Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meresmikan dua pusat peribadatan milik PT Ceria Nugraha Indotama di Proyek Strategis Nasional (PSN) Smelter Merah Putih, yakni Masjid Agung Al Fath Ceria dan Masjid An Naml Ceria.
Peresmian ini dilakukan dalam rangka kunjungan kerja di lokasi PSN Smelter Merah Putih di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara pada Senin (1/7/2024) dan Selasa (2/7/2024).
Advertisement
"Saya sangat mengapresiasi PT Ceria Nugraha Indotama atas prakarsanya membangun pusat peribadatan ini," kata Arifin dalam keterangan tertulis, Rabu (3/7/2024).
General Manager (GM) Site Operations PT Ceria Nugraha Indotama, Wahyu Maradona menjelaskan, pusat peribadatan ini didedikasikan untuk mendukung kesuksesan PSN smelter Merah Putih PT Ceria Nugraha Indotama, baik pada aspek keagamaan, spiritual maupun nilai-nilai Environment, Social dan Governance (ESG).
"Kedua Masjid ini adalah ungkapan rasa syukur dalam melewati proses perjalanan panjang, terjal penuh tantangan yang telah dilalui. Sehingga PT Ceria Nugraha Indotama dapat terus berikhtiar sampai hari ini dan Insya Allah berkelanjutan ke depan," ungkapnya.
Masjid An Naml Ceria jadi masjid pertama yang berdiri di wilayah IUP PT Ceria Nugraha Indotama, dibangun pada 2021 di atas lahan seluas 143 meter persegi dan mulai difungsikan pada 2022 dengan kapasitas 100 jamaah.
Arti Nama
Wahyu mengatakan, nama An Naml diambil dari Surah ke-27 dalam Kitab Suci Al Quran yang berarti semut. Surah An Naml ini mengajarkan kepada manusia untuk dapat mengambil hikmah dari kehidupan semut.
"Allah SWT dalam surah ini juga mengingatkan kepada manusia agar mencukupkan kebutuhan sehari-hari dalam berusaha dan mementingkan kemaslahatan bersama. Inilah yang menjadi salah satu tujuan dan pedoman utama insan Ceria dalam mengimplementasikan visi dan misi," bebernya.
Sementara Masjid Agung Al Fath Ceria yang merupakan masjid kedua dibangun mulai Desember 2021 dan selesai pada April 2023 dengan luas bangunan 638 meter persegi. Masjid ini berkapasitas 600 jamaah dan mulai digunakan secara aktif pada April 2023.
Adapun makna Al Fath diambil dalam salah satu surat di Al Qur'an yang berarti Kemenangan. Makna filosofis ini coba diadopsi untuk menggenjot operasional smelter Merah Putih.
"Ceria telah melalui perjalanan yang panjang, terjal, penuh tantangan namun dengan terus berikhtiar, istiqomah mengamalkan hikmah serta pelajaran dalam ayat-ayat dalam surah Al Fath ini," pungkasnya.
Advertisement
Smelter Freeport di Gresik Beroperasi, Indonesia Untung Besar
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional melalui hilirisasi industri, dan tembaga menjadi salah satu fokus utama. Dalam rangka mendukung kebijakan ini, peran off-takers domestik, termasuk pengguna bahan baku tembaga, menjadi sangat penting dalam proyek Smelter Freeport ini.
Saat ini, Indonesia masih mengandalkan impor produk hilirisasi tembaga seperti copper tube, copper tape, evaporator tembaga, dan komponen-komponen EV seperti kabel, inverter, dan baterai.
Kehadiran Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik diharapkan menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mendorong hilirisasi industri.
Smelter PTFI merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia, dengan kapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Proyek senilai Rp58 triliun ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan konstruksi dalam negeri, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan dan multiplier effects bagi masyarakat Gresik.
Bersama dengan smelter PT Smelting, Smelter PTFI mampu memurnikan 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun, menghasilkan 600.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak. Keberadaan smelter ini memungkinkan seluruh konsentrat tembaga PTFI diolah dan dimurnikan di dalam negeri, termasuk lumpur anoda dari PT Smelting.
Manfaat Ekonomi dan Ketahanan Nasional
Dengan beroperasinya smelter ini, Indonesia diproyeksikan mampu meningkatkan ekspor tembaga, memperkuat nilai tukar rupiah, dan mencapai kemandirian industri. Hal ini sejalan dengan strategi "natural hedging" pemerintah untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Di samping itu, integrasi dari hulu ke hilir dalam proses produksi tembaga ini menghasilkan royalti yang signifikan bagi negara, baik dari emas maupun perak.
Advertisement