Indonesia Diskusi Bareng Taliban di Pertemuan Doha III, Cari Solusi Akhiri Krisis Multidimensi Rakyat Afghanistan

Menlu Retno Marsudi mengatakan bahwa kehadiran Taliban pada pertemuan tersebut bukanlah sebuah pengakuan terhadap kelompok yang saat ini memimpin Afghanistan.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 02 Jul 2024, 15:32 WIB
Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI (kredit: Kemlu.go.id)

Liputan6.com, Doha - Untuk pertama kalinya, otoritas de facto atau de facto authority (DFA) di Afghanistan, yaitu Taliban hadir dalam pertemuan Doha pada Senin 1 Juli 2024. Sejatinya ini adalah Pertemuan ke-3 Para Utusan Khusus untuk Afghanistan atau the 3rd Meeting of Special Envoys on Afghanistan atau kita sebut Doha III.

Pertemuan Doha I diselenggarakan pada Mei 2023 dan Doha II pada Februari 2024. Dalam pertemuan-pertemuan pertama-kedua, Indonesia juga diundang dan hadir dalam pertemuan.

Pertemuan yang diinisiasi oleh Sekjen PBB dan dituanrumahi oleh Qatar membahas tindak lanjut independent assessment Sekjen PBB mengenai Afghanistan guna membantu rakyat Afghanistan keluar dari krisis multidimensi yang saat ini tengah dihadapi.

Menlu Retno Marsudi mengatakan bahwa kehadiran Taliban pada pertemuan tersebut bukanlah sebuah pengakuan terhadap kelompok yang saat ini memimpin Afghanistan.

"Perlu saya tekankan bahwa partisipasi DFA pada Doha III sama sekali tidak terkait dengan isu pengakuan terhadap DFA dari Komunitas Internasional, melainkan merupakan sebuah upaya agar dialog inklusif dengan semua stakeholders di Afghanistan termasuk dengan DFA dapat dilakukan, termasuk dialog terkait hak-hak perempuan dalam konteks pendidikan dan pekerjaan," ujar Menlu Retno seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (2//7/2024).

Pertemuan Doha III dipimpin oleh Under-Secretary General for Political and Peacebuilding Affairs PBB, Rosemary DiCarlo dan dihadiri oleh otoritas de facto (DFA) di Afghanistan yaitu Taliban dan wakil dari 25 negara, antara lain Amerika Serikat, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Korea Selatan, India, China, Jerman, Tajikistan, Uzbekistan, Kanada, Norwegia, Rusia, Turki, Qatar, UAE, Saudi Arabia serta juga dihadiri oleh sejumlah organisasi internasional, antara lain PBB, Uni Eropa, OKI, dan Asian Development Bank.

Selain tukar pandangan mengenai isu yang sifatnya lebih umum, pertemuan Doha III ini membahas dua topik utama, yaitu Enabling the Private Sector, banyak bicara mengenai masalah ekonomi; dan Counter Narcotics: Sustaining Progress Made.

 


Pertemuan yang Juga Dihadiri Taliban Berlangsung Terbuka

Ilustrasi delegasi Taliban. (KARIM JAAFAR/AFP)

Pertemuan berlangsung dengan sangat terbuka dan konstruktif. Para delegasi menyampaikan komitmen untuk menjadikan kepentingan rakyat Afghanistan sebagai fokus kerja sama.

Beberapa hal yang mengemuka dalam Pertemuan, antara lain bahwa pertemuan menyadari adanya beberapa kemajuan di Afghanistan, misalnya terkait dengan masalah keamanan.

Pertemuan juga mengapresiasi kebijakan "poppy ban" atau lengkapnya larangan menanam opium di Afghanistan. Kebijakan ini telah menurunkan 95% cultivation of opium di Afghanistan.

"Kita tahu bahwa tantangan dari kebijakan ini adalah bagaimana menyiapkan mata pencarian alternatif bagi para petani yang sebelumnya menanam opium. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi harus dipersiapkan sehingga para petani tidak kembali menanam opium atau melakukan kegiatan illicit drugs trafficking," jelas Menlu Retno Marsudi di Pertemuan Doha III.

 


Ekonomi di Afghanistan dan Kerja Sama dengan Indonesia

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi. (Dok. Kemlu RI)

Adapun diskusi pada Sesi I yaitu mengenai Enabling Private Sector dibahas secara dalam dengan presentasi dari Bank Dunia dan Wakil dari DFA. Isu mengenai banking system banyak dibahas, terutama terkait sanksi yang ada saat ini.

Menlu Retno Marsudi kemudian angkat bicara soal ekonomi di Afghanistan.

"Pertama, bahwa ekonomi berarti rakyat, sehingga inclusive economy yang melibatkan perempuan harus menjadi bagian dalam membangun ekonomi Afghanistan. Masalah perempuan ini selalu saya bawakan dalam tiap isu yang kita bahas. Dalam Sesi I, saya juga menyampaikan bahwa membangun kembali kepercayaan menjadi sangat penting sekali dalam sistem perbankan, ujar Menlu Retno Marsudi dalam pernyataannya atas nama Indonesia.

Hal kedua yang saya sampaikan, sambung Menlu Retno, adalah mengenai pentingnya membangun enabling environment bagi tumbuhnya private sector yang inklusif. "Kembali saya tekankan mengenai pentingnya inclusivity,"" tegasnya.

Menlu Retno kemudian membahas sejumlah kerja sama yang sudah dilakukan sejauh ini antara Indonesia dan Afghanistan.

"Saya sampaikan beberapa hal yang telah dilakukan Indonesia dengan Afghanistan, misalnya kerja sama dengan UNAMA di bidang financial inclusion dengan mengembangkan Sharia Microfinance Business Model. Kemudian kerja sama pengembangan sharia banking," paparnya.

Menlu Retno mengatakan, komunikasi saat ini terus berjalan dan sebagai catatan, Bank Dunia dalam presentasinya secara khusus menyebut Indonesia sebagai negara yang dapat memberikan kontribusi dalam hal ini.

"Kemudian, hal lain yang saya sampaikan adalah mengenai kita siap untuk menyambungkan kontak antara para enterpreneurs perempuan Indonesia dengan Afghanistan," jelasnya.

Hal lain yang disampaikan dalam Sesi I atas nama Indonesia adalah mengenai pentingnya awareness mengenai rezim sanksi secara benar untuk menghindari dampak yang tidak perlu bagi ekonomi Afghanistan.

"Dan statement saya tutup dengan usulan untuk membentuk Working Group yang khusus membahas kerja sama ekonomi dengan lebih konkret dan melibatkan stakeholders terkait guna memberikan kontribusi bagi kerja sama ekonomi," tukasnya.


3 Poin Penting Isu Drugs/Narkoba di Afghanistan

Bendera Afghanistan (Sumber: Wikimedia Commons)

Perihal counter-narcotic di Sesi II Pertemuan Doha III, Menlu Retno mengatakan bahwa isu drugs atau Narkoba tidak hanya mengkhawatirkan bagi Afghanistan, tapi juga isu yang akan memberikan dampak pada kawasan dan dunia.

"Kita perlu mengapresiasi kebijakan poppy ban. Pertanyaannya adalah bentuk dukungan apa yang dapat diberikan oleh masyarakat internasional sehingga kebijakan ini dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Afghanistan.

Menlu Retno kemudian menyampaikan tiga hal penting untuk dilakukan terkait isu drugs tersebut.

"Pertama, rehabilitasi bagi pengguna drugs. Kita prihatin karena cukup signifikan jumlah pengguna obat-obatan ini yang datang dari generasi muda Afghanistan. Dan masa depan Afghanistan akan suram jika upaya rehabilitasi tidak berhasil," tutur Menlu Retno.

"Saya tekankan pentingnya pendekatan inklusif dan kebijakan treatment yang setara, di mana para korban perempuan dapat memperoleh perlakuan yang setara. Dalam konteks ini, Indonesia siap membantu upaya rehabilitasi dan program reintegrasi ke masyarakat," imbuhnya.

Hal kedua yang saya sampaikan, sambungnya, pentingnya menyediakan alternative sources bagi kehidupan masyarakat Afghanistan.

Dalam konteks ini, jelas Menlu Retno, kemampuan ekonomi komunitas harus diperkuat. Ini terkait dengan diskusi sebelumnya mengenai masalah enabling private sector, atau kerja sama ekonomi.

"Indonesia berkomitmen untuk menyiapkan alternative livelihood untuk 2.000 households di Distrik Chaparhar di Provinsi Nangarhar, melalui dukungan untuk agronomic practices yang berdampak bagi lebih dari 14.000 rakyat Afghanistan. Indonesia juga mendorong negara-negara yang memiliki kesamaan karakter tanah dan cuaca, untuk dapat membantu rakyat Afghanistan dalam identifikasi tanaman yang cocok untuk dikembangkan," jelasnya.

Yang ketiga, lanjut Menlu Retno, mengenai law enforcement.

"Saya sampaikan bahwa walaupun poppy ban telah dilakukan, namun masih terdapat kegiatan illicit drugs trafficking dan situasinya cukup mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kerja sama untuk law enforcement, terutama dengan negara tetangga menjadi sangat penting artinya," pungkas Menlu Retno.

 

 

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya