Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia akan menyiapkan sejumlah langkah untuk menurunkan harga tiket pesawat. Hal ini sebagai respons terhadap harga tiket pesawat yang mahal.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, harga tiket penerbangan yang cukup tinggi dikeluhkan oleh masyarakat akhir-akhir ini. Salah satunya karena aktivitas penerbangan global yang telah 90 persen pulih dibandingkan dengan situasi sebelum pandemi COVID-19. Berdasarkan data IATA, pada 2024 akan ada 4,7 miliar penumpang global atau 200 juta penumpang lebih banyak dari pada 2019.
Advertisement
"Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara berpenduduk tinggi, harga tiket penerbangan Indonesia jadi yang termahal kedua setelah Brasil," tulis Menko Luhut seperti dikutip dari akun instagram resminya @luhut.pandjaitan,Kamis (11/7/2024).
Menko Luhut menuturkan, pihaknya menyiapkan sejumlah langkah untuk efisiensi penerbangan dan penurunan harga tiket. Salah satunya evaluasi operasi biaya pesawat.
"Cost per block hour (CBH) yang merupakan komponen biaya operasi pesawat terbesar, perlu diidentifikasi rinciannya,” kata dia.Selain itu, pihaknya juga merumuskan strategi untuk mengurangi nilai CBH tersebut, berdasarkan jenis pesawat dan layanan penerbangan.
"Selain itu, kami juga berencana untuk mengakselerasi kebijakan pembebasan bea masuk dan pembukaan lartas barang impor tertentu, untuk kebutuhan penerbangan, di mana porsi perawatan berada di 16 persen porsi keseluruhan setelah avtur,” tulis dia.
Menko Luhut mengatakan, mekanisme pengenaan tarif berdasarkan sektor rute berdampak pada pengenaan dua kali tarif PPN, iuran wajib Jasa Raharja (IWJR), dan Passenger Service Charge (PSC), bagi penumpang yang melakukan transfer atau ganti pesawat.
Evaluasi Harga Tiket Pesawat Setiap Bulan
“Mekanisme perhitungan tarif perlu disesuaikan berdasarkan biaya operasional maskapai per jam terbang, yang akan berdampak signifikan mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan,” tulis dia.
Selain itu, Menko Luhut menuturkan, hal lain yang tidak kalah penting adalah evaluasi peran pendapatan kargo terhadap pendapatan perusahaan penerbangan yang sering kali luput dari perhatian.
"Ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan harga tarif batas,” kata dia.
Menko Luhut penambangkan, pemerintah juga akan mengkaji peluang insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sejumlah tujuan prioritas. Menko Luhut mengatakan, seluruh langkah itu selanjutnya akan dikomandoi langsung oleh Komite Supervisi Harga Tiket Angkutan Penerbangan Nasional.
"Mereka akan mengevaluasi secara detail harga tiket pesawat setiap bulannya,” ujar dia.
Advertisement
Kemenhub Evaluasi Tarif Batas Atas Tiket Pesawat
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sedang mengevaluasi tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) tiket pesawat berjadwal.
Hal ini menyusul usulan dari Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) agar tarif tiket pesawat diserahkan kepada mekanisme pasar.
Sekretaris Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Sigit Hani Hadiyanto, mengatakan evaluasi ini dilakukan seiring dengan usulan dari INACA.
"Terkait dengan tarif atau tiket, memang pemerintah sedang evaluasi," kata Sigit melansir Antara di Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Sigit tidak menjelaskan lebih mendalam terkait evaluasi tersebut, namun dia mengatakan aspirasi INACA akan menjadi pertimbangan.
Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, berharap Kemenhub dapat menghapus aturan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) tiket pesawat berjadwal.
Dia menginginkan agar harga tiket pesawat ditentukan oleh mekanisme pasar. "Memang kami berharap bahwa tarif tiket itu diserahkan ke mekanisme pasar," ujar Denon.
Denon memahami bahwa TBA dan TBB diberlakukan untuk melindungi konsumen dan mencegah praktik jual rugi.
"Tapi kami punya usulan untuk merevisi tarif batas atas dan batas bawah," kata Denon.
Dia mengatakan usulan INACA telah ditanggapi positif oleh Kemenhub. "Kita tunggu jawaban kementerian, sehingga tarif ini bisa bervariasi solusinya, tidak digeneralisir. Ini mungkin yang sedang kita upayakan," kata Denon.
Sebelumnya, Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, juga meminta agar pemerintah meninjau ulang TBA tiket pesawat.
Dia mengatakan perubahan nilai tukar dan harga avtur yang fluktuatif dalam lima tahun terakhir membuat maskapai mengalami kesulitan. "Usulan kita lebih fleksibel terhadap kondisi eksternal," kata Irfan.
Harga Tiket Pesawat Mahal, Ternyata Gara-Gara Ini
Sebelumnya, Pengamat Transportasi Darmaningtyas menyoroti terkait harga tiket pesawat yang dinilai kemahalan oleh konsumen. Mahalnya harga tiket pesawat ini terutama untuk rute-rute domestik.
Menurut Darmaningtyas, tiket pesawat termasuk salah satunya maskapai Garuda Indonesia amat tergantung pada berbagai aspek, contohnya harga avtur hingga nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS). Ia menjelaskan, semua transaksi terkait industri penerbangan sata saat ini memang menggunakan dolar AS. Transaksi tersebut seperti pembelian pesawat, onderdil atau suku cadang hingga perawatan.
"Jadi, ketika rupiah jeblok, otomatis akan berpengaruh terhadap tiket pesawat," kata Darmaningtyas kepada Liputan6.com, Jumat (24/5/2024).
Khusus untuk maskapai Garuda Indonesia, selain faktor harga avtur hingga dollar, faktor lainnya adalah dilihat dari bagaimana cara Garuda Indonesia mengelola manajemen korporasi itu sendiri.
Apabila manajemen korporasinya tidak kompeten dan boros, maka akan berpengaruh pada tiket pesawat yang semakin melambung. Kendati begitu, harga tiket juga disesuaikan dengan aspek keselamatan dari maskapai pelat merah tersebut.
"Dan tentu manajemen korporasi itu sendiri. Kalau korporasinya boros, ya sulit harga tiketnya ditekan rendah tapi tetap menjaga aspek keselamatan," ujarnya.
Advertisement
Kata Dirut Garuda
Sedangkan sebelumnya Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengklaim tak menaikan secara signifikan harga tiket Garuda Indonesia sejak lima tahun terakhir.
"Dibilang harga tiket mahal, yang bilang siapa? Mau kemana? Jam berapa? Hari apa? Harga tiket kita sudah enggak naik sejak 5 tahun terakhir loh, 5 tahun!" Tegas Irfan, saat pemaparan hasil RUPST Garuda Indonesia ditulis Kamis (23/5/2024).
Garuda Indonesia ditegaskan Irfan, tetap mengikuti regulasi Pemerintah soal batas atas dan batas bawah harga tiket pesawat.
Tapi selama tidak menaikan harga tiket tersebut, malah kenaikan bahan bakar pesawat atau avtur sudah beberapa kali naik.
Belum lagi adanya kebijakan kenaikan airport tax yang naik hingga 100 persen, serta kenaikan gaji pilot, awak kabin, para pegawai, direksi yang bertambah kini menjadi 6 orang, dan hal sebagainya.