Liputan6.com, Jakarta - Supernova sering digambarkan sebagai peristiwa kosmik kiamat bagi bumi. Ledakan masih dari bintang yang sekarat ini diklaim dapat menghancurkan bumi.
Faktanya, keamanan bumi dari ledakan supernova bergantung pada dua faktor utama yakni jarak dan jenis supernova. Semakin jauh supernova terjadi, semakin kecil efeknya pada Bumi.
Melansir laman IFL Science pada Rabu (03/07/2024), para ilmuwan memperkirakan bahwa ledakan supernova yang berjarak lebih dari 150 tahun cahaya dari Bumi tidak akan membahayakan planet kita. Di sisi lain, supernova yang terjadi kurang dari 50 tahun cahaya berpotensi menimbulkan efek serius.
Baca Juga
Advertisement
Ledakan supernova kurang dari 50 tahun cahaya dapat memancarkan radiasi ultraviolet yang kuat. Paparan radiasi kosmik dapat menipiskan atau bahkan menghancurkan lapisan ozon bumi, sehingga makhluk hidup tidak mendapatkan pelindungan dari paparan UV.
Ledakan supernova dapat memicu perubahan iklim global, seperti pendinginan atau pemanasan ekstrem, yang berakibat fatal bagi ekosistem. Selain jarak, jenis supernova juga menentukan tingkat bahayanya bagi Bumi.
Ada dua jenis utama supernova yakni ledakan katai putih yang umumnya tidak mengancam Bumi karena tidak memancarkan semburan sinar gamma yang kuat. Sementara, supernova katai merah menghasilkan ledakan masif yang menghasilkan semburan sinar gamma yang dahsyat.
Hal dapat menimbulkan efek destruktif di Bumi jika terjadi cukup dekat.
Tidak Ada Bintang Lebih Dekat dari Bumi
Hingga saat ini para astronom belum menemukan bintang yang lebih dekat dengan bumi selain matahari. Jika ada, para ilmuwan menyebut bintang-bintang tersebut tidak memiliki massa yang besar.
Hal ini membuat kecil kemungkinan bintang-bintang di sekitar Bumi dapat menghasilkan ledakan yang masif. Para ilmuwan terus memantau langit untuk mencari tanda-tanda supernova yang berpotensi mengancam.
Dengan teknologi observasi yang semakin canggih, kita dapat lebih memahami bahaya supernova dan mengembangkan sistem peringatan dini untuk melindungi Bumi dari potensi bencana kosmik ini.
Pada 2024 ini, manusia dapat melihat ledakan supernova dengan mata telanjang. Bintang T Coronae Borealis berada di belahan Bumi Utara dan berjarak 3.000 tahun cahaya dari Bumi.
Melansir laman NASA pada Rabu (03/07/2024), bintang dengan julukan Blaze Star ini akan bersinar secara signifikan hingga mencapai 2 magnitudo, sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang pada September 2024 nanti.
Kecerahan bintang T Coronae Borealis akan mencapai titik yang sama dengan bintang paling terang ke-48 di langit malam, Polaris. Bintang ini akan menerangi konstelasi Corona Borealis, tempatnya berasal.
Ledakan bintang pada 2014 ini bukanlah ledakan pertamanya. Ledakan pertama bintang T Coronae Borealis diketahui didokumentasikan oleh Abbott Burchard pada 1217.
Catatan terakhir menyebutkan bahwa bintang ini meledak pada 1946. Bintang T Coronae Borealis memiliki siklus ledakan 80 tahunan, artinya bintang ini meledak setiap 80 tahun waktu bumi.
Ledakan bintang T Coronae Borealis merupakan fenomena astronomi langka. Fenomena ini terjadi saat bintang katai putih runtuh, yang memiliki ukuran sebanding dengan Matahari, dan bintang raksasa merah, yang mendekati akhir masa hidupnya dan mengembang hingga sekitar 74 kali ukuran Matahari.
Suhu permukaan bintang raksasa merah meningkat secara signifikan dari sekitar 4.000 hingga 5.800 derajat Fahrenheit menjadi 360.000 derajat Fahrenheit sebagai akibat dari kedekatan ini. Hal ini mendorong T Coronae Borealis untuk melepaskan lapisan luarnya dari permukaan katai putih.
Puncak materi raksasa merah ini memicu ledakan nuklir yang menghasilkan jumlah energi hingga 100.000 kali lebih banyak daripada yang dihasilkan oleh matahari setiap tahunnya. Ledakan nova seperti T Coronae Borealis tidak menghancurkan sistem bintang seperti supernova yang melenyapkannya.
Sebaliknya, bintang mendingin ke suhu semula dan memulai kembali siklusnya. Ledakan bintang khusus ini unik karena tampilannya yang singkat tetapi intens, menyelesaikan siklusnya hanya dalam waktu seminggu.
NASA mengantisipasi bahwa puncak kecerahan nova akan memungkinkannya terlihat dengan mata telanjang selama beberapa hari.
(Tifani)
Advertisement