Kemenperin Ungkap Biang Kerok Bikin Industri Keramik Indonesia Menderita

Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Syahdi Hanafi, mengungkapkan permasalahan mengenai kinerja industri keramik di tanah air sudah berlangsung lama.

oleh Tira Santia diperbarui 16 Jul 2024, 14:24 WIB
Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Syahdi Hanafi, mengungkapkan permasalahan mengenai kinerja industri keramik di tanah air sudah berlangsung lama.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Tim Kerja Pembina Industri Keramik dan Kaca Kementerian Perindustrian Ashady Hanafie, mengungkapkan permasalahan mengenai kinerja industri keramik di tanah air sudah berlangsung lama.

Permasalahan itu bermula ketika harga gas mulai naik pada tahun 2015. Kenaikan harga gas tersebut membuat kinerja industri keramik menurun, bahkan daya saingnya pun rendah.

"Jadi, mulai parahnya itu kenapa industri keramik kita turun drop karena ada kenaikan harga gas. Sebelum 2015 kita jaya, daya saing kita tinggi bahkan utilisasi 90 persen, setelah itu naik mulai turun drop daya saing kita rendah kalah bersaing harga," kata Ashady dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

Apalagi ditambah dengan masuknya impor keramik yang membuat produk keramik dalam negeri semakin kalah, karena keramik impor harganya lebih murah.

"Diperparah dengan impor masuk yang murah, di Indonesia konsumennya masih concern terhadap harga," ujarnya.

Melihat hal tersebut, akhirnya pada tahun 2016 Kementerian Perindustrian mulai mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies, seperti pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri keramik dalam negeri.

"Dengan BMAD, terkait dengan ubin keramik ini sebenarnya sudha cukup lama memiliki permasalahan yang berat dan jadi trade remedies yang dikenakan itu mulai tahun 2016 kita mulai mengajukannya karena sudah suffer (menderita)," pungkasnya.


Penasaran Isi 26.415 Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Menperin Surati Kemenkeu

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Kemenperin)

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pentingnya mengetahui isi dari 26.415 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak untuk melindungi industri dalam negeri.

Menperin mengungkapkan keinginannya untuk mengetahui isi dari 26.415 kontainer yang saat ini tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Langkah ini diambil guna menyusun strategi pencegahan yang efektif untuk melindungi industri dalam negeri.

"26 ribu itu is a big number, besar sekali. Kalau kita bicara soal 100-200 kontainer ya mungkin kita tidak akan terlalu pusing tapi ketika kita mempunyai 26 ribu kontainer kita mempunyai kepentingan tentu untuk memitigasi," kata Menperin dikutip Rabu (10/7/2024).

Lebih lanjut, Agus menyatakan bahwa pihaknya telah mengirim surat ke Kementerian Keuangan untuk meminta keterangan dan data terkait isi dari peti kemas yang tertahan di kedua pelabuhan tersebut. Namun, hingga kini pihaknya belum mendapatkan tanggapan.

"Belum ada respon," katanya.

Agus menekankan bahwa keterbukaan data mengenai isi kontainer tersebut adalah hal utama yang perlu diketahui. Dari 26.415 peti kemas yang tertahan, ada kemungkinan besar berisi bahan baku industri yang bisa mengancam industri domestik.

"Saya juga pengen tahu, tentukan barang-barang itu jangan-jangan bahan baku, kalau bahan baku di sektor apa barang-barang itu? jangan-jangan barang jadi, misalnya pakaian jadi, misalnya TV elektronik, barang-barang elektronik," kata dia.

 


Lapor Jokowi

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. (Foto: Kemenperin)

Diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkap beban pelaku industri imbas gempuran barang impor. Dia pun mengaku telah menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan keringanan.

Keringanan yang dimaksud adalah penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Menyusul dampak penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang dianggap merugikan pelaku industri.

"Kita melihat bahwa dampak dari Permendag 8 cukup dalam terjadi banyak penutupan industri, terjadi banyak PHK," ujar Menperin Agus dalam Launching Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri, di Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Dia mengatakan, Jokowi telah memimpin langsung rapat terbatas menanggapi persoalan tersebut. Alhasil, akan segera diterbitkan BMTP dan BMD untuk melindungi produk lokal.

"Alhamdulillah bahwa dalam ratas tersebut kami memperjuangkan dan disetujui oleh Bapak Presiden untuk menetapkan BMTP dan BMAD, tentu dalam rangka kita melindungi industri dalam negeri," kata dia.

Dia mengatakan, dua aturan bea masuk impor itu bukan regulasi utama. Mengingat sudah ada penetapan perpanjangan BMTP dan BMAD untuk produk kain dan produk keramik. Di sisi lain, ada produk lain yang perlu diatur.

"Itu membutunkan waktu dan kita tidak punya waktu yang cukup, kita hanya punya waktu yang sempit untuk menghadapi gempuran-gempuran dari barang-barang dari negara tertentu tersebut yang harganya jauh lebih murah," paparnya.


Jokowi Beri Lampu Hijau

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita. Ia mengatakan bahwa kontribusi manufaktur ke pertumbuhan ekonomi masih tinggi. (Dok Kemenperin)

Sebagai langkah lain, dia juga mengusulkan aturan impor dikembalikan ke Permendag 36/2023. Menurutnya, regulasi itu yang paling ideal untuk melindungi industri dalam negeri.

"Dalam ratas tersebut kami juga mengusulkan kepada bapak Presiden untuk kembali kepada Permendag 36 dan bapak Presiden mengatakan untuk segera dikaji dan artinya oleh bapak Presiden diberikan green light (lampu hijau)," ucapnya.

"Karena apa? Karena menurut pandangan kami Permendag 36 itu merupakan yang paling ideal, tidak ada sesuatu di dunia ini yang perfect. Tapi paling tidak Permendag 36 itu suatu yang paling ideal karena didalamnya ada pertek (pertimbangan teknis) yang mengatur lalu lintas yang mengontrol barang-barang impor masuk Indonesia dalam rangka melindungi industri dalam negeri," Menperin Agus menambahkan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya