Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Joko Agus Setyono, mengungkapkan butuh anggaran Rp600 triliun bagi Jakarta untuk bertransformasi menjadi Kota Global usai melepas statusnya sebagai ibu kota negara.
Hal ini disampaikan Joko dalam acara sosialisasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta Bersama dengan Kementerian Dalam Negeri yang digelar secara luring dan daring di Jakarta.
Advertisement
"Kalau Jakarta dituntut menjadi kota global, tentunya memerlukan anggaran yang cukup besar. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta telah mengkalkulasi atau menghitung, sebenarnya kebutuhan kita untuk bisa setara dengan kota-kota global lainnya di dunia membutuhkan anggaran sekitar Rp600 triliun," kata Joko melalui siaran YouTube Pemprov DKI Jakarta, dikutip Selasa (9/7/2024).
Sementara itu, Joko menyampaikan saat ini Jakarta hanya memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sekitar Rp80-84 triliun. Hampir 30 persen APBD itu digunakan untuk belanja bantuan sosial (bansos), 34 persen untuk belanja pegawai, dan 19 persen untuk belanja modal.
"Gap antara kebutuhan anggaran dari Rp600 triliun kita topang dengan anggaran belanja modal yg sekarang ini hanya sekitar 19 persen. Masih jauh dari apa yang harus kita siapkan," ucap Joko.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama DPRD DKI Jakarta tengah berupaya melakukan efisiensi anggaran di setiap sektor, sehingga cita-cita Jakarta usai melepas status ibu kota menjadi kota global bisa terwujud.
Lebih lanjut, Joko menilai Jakarta punya perbedaan dengan provinsi khusus lain di Indonesia, seperti Yogyakarta, Papua, Aceh. Jakarta tidak mendapatkan alokasi dana khusus dari pemerintah pusat.
"Oleh karena itu, diperlukan kreativitas oleh para pengelola, para pegawai Pemprov DKI Jakarta yang nanti akan bersinergi, didukung oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk bisa melakukan creative financing supaya paling tidak kita ada peningkatan pendapatan," ujar Joko.
Lewat Kolaborasi, Jakarta Diyakini Bisa Wujudkan Kota Berstandar Global
Jakarta terus menunjang transformasi menjadi kota berstandar Global. Meski statusnya sudah tak tak lagi menjadi ibu kota negara, namun Pemprov khususnya BUMD di Daerah Khusus (DK) Jakarta dan Organisasi Masyarakat maupun swasta terus berkolaborasi. Salah satunya, kerja sama Perumda Pembangunan Sarana Jaya dengan BPC HIPMI Kepulauan Seribu untuk membuka peluang usaha.
"Merujuk kontribusi sebesar 17,8 % terhadap ekonomi nasional, Jakarta dipastikan tetap menjadi pilar sekaligus motor perekonomian nasional," kata Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Andira Reoputera, kepada wartawan, usai penandatanganan kolaborasi Perumda Pembangunan Sarana Jaya dengan BPC HIPMI Kepulauan Seribu, seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (5/7/2024).
Andira melihat Jakarta adalah pusat perekonomian nasional dan bertransisi sebagai Kota Global. Mengingat Jakarta memiliki Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp3.200 triliun.
"Angka itu menjadi yang tertinggi secara nasional dengan konversi 16,6% dari share secara nasional," kata dia.
Andira menyebut, banyak potensi bisnis di wilayah Kepulauan Seribu yang menjadi menjadi barometer pariwisata di DK Jakarta, sebagai pilar untuk menunjang percepatan Jakarta menjadi Global City.
"Perumda Sarana Jaya memandang Kepulauan Seribu dapat dibangun bisnis pariwisata, hotel dan resort, hunian terjangkau bagi masyarakat, hingga menjadi rumah besar bagi pelaku Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM)," ujar Andira.
"Saya melihat, banyak spot-spot yang dapat kita bangun menjadi tempat wisata kelas dunia, tentunya dengan dukungan pengusaha lokal. Tidak sedikit aset-aset milik Pemprov DK Jakarta di sana yang memiliki nilai bisnis potensial, layaknya Kota Global dunia lainnya," kata Andira.
Andira percaya, kolaborasi dengan BPC HIPMI Kepulauan Seribu, investasi di ujung DK Jakarta ini dapat menjadi salah satu motor kuat, untuk mengakselerasi tujuan kita bersama, mewujudkan Jakarta sebagai Kota Global.
Advertisement
Mau Jadi Kota Global Kompetitif, Ini Tantangan Dihadapi Jakarta
Kota Jakarta dipersiapkan sebagai kota global yang kompetitif dan berdaya saing di masa mendatang. Ini setelah setelah Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) disahkan pada 28 Maret lalu.
Namun langkah tersebut bukan tanpa tantangan, sehingga diperlukan pendekatan yang solutif agar Jakarta tidak justru tertinggal.
Ketua Ikatan Ahli Perencana Wilayah dan Kota (IAP) Jakarta, Adhamaski Pangeran menilai untuk menjadi kota global maka paradigma pembangunan Jakarta ke depan harus berfokus kepada pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing sebagai pusat finansial dan investasi dunia.
Jakarta membutuhkan lebih banyak lagi kawasan pusat bisnis (central business district/CBD) untuk kantor pusat (headquarters) bagi perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi di Indonesia.
"Persoalan sebenarnya adalah bagaimana kita meningkatkan daya saing Jakarta. Selama ini justru kita salah kaprah karena menganggap untuk menjadi kota global fokusnya harus menuntaskan persoalan kawasan kumuh, masalah akses penyediaan air bersih yang belum merata, atau pemenuhan sarana dan prasarana infrastruktur lainnya," kata Adhamaski, seperti ditulis Selasa (2/4/2024).
Daya saing Jakarta terus mengalami penurunan. Merujuk Global Financial Centres Index, rangking Jakarta turun dari 69 di tahun 2019 menjadi 102 di tahun 2023.
Sementara Kearney Global City Index menyebutkan peringkat Jakarta anjlok dari 59 di tahun 2019 menjadi peringkat 74 di tahun 2023. Sedangkan MORI Global Power City Index 2023 menempatkan posisi daya saing Jakarta berada di bawah Kuala Lumpur, Bangkok dan Singapura.
Sebagai kota global, IAP Jakarta melihat persaingan ketat Jakarta bukan hanya dengan kota-kota besar di dunia terutama di regional ASEAN, tetapi juga bersaing dengan daerah di sekitar Jakarta seperti PIK, BSD City atau Alam Sutera yang saat ini diminati sebagai lokasi headquarters korporasi dunia termasuk perusahaan jasa keuangan dan asuransi.
"Isu meningkatkan daya saing ini ke depan menjadi tantangan berat bagi Jakarta sebagai kota keuangan, perdagangan dan investasi global. Apalagi perusahaan jasa tingkat tinggi mulai berpindah keluar Jakarta. Ini PR besar terlebih Jakarta tidak mempunyai sumber daya alam seperti tambang nikel, batubara atau migas," ungkap Adhamaski.