Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pendidikan dapat membantu menghilangkan prasangka dan membangun kemajuan bangsa serta mendorong masyarakat untuk hidup berdampingan secara damai. Demikian diungkapkan oleh Mantan Menteri Luar Negeri RI sekaligus Senior Fellow Institut Leimena Alwi Shihab.
"Jadi pendidikan bukan sekadar tentang pengawasan, namun juga mendorong pikiran terbuka dan agar individu bisa berkontribusi secara positif," ungkap Alwi Shihab dalam "International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy" yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu RI) dan Institut Leimena di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Advertisement
Sebelumnya, ia mengatakan bahwa nilai penghormatan antara agama perlu disisipkan dalam kurikulum, terutama pesantren, untuk menghindari fanatisme, radikalisme dan intoleransi beragama.
"Tanpa pendidikan, sulit untuk kita menembus pemikiran orang-orang yang terindikasi atau terpengaruh oleh pandangan radikal, dimana semua itu didasarkan kepada tokoh agama yang keras," sebut dia.
Konferensi tersebut, kata Alwi, turut mendorong kerja sama antara guru sekolah untuk melibatkan kombinasi antara pengetahuan dan keterampilan.
Sebagai tindak lanjut, Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Indonesia yang telah melatih lebih dari 8.500 guru dalam waktu sekitar 2,5 tahun, dan melibatkan sedikitnya 30 lembaga pendidikan dan keagamaan.
Dorong Nilai Toleransi Beragama
Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) atau International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy dihadiri oleh lebih dari 160 peserta dari dalam dan luar negeri.
Pada sesi pembukaan hadir pula perwakilan dari 22 negara asing di Jakarta, termasuk sejumlah duta besar yaitu Duta Besar Austria, Duta Besar Yordania, Duta Besar Romania, Duta Besar Spanyol, dan Duta Besar Uni Emirat Arab, dan Duta Besar Vatikan, serta perwakilan dari Kedutaan Besar (Kedubes) antara lain Kedubes Amerika Serikat, Kedubes Inggris, Kedubes Belanda, Kedubes Malaysia, Kedubes Laos, dan Kedubes Filipina.
Dikutip dari pernyataan resmi, konferensi tersebut mengangkat "Multi-faith Collaborations in an Inclusive Society", yaitu berfokus kepada pemahaman adanya kebutuhan yang semakin besar akan kolaborasi multiagama dimana orang-orang dari berbagai agama dan kepercayaan bisa saling belajar dan bekerja sama, dengan tetap mengakui dan menghormati perbedaan agama dan kepercayaan mereka, dalam mengatasi masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama.
Konferensi Internasional LKLB diharapkan bisa memperkokoh modalitas Indonesia akan nilai-nilai toleransi, moderasi beragama, dan penghargaan terhadap kemajemukan.
Konferensi ini akan mengangkat berbagai topik untuk penguatan kolaborasi multiagama, termasuk dari sisi pendidikan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan mempromosikan nilai-nilai LKLB dalam komunitas negara-negara ASEAN.
Advertisement
Menlu Retno Buka Konferensi
Konferensi tersebut turut dibuka oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang menekankan soal pentingnya nilai toleransi keberagaman di tengah situasi dan konflik global saat ini.
Terlebih, sejumlah konflik di dunia, misalnya yang terjadi antara Israel dan Hamas, kerap disalahartikan sebagai konflik agama.
"Konflik-konflik ini pada hakikatnya tidak bersifat keagamaan, namun unsur keagamaan seringkali menghadirkan ketegangan yang meningkat," kata Menlu Retno.