Liputan6.com, Jakarta - Harga Bitcoin kembali mengalami kesulitan untuk menembus level resistensi USD 59.500 atau setara Rp 961,2 juta (asumsi kurs Rp 16.154 per dolar AS). BTC mencapai puncaknya di dekat zona resistensi USD 59.500 saat hasil positif inflasi AS dirilis pada Kamis malam.
Inflasi AS turun menjadi 3% pada Juni 2024, lebih rendah dari yang diharapkan. Penurunan ini signifikan dari angka 3,3% pada Mei dan merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan The Fed terkait pemotongan suku bunga tahun ini.
Advertisement
Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur menjelaskan, berita ini seharusnya menjadi angin segar bagi pasar kripto, terutama Bitcoin, karena The Fed telah menyatakan mereka menunggu bukti lebih lanjut inflasi turun ke 2% sebelum menerapkan pemangkasan.
Data FedWatch CME menunjukkan peluang sebesar 75%, The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuannya pada September.
“Pandangan tersebut sempat membuat harga Bitcoin melonjak hingga hampir USD 60.000 di tengah meningkatnya volatilitas,” kata Fyqieh dalam analisis yang diterima Liputan6.com, Jumat (12/7/2024).
Fyqieh menambahkan, sentimen negatif dan aksi taking profit atau aksi ambil untung membuat BTC kembali terjebak di zona bearish, turun ke harga sekitar USD 57.000. Meskipun angka inflasi Amerika Serikat (AS) yang positif, pasar kripto tetap berat dalam jangka waktu lama.
“Secara keseluruhan, investor dan trader tetap berhati-hati karena pasar mengantisipasi dimulainya distribusi BTC milik kreditor bursa Mt. Gox yang sudah tutup,” lanjutnya.
Sentimen Lainnya
Selain itu, pemerintah Jerman terus menjual hampir 50.000 Bitcoin yang disita pada 2013. Saat ini, Jerman memiliki Bitcoin senilai kurang dari USD 285 juta yang tersisa untuk dijual, yang menyebabkan ketidakstabilan pasar yang mungkin akan berlangsung untuk beberapa waktu ke depan.
Di sisi lain, pasar ETF BTC spot AS memperpanjang arus masuk bersihnya sebesar USD 46,7 juta pada Kamis, menambah total arus masuk bersih sebesar USD 216,4 juta yang tercatat pada Rabu.
Crypto Fear & Greed Index masih menunjuk kekhawatiran dengan turun ke kategori "Extreme Fear" dengan 25 poin, anjlok dari "Fear" di posisi 29 poin. Ini menunjukkan sentimen pasar yang semakin negatif di kalangan investor, mencerminkan ketidakpastian yang meningkat dan kekhawatiran tentang masa depan aset kripto.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Harga Bitcoin Turun, Investor Siap-Siap Borong Kripto
Sebelumnya, harga Bitcoin telah melemah selama sebulan terakhir. Pelemahan ini karena adanya penjualan Bitcoin oleh pemerintah Jerman dan pembayaran kembali kreditor bursa kripto Mt. Gox.
Dilansir dari Coinmarketcap, Jumat (12/7/2024), Bitcoin (BTC) sempat turun menjadi USD 53.500 atau setara Rp 869,1 juta (asumsi kurs Rp 16.242 per dolar AS), penurunan ini justru menarik perhatian investor.
Data Santiment menunjukkan adanya penurunan sekitar 566.000 dompet Bitcoin dengan saldo bukan nol sejak pertengahan Juni, menunjukkan investor jangka pendek melakukan aksi jual karena ketidakpastian pasar.
Penurunan ini biasanya terlihat pada titik terendah pasar dan secara historis menawarkan peluang pembelian bagi investor yang sabar. Demikian pula, indikator MVRV Bitcoin 30 hari dan 365 hari saat ini berada di zona negatif, menunjukkan ini adalah waktu optimal untuk membeli Bitcoin.
Di masa lalu, penyelarasan ini telah memberikan keuntungan yang signifikan bagi investor yang memasuki pasar pada periode tersebut.
Prediksi
Berdasarkan Puell Multiple, perkiraan kenaikan yang dimulai pada kuartal ketiga tahun 2024, bersama dengan beberapa indikator yang selaras dengan tren bullish, menunjukkan Bitcoin siap menghadapi potensi pemulihan harga.
Namun, investor harus tetap berhati-hati karena tingginya volatilitas dan perkembangan peraturan. Indikator Puell Multiple secara historis secara akurat memprediksi titik terendah, jebakan beruang, dan puncak Bitcoin dalam siklus masa lalu.
Saat ini, kita tampaknya berada dalam perangkap penurunan dan diperkirakan terjadi kenaikan harga Bitcoin dari level ini.
Pemerintah Jerman Telah Jual Bitcoin Setara 0,25% Pasokan di Dunia
Sebelumnya, Pemerintah Jerman telah menjual sekitar 50.000 Bitcoin yang disita pada pertengahan Januari, atau senilai sekitar USD 2,1 miliar setara Rp 34 triliun (asumsi kurs Rp 16.210 per dolar AS) pada saat itu, oleh polisi di negara bagian Saxony, Jerman timur. Jumlah ini sekitar 0,25 persen dari total pasokan Bitcoin yang telah beredar saat ini.
Penyitaan tersebut merupakan hasil pemindahan sukarela dari para tersangka, yang dituduh mengoperasikan Movie2k.to, sebuah situs pembajakan film yang aktif pada 2013.
Data on-chain menunjukkan Bitcoin mengalir masuk dan keluar dari dompet Pemerintah Jerman (BKA) mulai akhir Januari dan seterusnya. Masih ada 13.111 Bitcoin di dompet pemerintah Jerman, bernilai sekitar USD 759 juta. Artinya, sejauh ini sekitar 75% aset yang disita telah dijual.
Prospek masuknya Bitcoin ke pasar senilai USD $2,1 miliar mungkin telah membuat takut beberapa investor karena penjualan di Jerman bertepatan dengan koreksi harga baru-baru ini.
Chief Commercial Officer OKX, Lennix Lai mengatakan hal yang menambah tekanan jual adalah Mt. Gox minggu lalu yang memulai pembayaran Bitcoin senilai USD 9 miliar kepada kreditor, pemerintah AS menjual koin Silk Road dan Banmeet Singh yang disita.
"Meskipun aksi jual tersebut dapat mengakibatkan volatilitas jangka pendek, pasar Bitcoin cenderung memiliki likuiditas yang cukup untuk menyerapnya dan pulih dengan cukup cepat. Kecil kemungkinan aksi jual ini akan memicu penurunan tajam harga Bitcoin,” kata Lai, dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (11/7/2024).
Meskipun Bitcoin merosot dalam beberapa minggu terakhir, ETF spot telah menerima modal segar, setelah arus keluar selama berminggu-minggu. Investor pada dana inilah yang mungkin memperlambat penurunan harga.
Advertisement