Jangan Baper Dulu! Ini Berat Badan yang Dikategorikan Obesitas

Kegemukan dan obesitas diartikan sebagai penumpukan lemak yang tidak normal atau berlebihan, sehingga dapat menimbulkan risiko terkait kesehatan.

oleh Arie Nugraha diperbarui 15 Jul 2024, 09:00 WIB
ilustrasi kegemukan kelebihan berat badan/copyright By WitthayaP (Shutterstock)

Liputan6.com, Bandung - Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan semakin kaya seseorang rupanya berkorelasi dengan berat badan berlebih atau obesitas.

Kegemukan dan obesitas diartikan sebagai penumpukan lemak yang tidak normal atau berlebihan, sehingga dapat menimbulkan risiko terkait kesehatan.

Menurut keterangan dr. Rizal Fadli di laman Halodoc, angka peningkatan berat badan terus meningkat bukan hanya pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak.

Di banyak negara yang sudah maju, kelebihan berat badan sudah ditetapkan sebagai masalah yang membutuhkan penanganan serius.

"Seseorang yang mengalami obesitas dapat mengalaminya karena faktor genetik serta lingkungan dan mungkin saja sulit untuk diatasi hanya dengan diet saja. Obesitas dapat didiagnosis oleh ahli medis dan diklasifikasikan ketika seseorang memiliki indeks massa tubuh (BMI) dengan angka 30 atau lebih," terang Rizal dicuplik Sabtu (13/7/2024).

Rizal menuturkan banyak orang yang belum mengetahui berapa berat badan yang sudah melewati batas obesitas.

Pasalnya dengan mengetahui bobot tubuh yang ideal, seseorang dapat berusaha untuk menurunkannya. Berikut cara menghitung BMI setiap orang agar mengetahui dirinya kelebihan berat badan atau tidak.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Cara Menghitung BMI

Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh adalah cara yang dapat dilakukan untuk menentukan apakah tubuh kamu terlalu kurus, ideal, gemuk, hingga obesitas.

Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung BMI adalah menggunakan sistem metrik pengukuran, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan tinggi dalam meter dikuadratkan.

BMI = BB / (TB)2

Contohnya, jika Anda memiliki tinggi badan 175 sentimeter dan berat badan 90 kilogram, maka perhitungannya menjadi seperti ini: Kuadratkan tinggi badan yang berat 1,75x1,75 = 3,06.

Lalu, Anda dapat membagi berat badan dengan hasil kuadrat tinggi badan yang berarti 90/3,06 = 29,4. Setelah mendapatkan angka tersebut, Anda dapat menentukan berat badan masuk ke kategori yang mana.

Perhitungan BMI terdiri atas empat kategori berikut ini:

- Seseorang mengalami obesitas jika BMI-nya sama atau di atas 30.- Saat BMI seseorang mencapai angka 25–29,9, maka ia dikategorikan mengalami kelebihan berat badan.- BMI normal atau berat badan ideal berada di kisaran angka 18,5–24,9.- Jika seseorang memiliki BMI di bawah angka 18,5, maka ia memiliki berat badan di bawah normal.

Adapun untuk populasi Asia, termasuk Indonesia, pengelompokan BMI-nya berikut ini:

- Seseorang mengalami obesitas jika BMI-nya berada di atas angka 25.- Saat BMI seseorang menyentuh angka 23–24,9, maka ia dikategorikan mengalami kelebihan berat badan.- BMI normal berada di kisaran angka 18,5–22,9.- Jika seseorang memiliki BMI di bawah angka 18,5, maka ia memiliki berat badan di bawah normal.

Anda harus selalu memastikan jika angka indeks massa tubuh tidak melewati batas obesitas. Dengan cara tersebut, seseorang dapat memastikan kesehatan tubuh agar terhindar dari beberapa penyakit yang risikonya meningkat saat mengalami obesitas. Pastikan untuk melakukan diet sehat dan berolahraga secara rutin setiap harinya.

 


Tak Hanya Pola Makan

Rizal menjelaskan obesitas timbul ketika seseorang mengonsumsi makanan dengan kadar kalori dan lemak yang berlebih.

Kalori yang tak berubah menjadi energi (tidak terpakai), maka akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh.

Seiring bergulirnya waktu, lemak yang menumpuk ini bakal menambah berat badan dan bisa mengarah pada obesitas.

"Obesitas tak cuma disebabkan atau dipengaruhi oleh pola makan yang tidak sehat, berlebih, dan kurangnya aktif bergerak," terang Rizal.

Ada sejumlah faktor lainnya yang bisa menyebabkan obesitas, yaitu:

- Faktor genetik. Faktor genetik alias keturunan bisa memengaruhi jumlah lemak yang diserap tubuh atau digunakan sebagai energi.

- Efek samping obat-obatan. Terdapat beberapa jenis obat yang bisa menyebabkan kenaikan berat badan. Misalnya, antidepresan, obat diabetes, obat penghambat beta, antikonvulsan, dan antipsikotik.

- Bertambahnya usia. Seiring usia bertambah menjadi tua, maka makin besar pula risiko kenaikan berat badan. Hal ini disebabkan oleh metabolisme tubuh yang menurun dan massa otot yang berukurang.

- Sedentary lifestyle. Gaya hidup yang kurang aktif secara fisik atau minim gerak bisa membuat lemak makin menumpuk dalam tubuh.

- Penyakit tertentu. Misalnya sindrom Cushing dan hormon tiroid yang kurang dalam tubuh.

- Kehamilan. Wanita membutuhkan lebih banyak asupan nutrisi dari makanan saat hamil.

- Kurang tidur. Kurang tidur bisa menyebabkan perubahan hormon yang dapat meningkatkan nafsu makan.

 


Mengancam Jantung

Rizal menerangkan obesitas sering kali dikaitkan sebagai penyebab berbagai penyakit serius, salah satunya adalah gagal jantung kongestif. Sebenarnya, hubungan antara obesitas dan masalah jantung beragam.

Obesitas menyebabkan risiko penumpukan plak pada arteri semakin tinggi, tumpukan plak membuat resistensi tekanan dalam arteri semakin tinggi, sehingga kerja pompa jantung semakin berat, lama-kelamaan, jantung membesar karena beban kerjanya dan disebut HHD (hipertensi heart disease).

"Tak sedikit orang yang mengidap obesitas dibarengi dengan kolesterol tinggi. Kolesterol tinggi juga tak kalah bahayanya bagi jantung. Kolesterol tinggi juga berkaitan dengan jantung, terutama penyakit jantung koroner (PJK)," ungkap Rizal.

Rizal menyebutkan bila kadar kolesterol terlalu tinggi, maka lemak akan menumpuk di dinding arteri yang dikenal sebagai aterosklerosis.

Kondisi inilah yang akan membuat arteri menyempit sehingga menghambat aliran darah ke jantung. Alhasil, pengidap kolesterol tinggi berisiko lebih tinggi mengidap angina (nyeri dada) dan serangan jantung.

"Bila seseorang mengidap obesitas sekaligus kolesterol tinggi, maka risiko mengidap gangguan jantung akan semakin meningkat," tukas Rizal.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya