Liputan6.com, Jakarta - Ulama kharismatik Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam salah satu kajiannya membahas soal qunut. Ia mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan qunut. Ada sahabat yang mempraktikkannya dan ada yang tidak.
“Sebagian sahabat tidak qunut. Anas tidak qunut tapi Ibnu Umar qunut. Dua-duanya sahabat. Turun ke bawahnya. Ada yang mempraktikkan, ada tidak. Imam Abu Hanifah tidak qunut,” kata UAH dikutip dari YouTube Ceramah Pendek, Senin (15/7/2024).
“Imam Malik qunut, qunutnya sir sebelum rukuk. Imam Syafi’i qunut, qunutnya jahar ba'da rukuk. Imam Ahmad bin Hambal tengah-tengah, qunutnya nazilah saja,” lanjutnya.
Baca Juga
Advertisement
Kata UAH, para sahabat dan ulama terdahulu yang beda pandangan soal qunut satu sama lain tidak pernah mengatakan qunut termasuk perbuatan bid’ah. Tidak ada larangan salat di belakang orang yang menggunakan qunut atau tanpa qunut.
UAH merasa heran dengan orang-orang yang bukan ahli fiqih tapi ramai mempersoalkan qunut dalam sholat. Bahkan, mereka secara terang-terangan menyebut qunut adalah bid’ah.
Simak Video Pilihan Ini:
Imam Qunut Makmum Harus Qunut, pun Sebaliknya
“Dan yang paling aneh itu ada kalimat-kalimat gini. Ustadz gimana kami sholat di belakang ahli bid’ah yang qunut. Bagaimana status kami, qunut atau tidak?” imbuh UAH.
“Ini aneh. Bid’ah itu kan sesat, tapi fatwanya keluar kalau dia qunut yang gak qunut antum diam saja. Anda diam saja mengambil makna qunut itu bid'ah. Kalau bid’ah sudah jelas sesat. Kullu bid'atin dholalah. Berarti imam bermakmum di belakang orang sesat, tapi yang paling aneh, Anda katakan itu orang sesat, tapi Anda boleh sholat di belakang dia,” tuturnya.
“Itu kan lucu menurut saya. Tidak ada kaidah dalam fiqih seperti itu. Yang satu salah persepsi menyebut orang ini sesat. Yang kedua boleh sholat di belakang orang sesat tapi saat sesatnya jangan diikuti. Itu kan aneh,” katanya.
Menurut UAH, ketika imam qunut sementara makmum tidak qunut atau sebaliknya itu sudah menyalahi kaidah sholat. Dalam sholat, seorang makmum harus mengikuti imam. Ketika imam rukuk, maka dia ikut rukuk. Imam sujud, makmum ikut sujud. Imam qunut maka makmum ikut qunut.
“Imam berqunut Anda mengaminkan. Masalah Anda angkat tangan atau tidak itu perbedaan lain, tapi Anda ikuti. Jangan sampai imam qunut Anda tidak. Ini bukan kaidah. Jangan terlampau sholeh, imam sudah salam, ini sujud sahwi. Jangan qunut sendirian ketika imamnya tidak qunut,” jelas UAH.
Advertisement
Muhammadiyah Tak Persoalkan Qunut, Bukan Bid’ah
Saat Simposium Satu Abad NU di Surabaya tahun 2023 yang dihadiri Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, UAH juga menyinggung soal qunut yang kerap diperdebatkan.
Menurut UAH, persoalan qunut di kalangan elit Muhammadiyah sudah selesai, namun turunan ke bawahnya tidak sama.
“Muhammadiyah gak pernah mempersoalkan qunut. Saya tidak pernah menemukan ada orang Muhammadiyah di Majelis Tarjih memfatwakan qunut bid'ah. Tidak ada, kecuali Wahabi. Tak pernah saya temukan,” kata UAH dikutip dari YouTube PAN Jatim.
“Bahkan faktanya yang terjadi, ketika imam qunut yang di belakang mengaminkan. Ketika imam di depan tak qunut, yang di belakang pun tak usah sujud sahwi. Jadi tataran konsep di atas itu sudah selesai,” jelas UAH.
Lalu mengapa persepsi di kalangan bawah berbeda?
“Saya kira belum tampilnya dan disemarakkannya dakwah-dakwah seperti Gus Baha, Gus Qoyyum. Di Muhammadiyah ada kami (UAH), ada teman-teman yang lain. Nah, saya mungkin sarankan di semua turunan ke PWM, PWNU, sampai ke bawah, itu yang difasilitasi untuk muncul,” kata UAH.
UAH mengatakan, saat ini sudah tidak lagi membicarakan perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam tatanan yang telah disepakati. Sekarang babnya adalah bagaimana membangun persaudaraan yang menyinergikan untuk membangun peradaban dan kemanusiaan.
“Saya kira bisa diinisiasi di bumi pertiwi ini melalui penyatuan sinergitas NU dan Muhammadiyah,” ujar UAH.
Advertisement