Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap masih banyak pemrakarsa sistem komunikasi kabel laut (SKKL) yang belum mematuhi aturan berlaku sehingga mengancam keberlangsungan operasi kabel dan bisa mengganggu kelestarian ekosistem.
"Pengaturan dimaksudkan agar penggelaran pipa maupun kabel dapat selaras dengan rencana tata ruang atau rencana zonasi. Namun dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai kendala, baik karena faktor alam maupun teknis. Untuk itu, perlu kajian lebih dalam, sehingga penggelaran pipa maupun kabel dilaksanakan tanpa melanggar aturan yang berlaku," ungkap Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono saat membuka Forum Group Discussion (FGD) tentang Pengawasan Pemanfaatan Ruang Laut Kegiatan Instalasi SKKL di Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Advertisement
Penggelaran SKKL diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut.
Di dalamnya tertera peta dan daftar koordinat 43 segmen Alur Pipa Bawah laut, 217 segmen Alur Kabel Bawah Laut, dan 209 Beach Main Hole (BMH), termasuk empat lokasi landing stations yang ditetapkan yakni di Batam, Kupang, Manado, dan Jayapura.
Regulasi tersebut juga mewajibkan pemrakarsa SKKL untuk mengurus perizinan dasar, yakni Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) ketika akan melakukan penggelaran di ruang laut. Selain itu, sebagai pemegang PKKPRL, pemrakarsa diwajibkan untuk menyerahkan laporan tahunan sebagai bagian dari pengendalian dan pengawasan oleh regulator.
Pemilik SKKL Belum Taat Aturan
Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik Doni Ismanto menambahkan, pihaknya menemukan masih banyak pemilik SKKL yang belum memenuhi aturan. Di antaranya penggelaran kabel tanpa PKKPRL atau menggelar di luar koordinat yang telah ditetapkan di PKKPRL.
"Dari sekitar 22 PKKPRL yang dikeluarkan oleh KKP untuk kegiatan SKKL sepanjang periode 2021-2024, terdapat lima pelanggaran. Kalau dipersentase, sekitar 22% tingkat pelanggarannya, lumayan tinggi, makanya perlu ditingkatkan kepatuhan dari pemrakarsa terhadap komitmen di PKKPRL," ungkap Doni yang sekaligus menjadi narasumber dalam FGD itu. Diungkapkannya, saat ini KKP sedang menimbang adanya grading bagi setiap calon pemrakarsa yang akan mengajukan PKKPRL untuk SKKL dengan salah satu penilaian adalah kepatuhan terhadap regulasi.
“Misalnya kita berikan label hijau, kuning, merah. Jika merah, artinya calon pemrakarsa punya rekam jejak sering tidak patuh dan harus diwaspadai dalam pemberian izin,” ulasnya.
Advertisement
Tumpang Tindih
Lebih lanjut dijelaskannya, alasan pemerintah mengatur penggelaran SKKL agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan lantaran banyaknya aktivitas di ruang laut. Hal ini karena kabel yang digelar di luar ketentuan sejatinya berpotensi rusak, misalnya, terkena jangkar kapal dan lainnya.
Selain itu, penggelaran kabel dikhawatirkan melintasi kawasan konservasi tanpa izin yang dapat mengganggu kelestarian ekosistem. Doni mengingatkan, besarnya potensi penggelaran SKKL dari luar negeri memanfaatkan perairan Indonesia seiring memanasnya hubungan geopolitik Amerika Serikat (AS) dan China karena Laut China Selatan tak mudah dilewati.
“Kita sebagai negara melihat peluang tersebut, dengan menjaga kepentingan dalam negeri yang mewajibkan pemilik SKKL dari luar negeri untuk bermitra dengan operator kabel lokal dan mewajibkan landing stations sesuai regulasi. Kehadiran landing stations secara teknis dan kedaulatan digital nilainya lebih tinggi ketimbang landing points, ini kita tegakkan dengan menjalankan Kepmen KP No14/21,” tegasnya.