Bahan Baku Kosmetik Lokal, di Antara Tuntutan Kemandirian dan Minimnya Kepercayaan Pengusaha Dalam Negeri

Dolar yang naik hingga pengalaman pahit sulitnya mendapatkan bahan baku impor di masa pandemi membuat kemandirian penyediaan bahan baku kosmetik lokal semakin mendesak.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 07 Jul 2024, 12:22 WIB
Pomegranate alias delima, salah satu bahan potensial dikembangkan sebagai bahan baku kosmetik lokal. (dok. John Vid/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Industri kosmetik lokal terus bergeliat. Indikasinya terlihat dari ribuan brand kosmetik lokal meramaikan pasar Indonesia. Namun, ada satu pekerjaan rumah besar yang masih mengganjal, yakni ketersediaan bahan baku kosmetik lokal yang masih belum stabil.

CEO Martha Tilaar Group sekaligus Heads Corporate Creative and Innovative Martha Tilaar Group, Kilala Tilaar menyebutkan 85--90 persen bahan baku yang dipakai di industri kosmetik lokal saat ini adalah hasil impor. Artinya, ketergantungan Indonesia terhadap asing sangat tinggi. Dengan meningkatnya nilai tukar dolar saat ini, kestabilan harga dipertaruhkan.

"Impact dolar ke bahan baku kosmetik luar biasa. Perusahaan kan rata-rata asumsinya nilai tukar rupiah itu di Rp15.500, tapi sekarang udah Rp16.500an... Ya kerasa (dampaknya). Dari Rp15.000 ke Rp15.500 aja terasa, naiknya kurang lebih 10 persenan lah. Kalau naik harga, apakah masyarakat masih bisa beli atau enggak?" ujar peraih gelar doktor dari Universitas Padjadjaran tersebut kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 4 Juli 2024.

Di sisi lain, Indonesia memiliki kekayaan bioversitas yang luar biasa. Menurut pria yang akrab disapa Kiki itu, ada 33 ribu spesies di Indonesia yang potensial dikembangkan sebagai bahan baku kosmetik, obat, dan aromatik natural. Tapi, yang digarap masih sangat minim. 

Martha Tilaar Group saja, sambung dia, baru menghasilkan 39 paten bahan baku kosmetik asli Indonesia yang bisa dipakai oleh perusahaan lokal lainnya. Itu pun masih menghadapi tantangan ketidakpercayaan pelaku usaha terhadap kualitas bahan baku yang dihasilkan petani Indonesia.

"Kita selalu mengalami yang namanya 'everything from the West is the best'. Padahal di Aceh, sampai ada perkampungan bule untuk mengumpulkan patchouli oil, dikirim ke luar, diolah sedikit, dijual lagi ke kita dengan harga mahal. Centela asiatica juga. Dikirim ke Korea, simplisianya hanya dijual Rp13 ribu per kg, dibalikin ke kita Rp345 ribu per kg," urainya.

"PR kita untuk yakinkan pelaku bisnis dan konsumen, mau enggak jadi bangsa maju?" imbuh Kiki.


Bahan Baku Alami Jadi Tren Kosmetik Dunia

Kilala Tilaar, CEO Martha Tilaar Group. (Foto: PR Hepi Inc/Martha Tilaar)

Dari sekian banyak bahan baku yang potensial untuk dikembangkan, Kiki menyebut Indonesia sangat memungkinkan memimpin pasar kosmetik dunia karena seluruhnya adalah berbasis alam. Itu penting mengingat preferensi konsumen akan kosmetik ke depan semakin menuntut produk berbahan alami.

"Kenapa kencang soal natural ingredient, karena orang pikir natural lebih baik dari sintetis. Demand ter-create. L'oreal bahkan pengen seratus persen natural pada 2030. Itu ada di annual report mereka," ucap Kiki.

Ada tiga kategori terkait bahan baku alami tersebut, yakni berasal dari tumbuhan, berasal dari hasil bioteknologi seperti protein peptida, dan berasal dari laut (marine ingredient). Bahan baku alami itu mayoritas dimanfaatkan untuk produk anti-penuaan dini, mencapai 50 persen. Sisanya, sambung Kiki, dimanfaatkan untuk perawatan rambut, anti-inflamatory, brigthening, anti-acne, dan tabir surya.

"Market dunia untuk bahan baku alami itu mencapai USD24 miliar per 2022," katanya.

Dari sekian banyak potensi, pihaknya saat ini memanfaatkan beberapa tumbuhan lokal untuk jadi bahan dasar kosmetik. Pertama adalah tengkawang sebagai penghasil ilipe butter. Berdasarkan hasil studi, kemampuan melembabkan illipe butter bertahan lebih lama dibandingkan shea butter yang harus diimpor dari luar negeri.

 


Ragam Bahan Baku Kosmetik Lokal yang Bisa Dipakai Industri Dalam Negeri

Mengembalikan kejayaan rempah Indonesia di masa lampau, sebuah aplikasi jadi transformasi jalur rempah (Teknologi Cakra Internasional)

Ada juga candlenut oil alias minyak kemiri. Bisa dimakan, tetapi juga memiliki kadar asam linoleat yang tinggi untuk menyuburkan rambut. Kiki juga menyebut urang-aring yang bisa meningkatkan kadar melanin. "Dengan meningkatkan melanin content, rambut kita jadi hitam," ucapnya.

Cangkang biji kopi juga bisa diolah menjadi bahan baku kosmetik lokal karena kadar anti-agingnya tinggi. Di samping, sampah kopi juga bisa terserap oleh industri kosmetik. Ada lagi biji delima dan bunga delima yang bila dikombinasikan dengan sea lettuce bisa meningkatkan kelembaban kulit setelah empat minggu pemakaian. Ekstrak kumis kucing juga berguna sebagai anti-peradangan kulit. 

Itu belum termasuk spesies yang bisa diolah sebagai bahan baku pewarna alami di kosmetik, seperti bunga telang yang bisa menghasilkan warna biru ke ungu atau kayu secang yang menghasilkan warna kecokelatan untuk blush on dan eye shadow.

"Kami sendiri belum bisa 100 persen natural, baru 50 persen natural karena challengenya stabilitas dan intensitas warna. Tapi, it's a good start," ucapnya.

Di sisi lain, melalui anak usaha Martha Tilaar Group, Martina Berto, pihaknya juga memproduksi ekstrak alami dengan label Plantasens Berto. Ia mengatakan ekstrak itu sudah didistribusikan ke 200 negara dengan bermitra bersama Clariant, perusahaan multinasional asal Swiss. Di dalam negeri, ekstrak bahan alami itu dimanfaatkan oleh setidaknya 600an label kosmetik lokal yang diproduksi di pabrik Cedefindo.

"Dari 1.040 pemain (kosmetik lokal), Cedefindo sudah punya 650 mitra UMKM. Lewat mereka, kita masukin ingredient kita," ujar Kiki.

 


Saatnya Bahu-membahu Perkuat Hulu Industri Kosmetik Lokal

Surveyor Indonesia bekerjasama dengan Sekolah Tani Indonesia melakukan replanting tanaman kopi di Pangalengan, Jawa Barat. (dok: PTSI)

Berdasarkan potensi tersebut, Kiki menegaskan sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan bahu-membahu memperkuat sektor hulu industri kosmetik lokal yang tak lain adalah para petani dan nelayan. Itu merupakan tantangan besar mengingat banyak pengusaha di Indonesia hanya ingin praktis saja, lebih senang bermain di hilir tanpa pusing membangun para pemain hulu.

"Mindset ini harus kita dorong untuk diubah, baik peran government maupun sesama pelaku bisnis. Kalau kita tergantung impor, kemerdekaan kita ini sebenarnya enggak merdeka-merdeka amat," ucapnya seraya menyebut baru sekitar 10 perusahaan di Indonesia yang memberi perhatian pada sektor hulu.

Ia meyakini Indonesia bisa mandiri karena jumlah populasi kita terbesar keempat di dunia. Dengan 270 jutaan penduduk, skala ekonominya lebih mudah tercapai, apalagi sampai diekspor ke luar negeri.

Poin itu pula yang ditekankan Sancoyo Antarikso, Ketua Umum Perkosmi. "Pentingnya memerhatikan skala ekonomi dalam setiap pengembangan potensi ini, karena jika tidak, maka produk akhir bahan baku ini tidak akan terserap pasar karena harganya tidak kompetitif," ujarnya.

Ia mendorong pemerintah memfokuskan pengembangan potensi bahan baku kosmetika yang bersumber dari alam Indonesia, seperti bahan baku minyak atsiri dan palm-based ingredient, sehingga bahan baku Indonesia dapat bersaing. Selain itu, pemerintah diharapkan lebih berkontribusi melalui penyediaan hibah penelitian dan pengembangan; insentif fiskal dan nonfiskal untuk investor; investasi infrastruktur; pendidikan dan pelatihan bagi petani dan produsen; menyederhanakan regulasi terkait bahan kosmetika; promosi dan pemasaran bahan-bahan lokal di dalam begeri dan internasional; hingga menciptakan ekosistem inovasi dan dialog multipihak.

Infografis 10 urutan makeup dalam merias wajah. (Dok: Liputan6.com/abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya