Peretasan Pusat Data Nasional Harus Diusut Sampai Tuntas

Roy menegaskan kasus ini adalah tragedi besar bagi Indonesia dan tidak bisa dianggap enteng.

oleh Tim News diperbarui 10 Jul 2024, 06:45 WIB
Pakar Telematika Roy Suryo (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Diskusi bertajuk "Pusat Data Nasional Ambyar! Apa Solusinya" digelar oleh Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) yang terdiri atas Pengurus Pusat Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (PP IA ITB), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Forum API Perubahan, dan Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (Yakin) di sebuah kafe di Jalan Tendean, Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2024).

Tampil sebagai pembicara dalam diskusi yang dipandu moderator Sekretaris Jenderal PP IA ITB Hairul Anas Suaidi adalah Koordinator APDI yang juga Ketua Umum PP IA ITB Akhmad Syarbini, pakar telematika yang juga mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo, Koordinator TPDI dan Perekat Nusantara Petrus Selestinus SH, pakar Information Technology (IT) yang juga dosen Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Dr Soegianto Soelistiono, pakar IT Dr Ridho Rahmadi, dan Ketua Yakin Ted Hilbert.

Dalam diskusi itu, pemerintah didorong agar kasus peretasan Pusat Data Nasional (PDN) diusut sampai tuntas hingga ke pangkalnya.

Roy Suryo mengaku sependapat ketika ada petisi dari SafeNet agar Menkominfo Budi Arie Setiadi "dikartumerahkan". Ia juga mengapresiasi pengunduran diri Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.

"Saya apresiasi. Anda termasuk orang baik di Kementerian Kominfo," kata dia.

“Saya mendukung pemerintah untuk tidak membayar tebusan tersebut karena tidak ada jaminan data akan dikembalikan dan transaksi menggunakan cryptocurrency yang tidak bisa dilacak,” cetusnya.

Roy juga mengecam oknum yang mendorong pemerintah untuk membayar tebusan. Roy menegaskan kasus ini adalah tragedi besar bagi Indonesia dan tidak bisa dianggap enteng. Data publik yang sekarang dienkripsi, katanya, sebenarnya sudah dicuri dan siap dibocorkan sewaktu-waktu.

“Dapat dibayangkan data tersebut meliputi data kependudukan, kesehatan, keuangan, bahkan intelijen. Ini bukan lagi dampak minor atau mayor, tetapi sudah kritis. Seharusnya penanggung jawab semua ini, yakni Menkominfo Budi Arie Setiadi mundur sebagaimana petisi SafeNet,” tandasnya.


Kemauan Politik

Sementara itu, Petrus Selestinus menilai pemerintah tidak punya kemauan politik untuk melindungi PDN dengan undang-undang yang secara khusus mengatur tentang PDN, sebagaimana pemerintah dan DPR membentuk UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

"Presiden Jokowi diduga memiliki agenda politik pembentukan UU hanya untuk melindungi kelompoknya saja, sehingga untuk hal yang sangat penting dan strategis seperti PDN hanya cukup diatur dengan Perpres, itu pun diatur sacara sumir dalam Perpres No 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dengan tujuan memodernisasi sektor pemerintahan dengan memanfaatkan teknologi informasi," katanya.

"Saya sepakat bahwa pemerintah dan DPR tidak punya kemauan politik dan tidak punya itikad baik dalam merumuskan kebijakan soal PDN," tandasnya.

Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya