Liputan6.com, Jakarta Serikat Pekerja PT PLN (Persero) menyarankan agar penyelesaian Rancangan Undang-Undang atau RUU EBT diserahkan ke pemerintahan berikutnya.
Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Abrar Ali menyatakan, RUU tersebut masih menyimpan sejumlah potensi masalah yang dapat dipastikan akan merugikan masyarakat dan negara nantinya.
Advertisement
"Penolakan terhadap RUU tersebut juga hingga kini masih saja bergulir dari para stakeholder," kata Abrar, Kamis (11/7/2024).
Abrar menyebutkan, salah satu poin yang masih kontroversi dalam RUU tersebut adalah skema power wheeling. Hal ini perlu dipertimbangkan pada penyediaan energi listrik agar berimbang.
Menurut dia, terkait soal power wheeling ini masih harus membutuhkan kajian yang lebih lanjut. Pasalnya, skema power wheeling berpotensi menambah beban APBN dan merugikan negara. Alasannya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan non organik hingga 50 persen.
“Kan masih ada penolakan, karena tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta. Ada implikasi yang krusial, PLN tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS),“ ungkap Abrar.
Penurunan ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan PLN, tapi juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Dampaknya dapat membengkakkan APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN, sebagai akibat tarif listrik PLN di bawah HPP dan harga keekonomian.
Terhadap rakyat, penetapan tarif listrik yang diserahkan kepada mekanisme pasar juga akan membuat tarif listrik bergantung pasokan and kebutuhan.
Terkait masih adanya kontra soal power wheeling tersebut, Abrar menyatakan, pembahasan RUU EBT hendaknya dilanjutkan pada masa presiden periode 2024-2029 mendatang.
“Jadi kita masih ada waktu untuk melakukan pembahasannya, sehingga tidak ada yang dirugikan,” tutup Abrar.
Pembahasan RUU EBET dengan DPR Hampir Tuntas, Tinggal Masalah Ini
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi mengungkapkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) bersama DPR RI tinggal membahas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Green.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa pembahasan RUU EBET bersama DPR RI akan dilakukan pada pekan depan, kemungkinan pada Senin atau Selasa.
"Tinggal satu pasal yakni terkait Green RUPTL. Jadi, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) juga sudah clear, tinggal Green RUPTL untuk dibahas dan ditentukan karena ini juga merupakan roh dari RUU EBET," ujar Eniya dikutip dari Antara, Kamis (4/7/2024).
Elemen Green RUPTL dalam RUU EBET ini dinilai penting agar pihak swasta bisa masuk ke investasi-investasi EBET.
"Nanti RUU EEBT akan menggarisbawahi peraturan pemerintah yang akan terbit. Setelah undang-undangnya terbit kami akan membuat peraturan pemerintah untuk energi baru yang mana di dalamnya ada hidrogen, amonia, dan nuklir," kata Eniya.
Kemudian pemerintah juga akan menindaklanjuti RUU EBET yang telah disahkan tersebut dengan membuat peraturan pemerintah tentang energi terbarukan, meliputi geothermal, hidropower, pumped storage, biosolar, dan lain sebagainya termasuk tenaga angin dan laut.
"Itu kami akselerasi dengan peraturan-peraturan baru. Dan yang paling penting memang RUU EBT ini rohnya di Green RUPTL saja," kata Eniya.
Advertisement
Investasi EBET
Ia berharap RUU EBET dapat diputuskan pada tahun ini agar pemerintah bisa segera menindaklanjuti dan mengakselerasi investasi dalam bidang EBET.
"Alhamdulillah kemarin DPR RI sudah clear untuk masalah TKDN. Jadi dalam pembahasan RUU EBET yang saat ini masih berlangsung, mohon doanya agar bisa diputuskan di periode ini. Karena periode berikutnya kita harus langsung terakselerasi di mana tadi saya menyampaikan pada yahun 2030 dan lima tahun ke depan kita harus on the track sekali. Mudah-mudahan ini bisa mengakselerasi investasi terutama kontribusi dari energi baru terbarukan di jaringan listrik grid kita. Mudah-mudahan bauran energi juga makin terakselerasi dan proses dekarbonisasi ini bisa berjalan dengan baik," ujarnya.