Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memperkenalkan program inovatif bernama FASTEMI (Farmako Invasif Strategi Tatalaksana ST Elevation Myocardial Infarction/STEMI).
Program ini bertujuan untuk memberikan pertolongan cepat bagi masyarakat dengan risiko tinggi penyakit jantung, khususnya serangan jantung tipe STEMI.
Advertisement
Saat ini, program FASTEMI sedang dalam tahap uji coba di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dan Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Inisiatif Menjangkau Daerah Terpencil
Menurut Pimpinan Pilot Project Program FASTEMI dr. Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FESC, FSCAI, serangan jantung tipe STEMI adalah kondisi kritis yang disebabkan oleh penyumbatan total pembuluh darah arteri koroner, yang berisiko tinggi menyebabkan komplikasi serius dan kematian. Hingga kini, penanganan STEMI hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar dengan fasilitas cath lab untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat.
"Adanya inisiatif program FASTEMI ditujukan sebagai upaya pertolongan pertama pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI di daerah terpencil, daerah-daerah yang jauh dari kota besar," jelas dr. Isman.
Terobosan Penanganan dengan Obat Fibrinolitik
Salah satu terobosan program FASTEMI adalah penggunaan obat penghancur bekuan darah (fibrinolitik) seperti tenecteplase. Obat ini akan disiapkan di puskesmas atau rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas cath lab. Dengan sekali suntik, obat ini dapat membantu membuka sumbatan pada pembuluh darah jantung, memberikan pertolongan pertama yang sangat dibutuhkan sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit besar.
"Obat-obatan fibrinolitik akan disiapkan di puskesmas atau rumah sakit yang tidak ada fasilitas cath lab sehingga apabila ada pasien serangan jantung STEMI bisa langsung disuntik," lanjut dr. Isman.
Pelatihan dan Kesiapan SDM
Untuk mendukung keberhasilan program ini, Kemenkes juga fokus pada pelatihan dan kesiapan sumber daya manusia (SDM) di puskesmas. Pelatihan mencakup pemberian obat tenecteplase serta penggunaan perangkat kegawatdaruratan seperti defibrillator dan alat EKG.
“Konsep program FASTEMI ini, yang pertama dilakukan adalah melakukan pelatihan. Ada pelatihan SDM kesehatan di puskesmas karena mungkin ada SDM kesehatan yang belum mendapat pelatihan penatalaksanaan pasien serangan jantung di puskesmas,” ujar dr. Isman.
Advertisement
Telemedisin sebagai Dukungan Tambahan
Program FASTEMI juga didukung oleh fasilitas telemedisin bernama KOMEN (Konsultasi Medis Online) yang memungkinkan puskesmas berkoordinasi dengan rumah sakit pengampu. Fasilitas ini memungkinkan konsultasi hasil EKG dengan dokter spesialis jantung untuk memastikan diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat.
Jika Berhasil, Program Akan Diperluas ke 32 Provinsi
Uji coba program FASTEMI saat ini dilakukan di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Pasaman Barat karena kesiapan fasilitas dan pelatihan dokter setempat. Jika berhasil, program ini akan diperluas ke 34 provinsi di Indonesia, dengan harapan dapat mengurangi angka kematian akibat serangan jantung.
“Harapannya, dapat menurunkan angka kematian akibat serangan jantung. Jadi, pertolongan pertama pasien serangan jantung dengan penyumbatan pembuluh darah arteri jantung total dapat dilakukan di puskesmas,” tutup dr. Isman.
Program FASTEMI merupakan langkah penting dalam meningkatkan akses layanan kesehatan bagi masyarakat di daerah terpencil dan memastikan bahwa mereka mendapatkan pertolongan yang cepat dan tepat saat menghadapi kondisi darurat serangan jantung.
Advertisement