Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan melaporkan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Suharyono ke Propam Polri terkait dugaan pelanggaran etik dalam menangani kasus kematian siswa inisial Afif Maulana (13), yang diduga dianiaya anggota polisi.
Surat Pengaduan Propam itu teregister dengan nomor SPSP2/002933/VII/2024/BAGYANDUAN tertanggal 3 Juli 2024.
Advertisement
Kepala Divisi Hukum KontraS, Andrie Yunus menyampaikan, Polda Sumbar serta Polresta Padang dinilai tidak profesional dalam menjalankan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan terhadap remaja dan anak, termasuk almarhum Afif.
"Pada agenda hari ini kami baru saja melaporkan dugaan pelanggar kode etik yang dilakukan oleh Kapolda Sumbar, oleh Kasat Reskrim Polresta Padang dan satu Kanit Jatanras dari satuan reserse Polresta Padang," tutur Andrie di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (3/7/2024).
Menurutnya, pihaknya juga akan meminta pengawasan insidental kepada Kepala Biro Pengawasan Penyidik (Karowasidik) Mabes Polri terkait dugaan penganiayaan oleh anggota polisi di Padang.
Lebih lanjut, Polda Sumbar seharusnya melakukan investigasi mendalam terkait kematian Afif, bukan malah sibuk mencari pihak yang memviralkan kasus tersebut.
"Satu sisi, kami bersama rekan rekan dari LBH Padang mendorong utk dilakukan investigasi dan penyidikan mendalam itu sebagai pengantar dulu," kata Andrie.
Penjelasan Kapolda
Afif Maulana, bocah SMP yang ditemukan tak bernyawa di bawah jembatan, disebut polisi tewas karena melompat bukan karena penganiayaan polisi. Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono mengatakan, temuan itu berdasarkan hasil penyelidikan polisi.
Suharyono mengemukakan hal itu di Padang, Minggu (30/6/2024), saat mengungkapkan hasil penyelidikan kasus tewasnya siswa SMP di Kuranji, kota setempat yang telah dilakukan aparat kepolisian.
Suharyono didampingi oleh para pejabat utama serta Wakapolresta Padang AKBP Rully Indra Wijayanto. Ia mengatakan kesimpulan tersebut sudah berdasarkan keterangan 49 saksi yang diperiksa pihaknya, pemeriksaan tempat kejadian perkara, serta berdasarkan hasil visum dan autopsi terhadap korban atas nama Afif Maulana.
Dirinya juga menyebutkan 49 saksi itu terdiri dari personel Sabhara Polda Sumbar yang melaksanakan tugas pencegahan tawuran pada saat kejadian, saksi umum, serta teman korban sebagai saksi kunci.
Saksi kunci berinisial A adalah teman yang berboncengan sepeda motor dengan korban saat kejadian pada Minggu (9/6), A berperan sebagai orang yang membonceng.
Tepat ketika berada di atas jembatan Kuranji, korban dan saksi A terjatuh. Korban mengajak saksi A untuk melompat dari jembatan namun ditolak oleh A.
"Saksi kunci A menolak ajakan korban untuk melompat dari jembatan dan lebih memilih untuk menyerahkan diri ke Polisi, ini sesuai dengan keterangan saksi A," katanya.
Selain itu, lanjutnya, A juga tercatat dua kali menyampaikan kepada Polisi bahwa temannya melompat dari jembatan yang tingginya mencapai 12 meter.
Pertama disampaikan saat ia diamankan oleh Personel Sabhara di atas Jembatan Kuranji, yang kedua disampaikannya saat telah dikumpulkan di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Kuranji bersama pelaku tawuran lain.
Namun informasi itu tidak digubris oleh Personel Sabhara karena Polisi tidak percaya ada yang nekad melompat dari ketinggian kurang lebih 12 meter itu, personel juga fokus mengamankan pelaku lain serta barang bukti senjata tajam dari lokasi.
"Keterangan dari saksi A itu telah membantah narasi yang berkembangan bahwa Afif tewas karena dianiaya oleh Polisi kemudian dibuang ke bawah jembatan Kuranji, itu tidak benar," jelasnya.
Suharyono menegaskan keterangan yang ia sampaikan adalah fakta hukum dari pemeriksaan keterangan-keterangan saksi, bukan asumsi atau tudingan-tudingan belaka.
Advertisement
Otopsi
Berdasarkan hasil otopsi diketahui korban mengalami patah tulang iga sebanyak enam buah yang kemudian menusuk paru-paru hingga korban tewas.
Ia mengatakan dari fakta-fakta yang telah diuraikan di atas maka pihaknya menarik kesimpulan bahwa korban meninggal dunia setelah melompat sendiri dari jembatan demi menghindari kejaran Polisi, sehingga tidak ada unsur tindak pidana di sana.
"Itu kesimpulan sementara dari hasil penyelidikan kami, jika memang nanti ada pihak yang mengajukan bukti serta bukti baru akan kami tampung dan penyelidikan dibuka kembali," katanya.
Pada bagian lain, bersamaan dengan peristiwa itu 17 personel Sabhata Polda Sumbar diperiksa oleh Propam Polda berkaitan dengan tindakan mereka terhadap 18 pelaku tawuran yang telah dikumpulkan di Kantor Polsek Kuranji.
"Jadi 17 personel diperiksa atas tindakan mereka kepada 18 pelaku tawuran yang diamankan di Kantor Polsek Kuranji, bukan terhadap korban Afif Maulana. Itu dua TKP (Tempat Kejadian Perkara) yang berbeda sekalipun waktu dan lokasinya berdekatan," jelasnya.