Liputan6.com, Jakarta Harga nikel alami penurunan sejak akhir 2023 yang disebabkan oleh beberapa faktor. Lantas bagaimana dampaknya pada emiten nikel di Indonesia? Pengamat pasar modal, Wahyu Tri Laksono mengatakan prospek emiten nikel tidak bisa sepenuhnya didasarkan hanya pada korelasi pergerakan harga nikel.
“Pertama, karena didukung outlook fundamental jangka menengah dan panjang. Saham bukan bicara jangka pendek jadi outlook nickel pun bisa mendukung dalam jangka panjang,” kata Wahyu kepada Liputan6.com, Senin (8/7/2024).
Wahyu menambahkan, emiten tersebut cenderung didukung komoditas terkait seperti copper. Komoditas seperti copper, aluminium, timah jelas masih memiliki prospek bagus tahun ini.
Advertisement
Wahyu menuturkan secara umum beberapa komoditas masih baik seperti emas, dan copper, silver, dan aluminium tahun ini paling kuat. Tak hanya itu, Timah pun masih bersinar pada tahun ini, tetapi hanya nickel yang mengalami penurunan.
Meskipun nikel masih mengalami penurunan, Wahyu mengungkapkan, emiten nikel masih prospektif untuk jangka panjang karena adanya pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
“Komoditas logam khususnya nikel dan produk turunannya masih strategis dan prospektif. Faktor jangka panjang jelas didukung kebijakan hilirisasi industri dan pengembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle (EV),” jelasnya.
Pasokan Melimpah
Nickel, mengalami tahun yang buruk karena lonjakan pasokan keluar dari Indonesia dan meningkatnya konversi produk nikel kelas rendah menjadi logam berkualitas tinggi yang dapat dikirim ke gudang London Metal Exchange.
Bahan utama pembuatan baja dan baterai mobil listrik ini merosot sekitar 50 persen menjadi USD 16.300 per ton pada Desember lalu dan kini makin melemah dekati USD 15.000.
Bagaimana Harga Nikel?
Terkait penurunan harga nikel, Wahyu mengungkapkan penyebabnya sebagian dari peningkatan kapasitas nikel (dimotivasi oleh harga nikel yang mengancam terkait rekor harga yang dipicu squeeze pendek masif pada 2022 di LME).
Hal ini juga dipicu oleh harga nikel sulfat mengalami permintaan yang buruk dan menyimpang dari pasar masa depan.
China telah memanfaatkan arbitrase antara dua produk nikel dengan menyempurnakan nikel sulfat yang tidak dapat dikirim menjadi logam yang lebih berharga dan memberikan yang terakhir untuk pertukaran.
“Kelebihan fisik nikel sulfat, bagaimanapun, mulai menyaring ke dalam kontrak kertas, memberikan tekanan pada keuntungan di seluruh industri,” pungkasnya.
Advertisement