Liputan6.com, Teheran - Iran masuk putaran kedua pemilihan presiden atau pilpres yang berlangsung ketat. Rakyat Iran direncanakan akan memberikan suara pada Jumat (5/7/2024).
Laporan VOA Indonesia menyebut, pemungutan suara Pilpres Iran putara kedua pada hari Jumat akan menjadi perlombaan yang ketat antara anggota parlemen Massoud Pezeshkian, satu-satunya calon moderat dari empat kandidat, melawan mantan anggota Garda Revolusi, Saeed Jalili.
Advertisement
Adapun Pemilu Iran ini ditujukan untuk memilih pengganti Presiden Ebrahim Raisi, yang meninggal dalam sebuah kecelakaan helikopter pada Mei.
Lebih dari 60 persen pemilih tidak memberikan suaranya pada pemilu 28 Juni, sebuah penurunan bersejarah yang oleh para kritikus pemerintah dilihat sebagai mosi tidak percaya terhadap Republik Islam itu.
Seiring keunggulan tipis Pezeshkian, seorang pemilih, Sona Imani yang tidak memberikan suara di putaran pertama, mengatakan bahwa saat ini dia merasa harus membuat perubahan.
“Ya, saya akan berpartisipasi dalam putaran kedua. Alasannya adalah karena kami saat ini lebih dekat pada apa yang kami inginkan, dan kami sebagai pemrotes pemerintah, sebaiknya bersatu. Di putaran pertama kami masih memiliki keberatan dan karena itu kami tidak berpartisipasi,” ujar Sona Imani.
Kabarnya lembaga ulama membutuhkan jumlah pemilih yang tinggi untuk kredibilitas mereka, khususnya saat negara itu menghadapi ketegangan regional terkait perang antara Israel dan sekutu Iran, Hamas di Gaza, dan meningkatnya tekanan Barat atas program nuklir mereka yang meningkat pesat.
Presiden Baru Iran Tak Akan Mengantarkan Kebijakan Besar Apapun
Presiden terpilih nantinya tidak diperkirakan akan mengantarkan kebijakan besar apapun yang mengubah program nuklir Iran atau dukungan bagi kelompok milisi di seluruh Timur Tengah, karena Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei berwenang membuat keputusan pada semua masalah utama negara.
Meski begitu, seorang presiden dapat mempengaruhi nada kebijakan domestik dan luar negeri Iran.
Karena Khamenei telah berusia 85 tahun, presiden mendatang juga akan terlibat dekat dalam memilih pemimpin tertinggi selanjutnya. Dan orang dalam mengatakan bahwa Khamenei lebih menyukai presiden yang setia dan patuh, yang bisa memastikan suksesi berjalan mulus kepada penggantinya.
Advertisement
Massoud Pezeshkian Satu-satunya Capres Moderat Unggul Tipis Pilpres Iran, Bakal Ada Putaran Kedua?
Iran telah menggelar pemilihan presiden atau pilpres untuk mencari pengganti Ebrahim Raisi, sang pemimpin yang meninggal akibat kecelakaan helikopter.
Mengutip laporan VOA Indonesia, Minggu (30/6/2024), sejauh ini kandidat pilpres Iran beraliran moderat yang bersahaja memimpin penghitungan suara dalam pemilihan presiden (pilpres) Iran di antara empat kandidat yang setia kepada pemimpin tertinggi dan sangat dikontrol, di tengah meningkatnya rasa frustrasi publik dan tekanan Barat.
Dengan lebih dari 3,8 juta surat suara dari pilpres pada Jumat (28/6) yang telah dihitung sejauh ini, Massoud Pezeshkian meraup lebih dari 1.595.000 suara. Sementara penantangnya, mantan perunding nuklir Saeed Jalili yang bergaris keras, memperoleh sekitar 1.594.000 suara.
Hasil perhitungan sementara itu diungkapkan oleh pejabat Kementerian Dalam Negeri Mohsen Eslami kepada TV pemerintah pada Sabtu (29/6) pagi.
Meskipun beberapa orang dalam mengatakan jumlah pemilih sekitar 40 persen, lebih rendah dari perkiraan para penguasa Iran, para saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa tempat pemungutan suara di Teheran dan beberapa kota lainnya tidak ramai.
Kantor berita Iran Tasnim mengatakan pemilihan putaran kedua "sangat mungkin" untuk memilih presiden berikutnya setelah kematian Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter.
Pemilu tersebut bertepatan dengan meningkatnya ketegangan regional akibat perang antara Israel dan sekutu Iran, gerakan Hamas, di Gaza dan Hizbullah di Lebanon, serta meningkatnya tekanan Barat terhadap Iran atas program nuklirnya yang berkembang pesat.
Peluang Pezeshkian Bergantung Pada Para Pemilih Reformis
Peluang Pezeshkian bergantung pada upaya menghidupkan kembali antusiasme para pemilih yang berpikiran reformis, yang sebagian besar tidak ikut pemilu selama empat tahun terakhir karena mayoritas penduduk muda merasa kesal dengan pembatasan politik dan sosial. Dia juga bisa mendapatkan keuntungan dari kegagalan para pesaingnya dalam mengkonsolidasikan suara garis keras.
“Saya merasa Pezeshkian mewakili pemikiran tradisional dan liberal,” kata Pirouz, seorang arsitek berusia 45 tahun.
Pirouz mengatakan dia berencana memboikot pemungutan suara tersebut sampai dia mengetahui lebih banyak tentang rencana Pezeshkian.
Advertisement