Kakek Nenek yang Merawat Cucu di Swedia Kini Berhak Dapat Tunjangan Cuti Berbayar

Aturan kakek nenek yang ingin mendapat tunjangan orangtua atau cuti berbayar di Swedia sama dengan ketentuan tunjangan orangtua pada umumnya, salah satunya harus punya asuransi jiwa.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 08 Jul 2024, 10:00 WIB
Nenek menjaga cucu sambil memasak. (dok. Christian Bowen/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Swedia baru saja meluncurkan undang-undang baru yang memungkinkan kakek-nenek untuk terlibat dalam merawat cucu dan mendapatkan tunjangan cuti orangtua hingga tiga bulan pada tahun pertama seorang anak. Legislasi itu diloloskan setelah parlemen Swedia, Riksdag, yang memiliki 349 kursi, menyetujui usulan pemerintah mengenai pengalihan tunjangan orangtua pada Desember 2023.

Itu menjadi langkah progresif terbaru yang diambil negara Skandinavia tersebut. Swedia menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan cuti berbayar untuk ayah dan ibu sejak 50 tahun lalu.

Berdasarkan undang-undang tersebut, orangtua dapat mentransfer sebagian tunjangan orangtua mereka kepada kakek-nenek anak tersebut. Pasangan orangtua dapat mentransfer maksimal 45 hari kepada orang lain, sedangkan orangtua tunggal dapat mentransfer 90 hari, menurut Badan Asuransi Sosial, sebuah lembaga pemerintah yang mengelola sistem asuransi sosial.

Mengutip Associated Press, Senin (8/7/2024), negara berpenduduk 10 juta jiwa itu terkenal dengan sistem kesejahteraan sosialnya yang didanai oleh pajak. Selama beberapa generasi, mereka membangun masyarakat dengan warganya dirawat dari buaian hingga liang lahat. Tujuannya agar kesejahteraan warga terjamin.

Di Swedia, Anda berhak untuk tidak bekerja sepenuhnya saat anak Anda lahir. Tunjangan cuti orangtua dibayarkan selama 480 hari, atau sekitar 16 bulan, per anak. Dari jumlah tersebut, kompensasi selama 390 hari dihitung berdasarkan pendapatan penuh seseorang, sedangkan untuk 90 hari sisanya, orangtua mendapat jumlah tetap sebesar 180 kronor (sekitar Rp280 ribu) per hari.


Tunjangan Orangtua Lainnya di Swedia

Orangtua bermain dengan anak. (dok. Fernanda Greppe/Unsplash)

Tak hanya soal uang, para orangtua di Swedia juga berhak bekerja dengan durasi yang lebih pendek hingga anak mereka berusia 8 tahun. ASN bahkan bia mendapatkan pengurangan jam kerja tersebut hingga anak mereka berusia 12 tahun.

Alexandra Wallin dari Badan Asuransi Sosial  mengatakan kepada stasiun televisi Swedia SVT bahwa undang-undang baru tersebut akan “memberikan peluang yang lebih besar.” Namun, syarat kakek-nenek mendapatkan manfaat adalah sama dengan tunjangan orangtua pada umumnya. Penerima tunjangan haruslah diasuransikan, seperti yang dilakukan kebanyakan orang di Swedia.

Terdapat ketentuan mengenai tunjangan orangtua tersebut. Misalnya, seorang pensiunan yang ingin mendapatkan tunjangan cuti orangtua, dalam hal ini kompensasinya didasarkan pada pensiun orang tersebut.

Seseorang tidak boleh mencari pekerjaan atau belajar selama ia menerima tunjangan orangtua. Di pusat kota Avesta, sekitar 140 kilometer (87 mil) barat laut Stockholm, Ritva Kärkkäinen mengatakan kepada SVT bahwa dia sedang mempertimbangkan untuk mengambil cuti kerja untuk merawat cucu-cucunya.


Beda Swedia dan Indonesia Terkait Cuti Berbayar untuk Orangtua

Ilustrasi Orangtua dan Anak Credit: pexels.com/Tatiana

Pada 1974, Swedia mengganti cuti melahirkan khusus untuk ibu dengan cuti bagi kedua orangtua. Pada saat itu, apa yang disebut sebagai asuransi orangtua memungkinkan orangtua untuk mengambil cuti enam bulan untuk setiap anak dan setiap orangtua berhak mendapatkan setengah dari hari kerja tersebut.

Namun, setelah perpindahan tersebut, hanya 0,5 persen dari cuti orangtua berbayar diambil oleh ayah, menurut Badan Asuransi Sosial. Saat ini, ayah di Swedia mengambil sekitar 30 persen dari cuti orangtua berbayar, kata badan tersebut.

Dari dalam negeri, Rapat Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang (UU KIA). Salah satu isi aturan ini adalah cuti bagi ibu pekerja yang bersalin atau cuti melahirkan, yaitu paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani melihat, aturan baru soal cuti melahirkan ini membebani dunia usaha. "Ketentuan baru yang diatur dalam UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha," kata Shinta dikutip Kamis, 6 Juni 2024.


Alasan Cuti Melahirkan 6 Bulan Bebani Dunia Usaha

Orangtua mengawasi anaknya bermain di taman bermain dalam ruangan sebuah mal, Jakarta, Sabtu (1/1/2022). Taman bermain dalam ruangan menjadi alternatif masyarakat untuk berlibur dengan keluarga di awal tahun 2022. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Shinta beralasan Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas. Berdasarkan Human Capital Index 2022, secara global Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara. Belum lagi competitiveness index Indonesia juga masih rendah.

Selain itu, Indonesia dihadapkan pada permasalahan rendahnya Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK). Data BPS pada 2023 menyatakan bahwa TPAK Perempuan 60,18 persen jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 86,97 persen.

Karena itu, Apindo mendorong dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta pengambilan kebijakan mengenai cuti hamil atau cuti melahirkan yang sudah disepakati di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum diubah. Hal ini diperlukan agar ketentuan baru tersebut dapat mencapai tujuan terciptanya perlindungan pekerja perempuan dan keberlangsungan dunia usaha.

"Dibutuhkan juga peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui fasilitas puskesmas dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap pelayanan poliklinik swasta, yang didukung dengan fasilitas pelayanan lanjut rumah sakit pemerintah maupun swasta," imbuh Shinta.

Infografis cuti PNS pria

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya