembarangan. Mereka lebih rela mengeluarkan uang untuk membeli roti bakar alpukat dibandingkan menabung untuk membeli rumah.

Jadi seberapa siapkah mereka dalam mengelola aliran pendapatan yang sangat besar dari generasi sebelumnya?

“Generasi milenial sangat tidak siap… mereka tidak sebaik generasi yang meraih kekayaannya sendiri,” ujar Salvatore Buscemi, Salah satu pendiri dan mitra pengelola kantor multi-keluarga Brahmin Partners mengutip CNBC, Senin (1/7/2024).

Pada saat generasi milenial mewarisi kekayaan ini, mereka akan berusia 40 tahuna dan dinilai kemungkinan belum memiliki bakat untuk memulai bisnis sendiri atau berinvestasi.

“Mereka tidak memiliki keahlian untuk melakukan hal tersebut karena mereka tidak pernah harus melakukannya – mereka tidak pernah didorong,” katanya.

“Dan masalahnya adalah – apakah mereka akan termotivasi di kemudian hari untuk mendorong diri mereka sendiri memperoleh keahlian ini?,” tanya Buscemi, seraya menambahkan bahwa sifat manusia menunjukkan bahwa orang cenderung tidak mau mempelajari keterampilan baru seiring bertambahnya usia.

 


Hanya Fokus Jangka Pendek

Generasi Milenial Tidak Menyadari Bahwa Masalah Kesehatan Tengah Mengintai Mereka Gara-gara Kebiasaan Buruk yang Mereka Kerjakan (Ilustrasi/iStockphoto)

Generasi milenial cenderung fokus pada tujuan jangka pendek. Sementara generasi sebelumnya lebih fokus menabung untuk hal-hal penting seperti membangun keluarga dan pensiun, menurut para ahli.

Meskipun generasi milenial pernah mengalami krisis keuangan global pada tahun 2008, mereka “lebih jauh” dari merasakan kesengsaraan Perang Dunia II dan dampaknya.Hal yang turut membentuk pola pikir orang tua mereka terhadap uang. Ini tertunga dalam laporan RBC Wealth Management.

Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan perusahaan jasa keuangan LendingClub, generasi milenial adalah generasi yang paling mungkin hidup dari gaji ke gaji, karena “generasi sandwich” ini perlu menghidupi orang tua yang menua dan anak-anak mereka sendiri.


Beda Pewaris Dibandingkan yang Membangun Kekayaan Sendiri

Terlalu Asyik dengan Ponselnya, Membuat Generasi Milenial Jadi Malas Bergerak. Alhasil, Mereka Dihantui Obesitas (iStockphoto)

Terdapat juga perbedaan antara orang yang memperoleh kekayaan dan orang yang mewarisi kekayaan, sehingga membuat pihak yang mewarisi kekayaan berada pada posisi yang dirugikan dalam hal mengelola kekayaan atau mengatasi kerugiannya.

“Orang-orang yang telah memperoleh kekayaannya memiliki locus of control internal yang kuat,” kata Psikoterapis klinis Paul Hokemeyer.

Dia menambahkan bahwa individu yang membangun kekayaan yakin akan kemampuan dan kapasitas untuk memperoleh kekayaan itu lagi jika kehilangan kekayaannya.

Mereka yang mewarisi hartanya akan semakin tidak aman. “Mereka tahu bahwa mereka bisa bertahan hidup di kebun binatang, tapi tidak yakin dengan kemampuan mereka untuk bertahan hidup di hutan,” kata Hokemeyer.

Namun, psikoterapis tersebut mengamati bahwa generasi milenial cenderung lebih bijak mengenai kekuatan yang melekat dalam kekayaan.

Dan lebih memandang uang sebagai pengelola yang “menggunakannya untuk memperbaiki dunia yang mereka rasa merupakan hak istimewa untuk berada di dalamnya.”

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya