Indonesia Bakal Terapkan Bea Masuk, Harga Keramik Bakal Tembus Segini

Indef menilai penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) memicu pasar persaingan makin kecil sehingga pilihan konsumen semakin sedikit.

oleh Tira Santia diperbarui 16 Jul 2024, 18:30 WIB
Indef menilai rencana Pemerintah menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 199 persen untuk produk impor keramik asal China diprediksi bisa mendorong harga keramik dalam negeri naik.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai rencana Pemerintah menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 199 persen untuk produk impor keramik asal China diprediksi bisa mendorong harga keramik dalam negeri naik.

Hal itu disampaikan oleh Head of Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho, dalam Diskusi INDEF terkait Menguji Rencana Kebijakan BMAD Terhadap Keramik, di Jakarta, Selasa (16/7/2024).

Dia menuturkan, penerapan BMAD bisa menimbulkan pasar persaingan semakin kecil, opsi konsumen semakin sedikit, sehingga harga keramik semakin mahal.

Alhasil, produsen dalam negeri akan ikut serta meningkatkan margin keuntungan dengan cara menaikkan harga jual, karena harga impor keramik meningkat tajam. Maka secara praktis, semakin rendah kuantitas atau volume keramik di pasar, disaat permintaan keramik domestik meningkat, harga yang diterima konsumen akan semakin mahal.

Adapun berdasarkan perhitungannya, misalnya jika rata-rata harga keramik porselen impor jenis B1A ukuran 60x60 asal China Rp 75.000-80.000 per meter persegi. Maka dengan penerapan bea masuk, harga keramik porselen bisa naik menjadi Rp 150.000-225.000 per meter persegi.

"Dengan adanya BMAD itu naiknya bisa sampai Rp 150.000-225.000 per meter persegi. Sementara harga keramik lokal porselen B1A dalam negeri itu lebih murah Rp 75.000 paling mahal Rp 90.000. Artinya cukup bersaing dengan produk impor," kata Andry.

 


Dampak Lainnya

Tahun ini, penjualan keramik diperkirakan merosot 10% menjadi 340 juta m2 dari tahun lalu 380 juta m2, Jakarta, Selasa (29/11). Pada 2017, penjualan keramik diperkirakan naik 5% menjadi 357 juta m2. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, dampak lainnya dengan penerapan BMAD akan terjadi expected inflation atau ekspektasi inflasi untuk harga keramik porcelain lokal di bawah harga yang diterapkan setelah BMAD, diperkirakan harganya mencapai Rp80.000 per meter persegi hingga Rp120.000 per meter per segi.

"Tinggal dikalikan luas ruangan. Jadi kurang lebih kita yang mengeluarkan tidak sampai puluhan juta, sekarang bisa sampai itu. Ini gambaran sederhana dari kami," ujar dia.

Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada Pemerintah agar lebih berhati-hati dalam menerapkan kebijakan. Agar tidak memicu permasalahan baru.

"Kita perlu hati-hati ya, terhadap tujuannya  untuk menguatkan kondisi industri dalam negeri. Jangan sampai kita mengeluarkan instrumen tidak kuat juga industri dalam negeri. Berarti diagnosis penyakitnya bisa jadi bukan faktor utama. Obat yang diberikan tidak langsung ke penyakit utamanya," pungkasnya.


Harga Keramik Impor Lebih Murah, Ternyata Begini Kualitasnya

Ilustrasi pemasangan nat pada lantai. (dok. Gappu/Dinny Mutiah)

Sebelumnya, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengatakan kebijakan hambatan perdagangan berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) mesti didukung penuh untuk melindungi industri domestik, mengingat kebijakan itu sudah sesuai dengan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

"Asaki juga merasakan adanya kelompok tertentu yang tidak suka industri keramik nasional menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri. BMAD harus didukung penuh karena merupakan instrumen perlindungan terhadap industri dalam negeri yang mana sesuai dengan aturan WTO," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto dikutip dari Antara, Selasa (16/7/2024).

Dirinya menyampaikan industri keramik dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik baik dari sisi volume produksi maupun jenis keramik yang diinginkan.

Bahkan, menurut dia, saat ini pihaknya masih memiliki kapasitas tersedia (idle) sebesar 60 persen atau sekitar 80-90 juta meter persegi untuk jenis keramik homogeneus tiles (HT) yang merupakan mayoritas keramik impor dari China.

"Sangat disayangkan terjadi defisit USD 1,5 miliar selama tahun 2019-2023 hanya karena keramik impor yang seharusnya tidak perlu terjadi. Karena sejatinya kita mampu produksi, namun karena praktik dumping tersebut pemerintah dan rakyat jelas yang dirugikan," ujarnya.

Ia berargumen kebijakan BMAD turut bisa melindungi konsumen dalam negeri, itu karena selama ini masyarakat disuguhkan keramik impor dengan harga dumping atau penurunan harga di bawah rata-rata (predatory pricing) dengan kualitas di bawah standar nasional.

"Adanya pengurangan kualitas seperti salah satu contohnya penurunan ketebalan keramik yang sebelumnya 1 cm menjadi 7 mm. Ini tentu mempengaruhi kekuatan dari keramik itu sendiri yakni bending dan breaking strength-nya menurun," ujar dia.

 


Selamatkan Industri Dalam Negeri

Ilustrasi pemasangan nat pada lantai. (dok. Gappu/Dinny Mutiah)

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menggunakan otoritas yang dimiliki untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri melalui pengenaan BMAD dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau "safeguard".

Tujuh sektor yang hendak dikenai hambatan perdagangan itu yakni, tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi serta alas kaki.

Penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri.

BMAD dan BMTP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Perbedaan mendasar antara tindakan anti dumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya