Disinflasi Global Melambat, Apa Pengaruhnya?

Untuk negara-negara maju, IMF memperkirakan laju disinflasi akan melambat pada tahun 2024 dan 2025.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Jul 2024, 15:30 WIB
Ilustrasi Konsep Inflasi Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta Dalam laporan terbaru World Economic Outlook, Dana Moneter Internasional atau IMF mengatakan momentum disinflasi global sedang melambat, menandakan adanya hambatan dalam perjalanannya.

Melansir CNBC International, Rabu (17/7/2024) IMF menilai, kenaikan inflasi di Amerika Serikat (as0 pada awal 2024 telah menempatkan AS tertinggal dari negara-negara besar lainnya yang menerapkan jalur pelonggaran kuantitatif.

Laporan ini muncul ketika para pelaku pasar meningkatkan taruhannya terhadap penurunan suku bunga Fed pada September.

Kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan satu penurunan suku bunga dari The Fed adalah perkiraan yang paling tepat tahun ini. Dia menyoroti masih kerasnya inflasi sektor jasa dan upah sebagai komplikasi dalam jalur penurunan inflasi.

Gourinchas mengatakan bahwa meskipun tingginya upah dan inflasi jasa “tidak selalu menjadi sumber kekhawatiran,” hal tersebut merupakan hal yang menjadi perhatian bagi perekonomian AS. Komentarnya muncul setelah Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan indeks harga konsumen bulan lalu tumbuh pada laju paling lambat dari tahun ke tahun sejak April 2021.

Meskipun laporan CPI menggembirakan, Gourinchas menyatakan kenaikan inflasi AS di awal tahun menunjukkan bahwa jalan menuju inflasi yang lebih rendah dan penurunan suku bunga bisa memakan waktu lebih lama dari perkiraan pasar.

"Kami lebih yakin bahwa mungkin ada beberapa pemotongan di akhir tahun ini, tetapi mungkin hanya satu kali, atau pada tahun 2024 dan mungkin sisa tahun 2025,ungkap Gourinchas.

Untuk negara-negara maju lainnya, IMF memperkirakan laju disinflasi akan melambat pada tahun 2024 dan 2025 karena tingginya inflasi jasa dan harga komoditas.

Menurut alat FedWatch CME Group, Wall Street kini memperkirakan peluang 100% untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan The Fed 18 September mendatang.

Pelaku pasar juga memperkirakan penurunan suku bunga lainnya di bulan November.

Mengenai perekonomian AS, lembaga keuangan tersebut menurunkan perkiraan pertumbuhan negara itu sebesar 0,1 poin persentase menjadi 2,6% pada tahun 2024 karena berkurangnya konsumsi dan pertumbuhan yang lebih lambat dari perkiraan pada awal tahun.

 


IMF Optimis The Fed Pangkas Suku Bunga di Akhir 2024

(Foto: aim.org)

Kozack berbicara setelah rilis laporan yang menunjukkan Indeks Harga Konsumen AS turun 0,1% pada bulan Juni, menandai penurunan bulanan pertama dalam empat tahun.

"Kami mendukung pendekatan kebijakan moneter The Fed yang bergantung pada data dan hati-hati. Kami juga memperkirakan bahwa The Fed akan berada dalam posisi untuk menurunkan suku bunganya pada akhir tahun ini, dan penilaian tersebut terus dipertahankan,” kata Kozack dalam sebuah konferensi pers.

Kozack juga mencatat bahwa pertumbuhan AS sangat kuat dan belanja federal yang besar untuk bantuan COVID-19 dan investasi di bidang infrastruktur, energi ramah lingkungan, dan semikonduktor akan memberikan dampak positif yang bertahan lama terhadap perekonomian negara itu.

Saran IMF

Namun Kozack mengulangi saran kebijakan tahunan IMF baru-baru ini agar Amerika Serikat mengendalikan tumpukan utangnya, sebuah rekomendasi yang sudah lama ada.

"Saat ini defisit fiskal terlalu tinggi, dan inilah saatnya, terutama ketika perekonomian sedang kuat, untuk mengambil tindakan agar rasio utang terhadap PDB berada pada jalur penurunan yang signifikan. Dan hal ini memerlukan serangkaian langkah fiskal yang luas," ucap Kozack.

IMF kini memperkirakan pembayaran bunga bersih AS atas utang federal diperkirakan mencapai 3,2% dari produk domestik bruto pada tahun fiskal 2024, yang berakhir pada 30 September, naik dari 2,4% pada tahun fiskal 2023 karena suku bunga yang lebih tinggi.

Rasio ini akan tetap tinggi bahkan dalam jangka menengah karena defisit dan tingkat utang yang lebih tinggi, tambah Kozack.   


Bos The Fed: Suku Bunga Tinggi Terlalu Lama Bahaya bagi Ekonomi AS

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Ketua Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell menyatakan kekhawatirannya mempertahankan suku bunga terlalu tinggi dalam jangka waktu lama dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.

Mengutip CNBC International, Rabu (10/7/2024) Powell mengatakan ekonomi AS tetap kuat seperti halnya pasar tenaga kerja, meskipun terjadi penurunan baru-baru ini. 

Bos bank sentral AS itu mengutip beberapa pelonggaran inflasi, yang menurut dia para pengambil kebijakan tetap tegas dalam menurunkan target mereka sebesar 2%.

"Pada saat yang sama, mengingat kemajuan yang dicapai dalam menurunkan inflasi dan mendinginkan pasar tenaga kerja selama dua tahun terakhir, peningkatan inflasi bukanlah satu-satunya risiko yang kita hadapi,” katanya dalam pidato di Capitol Hill.

"Mengurangi pembatasan kebijakan yang terlambat atau terlalu sedikit dapat melemahkan aktivitas ekonomi dan lapangan kerja,” ia menambahkan.

Komentar tersebut bertepatan dengan peringatan satu tahun terakhir kali Komite Pasar Terbuka Federal menaikkan suku bunga acuan.Suku bunga pinjaman The Fed saat ini berada pada kisaran 5,25%-5,50%, level tertinggi dalam 23 tahun terakhir.

Pasar memperkirakan The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada September mendatang, dan kemungkinan akan menindaklanjuti penurunan suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada akhir tahun.  Namun, anggota FOMC pada pertemuan Juni mengindikasikan hanya satu pemangkasan.

Inflasi AS Tunjukkan Kemajuan

Dalam beberapa hari terakhir, Powell dan rekan-rekannya telah mengindikasikan data inflasi cukup menggembirakan setelah terjadi lonjakan yang mengejutkan pada awal tahun. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya