Nukila Evanty Jadi Pembicara di UNTOC,  Sebut Perlu Peran Aktif Pemerintah dan LSM Atasi Penyelundupan Manusia 

Nukila Evanty terpilih mewakili Organisasi Masyarakat Sipil dari kawasan Asia.

oleh Tim Showbiz diperbarui 17 Jul 2024, 15:49 WIB
Nukila Evanty terpilih mewakili Organisasi Masyarakat Sipil

Liputan6.com, Jakarta Dialog Konstruktif 2024 untuk Mekanisme Peninjauan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir (UNTOC) dan Protokol  telah dilaksanakan di Vienna, Austria pada 10-15 Juli 2024 dengan diorganisir oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan dalam format hybrid. Melalui kegiatan ini diharapkan terbangun dialog konstruktif, yakni dialog antara pemangku kepentingan non-pemerintah dan Negara Pihak.

Salah satu isu penting yang didiskusikan yaitu perdagangan manusia, dan penyelundupan migran yang berkaitan dengan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional.

Terkait isu tersebut, Indonesia diwakili oleh aktivitis perempuan sekaligus Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Kejahatan Terorganisir (the Coalition against Organized Crime). Nukila terpilih mewakili Organisasi Masyarakat Sipil dari kawasan Asia dan diberikan kesempatan menyatakan pandangannya selama delapan menit dalam acara Dialog Konstruktif 2024 untuk Mekanisme Peninjauan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir dan Protokol.

Nukila memiliki pengalaman panjang dalam melakukan advokasi terkait pencegahan kejahatan yang bersifat transnasional dan kejahatan terorganisir. Bahkan saat ini, Nukila sedang aktif dalam mengadvokasi masyarakat di pesisir Indonesia yang berbatasan dengan Australia, yakni di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

Melalui kegiatan Dialog Konstruktif 2024 untuk Mekanisme Peninjauan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir dan Protokol, Nukila mengisahkan pengalamannya. Bahwa sudah lama terjadi penyelundupan manusia melalui jalur pesisir Indonesia. Bahkan orang-orang yang diselundupkan difasilitasi oleh sindikat internasional. Masyarakat pesisir yang ditemui Nukila, umumnya bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan yang terbatas. Hanya mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi sulit inilah yang digunakan oleh para sindikat memasuki Pulau Rote sejak tahun 2007. Para sindikat ini mengajak para nelayan untuk bekerjasama mengantar para migran ini menggunakan kapal nelayan ke perbatasan Australia. Maka para nelayan akan dibayar dengan layak sehingga mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan biaya sekolah anak. 

”Para nelayan ini mau mengantar migran yang berasal dari Nepal, Rohingya, Irak, Iran, Afghanistan, Bangladesh hingga China. Tujuan para migran ini agar tiba di Australia,” ungkap Nukila.

 

 

 

 

 


Pelaut Ulung

Nelayan Rote dikenal sebagai pelaut ulung. Puluhan tahun menjadi nelayan, membuat mereka paham tentang laut dan cara tepat menuju ke perbatasan Australia. “Para nelayan hanya bertugas mengantar para migran ini. Sementara tugas para sindikat adalah menjemput calon-calon korban ini dari berbagai tempat di Indonesia. Mereka bekerja sangat terstruktur. Umumnya para migran ini sudah membayar uang jutaan Rupiah kepada sindikat tersebut. Nanti dalam perjalanan, dari pesisir Pulau Rote, menuju perbatasan Australia. Nah, saat tiba diperbatasan ini, para migran juga nelayan akan ditahan oleh petugas Keamanan Perbatasan Australia. Nah, karena migran ini tanpa dokumen, biasanya setelah diperiksa, mereka lalu dikirim kembali ke Indonesia,” jelas Nukila. 

Berdasarkan fakta yang Nukila temukan di lapangan, trejadinya penyelundupan migran, karena para sindikat ini mengambil keuntungan dengan membantu seseorang untuk masuk atau tinggal di suatu negara (dimana orang tersebut bukan merupakan warga negara atau penduduk tetap) atau melintasi negara tersebut tanpa memiliki izin yang sah untuk melakukannya.

Umumnya penyelundupan migran terjadi, karena berbagai alasan. Pertama, kesulitan untuk menggunakan migrasi reguler atau bermigrasi secara legal. Kedua, sindikat/kelompok kriminal terorganisir mengambil keuntungan dari orang-orang yang perlu melarikan diri dari konflik, penganiayaan, bencana alam, kurangnya lapangan kerja & kesempatan pendidikan sehingga mencari harapan & negara baru untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut.

Dengan melihat keadaan di lapangan, mengatasi penyelundupan migran memerlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk kerja sama, pertukaran informasi termasuk tindakan sosio-ekonomi, di tingkat nasional, regional dan internasional.

 


Kerjasama

Negara-Negara Pihak harus bekerja sama dengan LSM dan Organisasi Masyarakat Sipil untuk memastikan adanya pelatihan personil yang memadai di wilayah mereka untuk mencegah, memerangi pemberantasan penyelundupan manusia dan untuk melindungi hak-hak migran yang menjadi objek tindakan tersebut & perlakuan manusiawi terhadap migran. 

Ada tiga langkah yang bisa dilakukan negara pihak untuk mengantisipasi penyelundupan migran yang marak terjadi. Pertama: pencegahan. Untuk mencegah penyelundupan migran sesuai dengan aturan dalam Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir dan hukum laut internasional.

Kedua: perlindungan. Menjamin keselamatan dan perlakuan manusiawi terhadap penumpang di kapal; memberikan para migran perlindungan yang layak terhadap kekerasan khususnya terhadap perempuan dan anak-anak.

Ketiga: Intervensi Sosial Ekonomi. Diperlukan perhatian khusus pada daerah-daerah yang miskin secara ekonomi dan sosial, untuk memerangi akar penyebab sosio-ekonomi penyelundupan migran, seperti kemiskinan dan keterbelakangan pembangunan.

Sejauh ini, Nukila melihat maraknya penyelundupan migran terjadi di masyarakat pesisir, secara khusus di kawasan Asia Pasifik. Pengalaman Nukila membuktikan, umumnya kondisi masyarakat pesisir mengalami persoalan ekonomi yang akut. Sebut saja sulitnya menjangkau perumahan yang layak, biasanya ditemukan rumah dalam kondisi buruk atau perumahan di bawah standar kehidupan sehingga menimbulkan risiko terhadap kesejahteraan fisik keluarga, termasuk rumah dipenuhi jamur, hewan pengerat dan hama yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan kronis. Lalu banyaknya anak putus sekolah, terbatasnya pendapatan dan kesempatan kerja bagi nelayan dan keluarganya. Selanjutnya perempuan yang bergantung pada suami untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, kurangnya keterampilan untuk menghidupi keluarga secara ekonomi. Bahkan beberapa keluarga menderita hutang kepada rentenir.  Dan, yang tak kalah penting adalah kurangnya program pemberdayaan ekonomi dan program digitalisasi.

Ragam persoalan diatas, membuat kondisi nelayan marginal dapat dimanfaatkan oleh sindikat atau kelompok kriminal terorganisir untuk mengangkut orang-orang yang minta diselundupkan “Para nelayan ini, belum paham mengenai penyelundupan migran dan cara mengatasinya. Juga kurangnya pengetahuan mengenai batas wilayah, dan mereka tidak memahami hukum internasional,“ terang Nukila.

Dengan kompleksitas persoalan yang dialami, membuat para nelayan marginal ini terperangkap dalam sindikat penyelundupan manusia. Karena itu, diperlukan peran nyata pemerintah dan organisasi masyarakat sipil di masyarakat. Diperlukan berbagai intervensi untuk mengatasi masalah.

Pertama, memberikan pengetahuan untuk mengidentifikasi penyelundupan manusia melalui laut & pencegahannya; serta menginformasikan hak-hak perempuan & hak-hak nelayan termasuk pengetahuan di perbatasan laut.

Kedua, memberdayakan perekonomian masyarakat marginal pesisir bersama pemerintah desa & pemangku kepentingan lainnya.

Ketiga, pengetahuan dan keterampilan mengenai potensi ekonomi di wilayah & digitalisasi.

Keempat, memberdayakan para nelayan dengan alternatif pekerjaan selain menangkap ikan, misalnya mengolah hasil ikan & varian lainnya. 

Menurut Nukila, peran organisasi masyarakat sipil penting dalam melakukan intervensi terhadap sosial ekonomi masyarakat pesisir, terutama bagi kelompok marjinal yang mudah terjebak di tengah kemiskinannya, misalnya sebagai kurir bagi masyarakat yang ingin menyelundupkan melalui jalur laut, karena membutuhkan uang dan juga peran masyarakat pesisir penting dalam mencegah penyelundupan migran melalui laut.

“Harus ada kerja sama yang kuat bagi negara-negara dan organisasi masyarakat sipil yang berbatasan dengan laut; yang selalu menghadapi kasus penyelundupan migran melalui laut ini,“ kata Nukila.

Nukila bersyukur diberikan kesempatan berbicara dalam Dialog Konstruktif 2024 untuk Mekanisme Peninjauan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir dan Protokol. “Dialog ini penting agar semua negara mendapatkan pemahaman yang lebih luas mengenai penyelundupan migran dan menawarkan solusi dan pencegahan penyelundupan manusia,” pungkasnya.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya