Sejarah Puasa Asyura yang Sebenarnya, Menurut UAH

Ustadz Adi Hidayat (UAH) jelaskan akar tradisi Puasa Asyura yang ada sejak era ahiliyah. Begini kisahnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2024, 14:30 WIB
Ustadz Adi Hidayat (Foto: Tangkapan Layar Youtube @aagymoffical)

Liputan6.com, Jakarta - Puasa Asyura merupakan sunnah yang dilakukan pada tanggal 10 Muharram, dimana berdasarkan riwayat hadis Rasulullah SAW, puasa ini dianjurkan sebagai penghapus dosa-dosa yang telah lalu.

Hari Asyura juga memiliki makna historis yang dalam bagi umat Islam, karena pada hari ini Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa AS dan umatnya dari Fir'aun dengan membelah Laut Merah.

Selain itu, puasa Asyura juga disunnahkan sebagai tanda syukur atas berbagai nikmat yang Allah berikan kepada umat-Nya.

Menukil kanal YouTube @persepsidalamdiam, Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam ceramahnya menjelaskan tentang sejarah puasa Asyura yang telah ada sejak era Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam awal berdakwah sebagai nabi dan rasul.

Menurut UAH, tradisi puasa ini sudah ditemukan di kalangan kabilah Quraisy di Suku Quraisy sejak era jahiliyah.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Silsilah Puasa 10 Muharram

ilustrasi puasa Asyura. (Ilustrasi: bbci.co.uk)

Ustadz Adi Hidayat mengungkapkan bahwa kebiasaan menunaikan puasa Asyura, yaitu puasa pada tanggal 10 di bulan Al Muharam, menunjukkan adanya silsilah panjang.

Tradisi ini sudah ada sebelum Islam datang dan kemudian dilanjutkan dalam syariat Islam. Hal ini menjadi menarik untuk ditelusuri lebih lanjut melalui hadits-hadits lainnya.

Menurut UAH, puasa Asyura memiliki akar tradisi yang kuat di zaman jahiliyah. Tradisi ini kemudian disikapi dengan empat pendekatan dalam syariat Islam.

Di antara empat pendekatan ini, ada yang diteruskan oleh Nabi Muhammad SAW dan diakomodir oleh syariat Islam karena memiliki nilai-nilai kebaikan.

Ia menjelaskan bahwa tradisi yang diteruskan oleh Nabi Muhammad SAW ini tidak hanya memiliki sanad yang tersambung ke era-era sebelumnya, tetapi juga memiliki nilai-nilai kebaikan yang diakui dalam syariat Islam.

"Oleh karena itu, puasa Asyura menjadi salah satu tradisi yang dilestarikan dalam Islam," katanya.


Islam Menghargai Tradisi yang Memiliki Akar Kebaikan

iluastrasi puasa Asyura. (Ilustrasi: ultrahdwalls.com)

Ustadz Adi Hidayat menyebutkan bahwa hukum puasa Asyura bisa berbeda-beda tergantung pada nilai dan manfaatnya. Kebanyakan tradisi yang diteruskan ini, jika tidak mubah atau diperkenankan, bisa menjadi sunnah.

"Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai tradisi yang memiliki nilai kebaikan dan kemanfaatan," sebutnya.

Dalam ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat juga mengajak untuk melihat lebih dalam bagaimana suku Quraisy bisa terbiasa menunaikan puasa Asyura.

"Penelusuran ini penting untuk memahami sejarah dan konteks puasa Asyura dalam Islam," tambahnya.

Ia menambahkan bahwa ada banyak hadits yang bisa dijadikan referensi untuk menelusuri tradisi puasa Asyura ini. Hadits-hadits ini memberikan gambaran bagaimana tradisi ini dihargai dan diteruskan dalam Islam.

Ustadz Adi Hidayat juga menjelaskan bahwa selain nilai sejarah, puasa Asyura memiliki nilai spiritual yang tinggi. Dengan menunaikan puasa ini, umat Islam bisa mendapatkan banyak pahala dan manfaat, termasuk pengampunan dosa setahun yang lalu.

"Penting bagi umat Islam untuk mengetahui sejarah dan nilai puasa Asyura agar bisa melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Hal ini juga menjadi salah satu cara untuk menjaga dan melestarikan tradisi baik dalam Islam," tambahnya.

Ustadz Adi Hidayat menegaskan bahwa puasa Asyura bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga bagian dari ibadah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, puasa ini memiliki tempat istimewa dalam ajaran Islam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya