Liputan6.com, Jakarta - Polri menyatakan masih mengkaji penanganan kasus peretasan atau hacking terhadap Pusat Dana Nasional (PDN) yang terjadi beberapa waktu lalu. Negara lain pun disebut butuh waktu bertahun-tahun untuk memecahkan masalah tersebut.
“Dalam proses penegakan hukum kan tidak terus ujug-ujug, semua melalui proses pendalaman, kan siber itu bukan suatu hal yang mudah ditangani,” tutur Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2024).
Advertisement
Menurut Wahyu, pihaknya tidak menyerah begitu saja dengan kasus peretasan PDN. Polri terus melakukan evaluasi penanganan hingga ke depannya dapat menuntaskan kejahatan tersebut.
“Beberapa waktu lalu, kemarin saya juga ketemu teman-teman dari Australia butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa meng-crack, memecahkan ini masalahnya. Tetapi kita akan terus melakukan evaluasi dan juga untuk mengkaji ini semua, mudah-mudahan bisa menyelesaikan dalam waktu secepatnya,” kata Wahyu.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menekankan pentingnya back up atau rekam cadang data nasional, usai terjadinya peretasan pada sistem Pusat Data Nasional (PDN). Hal ini untuk mengantisipasi apabila PDN kembali diretas.
"Yang paling penting adalah semua data yang kita miliki itu harus di-back up. Sehingga kalau ada apa-apa kita sudah siap," kata Jokowi di RSUD Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Kamis (4/7/2024).
Evaluasi Menyeluruh
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan pemerintah telah melakukan evaluasi menyeluruh usai peretasan Pusat Data Nasional (PDN). Jokowi menuturkan pemerintah saat ini sedang mencari solusi agar peretasan server PDN tak terjadi lagi.
"Ya sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi," kata Jokowi kepada wartawan di PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).
Dia meminta semua data nasional di back up untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang kembali. Jokowi juga menuturkan serangan ransomware tak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga negara lain.
"Di back up semua data nasional kita sehingga kalau ada kejadian kita tidak terkaget-kaget. Dan ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," jelasnya.
Jokowi turut menanggapi soal banyaknya desakan agar Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mundur dari jabatannya, buntut peretasan server PDN. Dia menyebut telah melakukan evaluasi.
"Semuanya sudah dievaluasi," ucap Jokowi.
Advertisement
Cadangkan Data
Sementara itu, Menko Polhukam RI, Hadi Tjahjanto mewajibkan seluruh kementerian, lembaga dan instansi mencadangkan data untuk mengantisipasi adanya peretasan seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Setiap tenant atau kementerian juga harus memiliki backup, ini mandatori, tidak opsional lagi, sehingga kalau secara operasional pusat data nasional sementara berjalan, ada gangguan, masih ada back up," kata Hadi saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta Pusat, dilansir dari Antara, Senin (1/7/2024).
Menurut Hadi, data di beberapa kementerian dan instansi masih bisa diselamatkan pasca peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 jika dilakukan pencadangan. Kini, Hadi beserta jajarannya tengah mengupayakan PDNS 2 kembali beroperasi bulan ini dengan beragam cara.
Salah satunya yakni dengan melakukan pencadangan data dari cold site yang ditingkatkan menjadi hot site di Batam. Untuk diketahui, hot site adalah sistem yang mengatur penggunaan data cadangan lokasi fisik alternatif.
Tak hanya itu, Hadi juga mengupayakan adanya perlindungan data yang berlapis dengan mencadangkan data PDNS 2 dengan cloud yang dipantau langsung oleh Badan Siber Sandi Negara (BSSN).
"Kemudian juga akan kita backup dengan cloud cadangan, cloud cadangan ini secara zonasi, jadi nanti data-data yang sifatnya umum kemudian data-data yang memang seperti statistik dan sebagainya itu akan disimpan di cloud. Sehingga tidak penuh data yang ada di PDN," kata Hadi.