Bagaimana Cara Membayar Utang Jika yang Diutangi Sudah Meninggal atau Sulit Ditemui? Simak di Sini!

Utang Wajib Dibayar, Ini Solusinya Jika yang Dihutangi Sudah Meninggal Dunia atau Sulit Ditemui Menurut Ajaran Islam.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 05 Jul 2024, 14:30 WIB
Ingin Bayar Utang pada Orang yang Sudah Tak Mungkin Ditemui, Bagaimana Solusinya? Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta - Membayar utang merupakan kewajiban yang harus dipenuhi bagi setiap orang yang memiliki hutang. Namun, jika terjadi situasi orang yang berhutang tidak dapat dihubungi, tidak dapat ditemui, atau bahkan sudah meninggal dunia, hal ini menimbulkan pertanyaan tersendiri.

Kitab Sirajut Thalibin karya ulama Nusantara, Syekh Ihasan Jampes menjelaskan bahwa menurut Imam Ghazali, seseorang harus mengembalikan harta yang dipinjam jika memungkinkan untuk dilakukan.

 فما كان في المال فيجب عليك أن ترده عليه إن أمكنك  

Artinya:

"Adapun dosa yang berkaitan dengan harta, maka engkau harus mengembalikannya kepada pemiliknya jika mungkin dilakukan," (Ihsan Muhammad Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr, tanpa tahun], halaman 161).

Tidak mengembalikan harta tersebut akan menimbulkan dosa, seperti yang dijelaskan oleh Dosen Fiqh Mu'amalah STAI Sidogiri, Ustaz Abdul Wahid Al-Faizin, yang mengatakan bahwa ini termasuk dalam dosa ghashab, yaitu mengambil harta orang tanpa hak.

Namun, jika orang yang berutang tidak mampu mengembalikan karena alasan tertentu, seperti ketiadaan harta atau kefakiran, dia harus mencari kerelaan dari pemberi pinjaman.

Jika orang tersebut tidak diketahui keberadaannya atau sudah meninggal dunia, Imam Al-Ghazali menyarankan untuk memberikan sedekah atas nama orang yang bersangkutan, jika memungkinkan untuk dilakukan.

Hal ini diungkapkan dalam penafsiran kitab Sirajut Thalibin (Ihsan Muhammad Dahlan Jampes, Beirut, Darul Fikr, halaman 161), sebagaimana dilaporkan NU Online pada Jumat, 5 Juli 2024.

 فإن عجزت عن ذلك لعدم وفقر فتستحل منه فإن عجزت عن ذلك لغيبة الرجل أو موته وأمكن التصدق عنه فافعل  

Artinya:

"Jika engkau tidak sanggup mengembalikan karena ketiadaan harta tersebut dan karena fakir tidak memiliki penggantinya, maka harus kamu meminta kerelaannya pada yang bersangkutan. Jika hal tersebut masih tidak sanggup kamu lakukan karena yang bersangkutan tidak diketahui keberadaannya atau karena dia sudah wafat, sedekahlah untuk yang bersangkutan jika mungkin."


Sedekah Diniati Mengganti Harta Orang yang Diutangi

Menurut Syekh Ihsan Jampes, sedekah yang dilakukan perlu diniati untuk mengganti harta yang menjadi tanggungan hak dari pemiliknya. Jadi, bukan sedekah atas nama dirinya sendiri.

Lebih lanjut, Ibnul Qayyim menjelaskan, mengapa perlu sedekah atas nama pemiliknya dengan mengatakan: 

 فَإِنْ تَعَذَّرَ ذَلِكَ، تَصَدَّقَ بِهِ عَنْهُ، فَإِنِ اخْتَارَ صَاحِبُ الْحَقِّ ثَوَابَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، كَانَ لَهُ. وَإِنْ أَبَى إِلَّا أَنْ يَأْخُذَ مِنْ ‌حَسَنَاتِ ‌الْقَابِضِ، اسْتَوْفَى مِنْهُ نَظِيرَ مَالِهِ، وَكَانَ ثَوَابُ الصَّدَقَةِ لِلْمُتَصَدِّقِ بِهَا، كَمَا ثَبَتَ عَنِ الصَّحَابَةِ رضي الله عنهم  

Artinya:

"Jika kamu kesulitan mengembalikan harta tersebut, maka sedekahlah atas nama pemiliknya. Jika kelak di hari kiamat memilih pahala sedekah tersebut, maka sedekah yang kamu lakukan atasnya pahalanya menjadi miliknya. Jika dia menolak dan menuntut pahala kebaikanmu yang mengambil hartanya, maka pahala sedekah tersebut akan mencukupi sebagai pengganti tuntutan hartanya dan pahala sedekah tersebut adalah milikmu yang telah bersedekah.  Hal ini sebagaimana yang ketetapan dari para sahabat Nabi," (Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Zadul Ma’ad, [Beirut, Mu’assasah Al-Risalah: 1996), jilid V, halaamn 690).  


Solusi Terakhir Bayar Utang pada Orang yang Sudah Meninggal

Jika hal di atas masih tidak mungkin dilakukan, maka solusi terakhir dari Imam Al-Ghazali adalah sebagai berikut: 

 وإن لم يمكن فعليك بتكثير حسناتك والرجوع إلى الله بالتضرع والابتهال أن يرضيه عنك يوم القيامة  

Artinya:

“Kalau itu pun tidak mungkin dilakukan, maka perbanyaklah berbuat baik dan memohonlah kepada Allah dengan kerendahan dan sepenuh hati agar di hari Kiamat kelak yang bersangkutan merelakan haknya yang ada padamu," (Ihsan,161).  


Setop Sepelekan Utang

Syekh Ihsan Jampes dengan tegas menguatkan pesan dari Imam Al-Ghazali mengenai pentingnya kebaikan dalam mengimbangi segala kezaliman yang mungkin terjadi terhadap hak harta seseorang.

Menurutnya, kebaikan haruslah berlimpah hingga melebihi kebutuhan untuk diletakkan pada timbangan yang menuntut hak-hak yang ada padamu. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya tanggung jawab terhadap hak-hak terkait harta di hari kiamat.

 حتى تفيض عنك وتوضع في موازين ارباب المظالم ... ولتكن كثرة حسناتك بقدر مظالمك  

Artinya:

"Perbanyaklah kebaikan sampai kebaikan tersebut meluap melebihi untuk diletakkan di timbangan para penuntut yang hartanya ada pada dirimu. Hendaklah kebaikanmu tersebut sebanyak dan sebanding dengan kezalimanmu," (Ihsan,161).  

Abdul Wahid menekankan pentingnya untuk selalu mengingat dan mencatat siapa yang menjadi kreditor kita, sebagaimana disarankan dalam surat Al-Baqarah ayat 282.

"Jika kita belum menemukan kreditor tersebut namun mengetahui jumlah utangnya, kita dapat melakukan sedekah dengan nominal yang sama atas nama pemberi utang. Jika kondisi keuangan tidak memungkinkan, minimal kita perlu meningkatkan kebaikan agar suatu saat dapat menutupi utang tersebut," tambahnya.

Infografis Para Pengutang BLBI yang Sudah Dipanggil (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya