Bukan Pajak, Menkes Beber Penyebab Harga Obat di Indonesia Lebih Mahal Lima Kali Lipat dari Malaysia

Menkes mengatakan mahalnya harga obat di Indonesia, tidak serta merta disebabkan oleh pajak, melainkan ada inefisiensi perdagangan.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 02 Jul 2024, 13:09 WIB
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan upaya mencegah stunting bukan hanya fokus pada pemenuhan gizi balita tapi juga ibu hamil. Hal ini ia sampaikan saat peringatan Hari Gizi Nasional pada Minggu, 28 Januari 2024 di Jakarta. (Foto Dok Kemenkes)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin membeber penyebab harga obat-obatan di Indonesia bisa tiga hingga lima kali lebih mahal dari Malaysia. Salah satunya karena inefisiensi perdagangan.

"Tadi disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu tiga kali, tiga kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya. 300 persen kan, 500 persen," kata Budi Sadikin di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Menkes mengatakan mahalnya harga obat di Indonesia, tidak serta merta disebabkan oleh pajak, melainkan ada inefisiensi perdagangan.

"Pajak kan gampangnya paling berapa, pajak kan 20 persen, 30 persen, nggak mungkin, bagaimana menjelaskan bedanya 300 persen, 500 persen. Sesudah kita lihat ada itu tadi, inefisiensi dalam perdagangannya, jual belinya, banyaklah masalah tata kelola, pembeliannya," ujarnya,

Oleh karena itu, lanjut Menkes, perlu ada tata kelola lebih transparan untuk mencari kombinasi yang semurah mungkin bagi pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.

Menkes Budi Gunadi Sadikin juga akan berbicara dengan produsen alat kesehatan dalam negeri serta asosiasi farmasi untuk mencari solusi.

Presiden Joko Widodo meminta jajaran anggota kabinet memastikan harga alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan dapat ditekan turun agar setara dengan negara-negara lain.

"Beliau minta harga alkes dan obat itu sama dong dengan negara-negara tetangga. Kan kita harga alkes dan obat mahal," kata Menkes.

Budi menyampaikan Presiden juga berpesan agar industri alat kesehatan dan obat-obatan dalam negeri dapat dibangun agar lebih tangguh, terutama jika terjadi pandemi kembali di masa-masa mendatang.

"Jadi tadi dibahas satu-satu kenapa obat dan alkes tinggi. Kami kasih masukan mungkin dari sisi jalur perdagangan kita ada inefisiensi dan tata kelola perlu lebih transparan dan terbuka, sehingga tidak ada peningkatan harga yang tidak perlu dalam pembelian alkes dan obat," jelasnya.


Bahan Baku dari Luar Negeri

Ilustrasi vitamin atau Obat. Foto Unsplash/Adam Nieścioruk

Sebelumnya, Ketua Komite Eksekutif International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) Luthfi Mardiansyah mengatakan, obat-obatan di Indonesia mahal disebabkan 90 persen bahan baku obat masih harus didatangkan dari luar negeri.

"Ada persepsi di masyarakat kalau harga obat mahal karena ada biaya tambahan. Menurut kami bukan. Obat mahal karena bahan bakunya 90 persen masih impor," ujar Luthfi, Selasa 20 Januari 2024.

Kemudian, lanjut dia, alasan lainnya ialah nilai tukar rupiah dengan mata uang asing yang masih belum stabil.

Dia mengatakan, hal ini bahkan menyebabkan pihak pelaku industri farmasi tidak mampu menyiapkan stok bahan baku untuk dua tahun ke depan.

"Kita tidak bisa beli stok bahan baku untuk dua tahun ke depan. Kalau kita beli dengan harga sekarang dua tahun kemudian bisa berubah, karena rupiah masih gonjang- ganjing," kata dia.

Kendati demikian, menurut Luthfi, keberadaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) membantu masyarakat mendapatkan obat dengan harga lebih murah dari pasaran. Di samping itu, JKN juga berpengaruh meningkatkan pasar farmasi terutama kebutuhan masyarakat pada obat berkualitas dan inovatif. "Harga obat di JKN, 40 persen lebih rendah dari di pasaran," pungkas dia.

Infografis 69 Obat Sirup Dicabut Izin Edarnya (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya