Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menilai aturan cuti melahirkan maksimal enam bulan untuk ibu pekerja sangat manusiawi. Dia menilai cuti tersebut bisa dimanfaatkan ibu hamil untuk merawat bayinya yang baru lahir.
"Kalau diberikan cuti seperti itu, saya kira untuk mempersiapkan kelahiran dan merawat bayinya, saya kira sangat manusiawi," kata Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Senin (8/7/2024).
Advertisement
Dia pun meminta pengusaha tak mempersoalkan aturan tersebut. Jokowi mengatakan aturan baru soal cuti hamil salah satu bentuk menghargai perempuan.
"Kita harapkan tidak seperti itu, karena apa pun kita harus menghargai perempuan, ibu yang mengandung dan kita berharap bayi yang dilahirkan sehat semuanya," ujarnya.
Rapat Paripurna DPR RI Ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang (UU KIA).
Salah satu isi aturan ini adalah cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan atau cuti melahirkan, yaitu paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani melihat, aturan baru soal cuti melahirkan ini membebani dunia usaha.
"Ketentuan baru yang diatur dalam UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha," kata Shinta dikutip Kamis (6/6/2024).
Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas. Berdasarkan Human Capital Index tahun 2022, secara global Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara belum lagi competitiveness index Indonesia juga masih rendah.
Rendahnya Tingkat Partispasi Angkatan Kerja
Selain itu, Indonesia dihadapkan pada permasalahan rendahnya Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK). Data BPS tahun 2023 menyatakan bahwa TPAK Perempuan 60,18 persen jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 86,97 persen.
Oleh karena itu, Apindo mendorong dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta pengambilan kebijakan mengenai cuti hamil atau cuti melahirkan yang sudah disepakati di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum di ubah.
Hal ini diperlukan agar ketentuan baru tersebut dapat mencapai tujuan terciptanya perlindungan pekerja perempuan dan keberlangsungan dunia usaha.
"Dibutuhkan juga peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui fasilitas puskesmas dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap Pelayanan poliklinik Swasta, yang didukung dengan fasilitas pelayanan lanjut rumah sakit pemerintah maupun swasta," imbuh Shinta.
Advertisement