Liputan6.com, Jakarta - Dunia media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan video viral tentang penggerebekan kamar kos yang diduga dihuni oleh seseorang yang mengalami hoarding disorder.
Video tersebut menampilkan kamar yang penuh dengan barang-barang tumpukan dan bau yang tak sedap, memicu kecurigaan seorang ibu kos untuk menggerebek kamar tersebut.
Advertisement
Fenomena ini memikat perhatian banyak orang dan menimbulkan pertanyaan, apa yang menyebabkan hoarding disorder?
Apa Itu Hoarding Disorder?
Hoarding disorder adalah kondisi ketika seseorang mengalami kesulitan yang ekstrem dalam membuang barang-barang yang dianggap tidak berguna.
Menurut seorang pakar keperawatan jiwa dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Uswatun Hasanah, kondisi ini ditandai dengan kebutuhan mendesak untuk menyimpan barang-barang tersebut, meskipun bagi orang lain barang tersebut mungkin tidak penting, seperti dikutip dari situs resmi UM Surabaya pada Rabu, 17 Juli 2024.
Apa yang Menyebabkan Hoarding Disorder?
Orang yang mengalami hoarding disorder sering kali menumpuk barang yang dianggap tidak berguna di rumah, kantor, atau bahkan di tempat umum, yang dapat menimbulkan masalah kesehatan, keselamatan, dan hubungan sosial.
Menurut American Psychiatric Association tahun 2013, mereka menghadapi tantangan yang berkelanjutan untuk membuang barang-barang tersebut karena perasaan kuat untuk menyimpannya.
Usaha untuk mengurangi barang-barang ini menimbulkan kesulitan besar dan sering kali berakhir dengan keputusan untuk mempertahankan barang-barang tersebut.
Dampaknya, kekacauan yang tercipta bisa mengganggu penggunaan ruang hidup dengan efektif, seperti dikutip dari Psychiatry.
Apa Ciri Ciri Orang Hoarding Disorder?
Orang yang mengalami hoarding disorder memiliki ciri-ciri khas. Ciri-ciri ini bersifat umum dan dapat bervariasi dalam tingkat keparahan antar individu yang mengalami hoarding disorder, antara lain seperti dikutip dari Klikdokter:
- Menumpuk Barang-Barang Tumpukan: Cenderung membeli dan mengumpulkan barang-barang dalam jumlah besar, bahkan jika barang tersebut tidak berguna atau rusak.
- Kesulitan Membuang Barang: Merasa sangat sulit untuk membuang barang-barang, meskipun barang tersebut tidak memiliki nilai praktis atau emosional yang signifikan.
- Ruangan Penuh Barang: Tempat tinggal atau ruang kerja sering kali penuh dengan barang-barang yang menumpuk, sehingga mengganggu penggunaan ruang secara efektif.
- Kekhawatiran Berlebihan: Merasa khawatir atau cemas ketika harus membuang barang-barang tertentu, bahkan jika barang tersebut sudah tidak diperlukan lagi.
- Perasaan Kebutuhan untuk Menyimpan: Memiliki dorongan yang kuat untuk terus menyimpan barang-barang baru, tanpa membuang yang lama, meskipun ruang penyimpanan sudah sangat terbatas.
- Keterlibatan Emosional yang Dalam: Melekatkan nilai emosional yang berlebihan pada barang-barang tertentu, menganggap bahwa kehilangan barang tersebut akan menyebabkan rasa kehilangan atau kecemasan yang besar.
- Gangguan Fungsional: Kondisi ini sering kali mengganggu kehidupan sehari-hari, baik dari segi fisik (karena kekacauan dan kebersihan yang kurang) maupun sosial (karena sulitnya menjaga hubungan dengan orang lain).
- Kesulitan dalam Mengambil Keputusan: Kesulitan dalam mengambil keputusan terkait dengan barang-barang, seperti memutuskan mana yang harus disimpan atau dibuang.
Advertisement
Apakah Hoarding Disorder Berbahaya?
Penting untuk diingat bahwa hoarding disorder bukan hanya masalah estetika atau kebersihan, tapi juga mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan secara luas bagi individu yang mengalaminya.
Dikutip dari situs Mass General Brigham McLean, hoarding disorder dapat berpotensi berbahaya karena:
- Keterbatasan Ruang: Menyimpan barang secara berlebihan dapat menyebabkan ruangan menjadi sangat berantakan dan tidak dapat digunakan secara efektif.
- Kehilangan Tempat Tinggal: Kekacauan yang terus bertambah dapat akhirnya membuat tempat tinggal menjadi tidak layak huni.
- Isolasi Sosial: Banyak orang dengan gangguan penimbunan cenderung menghindari orang lain memasuki rumah mereka, yang dapat menyebabkan isolasi sosial yang mendalam.
- Masalah Kesehatan Mental: Isolasi sosial yang berkepanjangan dapat memperburuk masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan.
- Kesulitan dalam Perawatan: Kondisi rumah yang tidak terawat dengan baik juga dapat mengganggu kebersihan dan kesehatan secara keseluruhan.
Hoarding Disorder Apakah Bisa Sembuh?
Hoarding disorder dapat disembuhkan dengan terapi kognitif dan perilaku (CBT), meskipun seringkali prospeknya tidak optimis. CBT merupakan pendekatan utama yang disarankan untuk mengatasi hoarding disorder.
Terapi ini membantu individu yang mengalami hoarding disorder untuk mengubah cara mereka berpikir dan bertindak terkait penyimpanan barang-barang yang dianggap tidak perlu.
Dalam hal pengobatan medis, penelitian mengenai penggunaan obat dalam hoarding disorder masih terbatas dan belum banyak yang dikendalikan, yang membuat kesimpulan dari literatur ini terbatas. Saat ini, tidak ada uji coba yang terkontrol secara ketat yang mendukung efektivitasnya.
Meskipun demikian, ada beberapa bukti manfaat dari beberapa obat seperti paroxetine, venlafaxine extended-release, amphetamine salts, methylphenidate, methylphenidate extended-release, dan atomoxetine.
Namun, belum ada data yang membandingkan efektivitas relatif dari obat-obatan ini. Penggunaan obat-obatan ini sebaiknya dipertimbangkan hanya setelah mencoba terapi perilaku kognitif yang terbukti lebih dulu untuk hoarding disorder.
Bagi beberapa individu, obat-obatan tersebut dapat memberikan manfaat dan membantu memperbaiki gejala mereka.
Advertisement