Peluang Tumbuh Asuransi Kian Besar di Tengah Tren Akuisisi

Besarnya populasi penduduk dan perekonomian yang terus tumbuh membuat kebutuhan asuransi akan terus meningkat.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 17 Jul 2024, 20:43 WIB
Ilustrasi asuransi rumah. (Shutterstock/REDPIXEL.PL)

Liputan6.com, Jakarta Tren akuisisi dan merger di industri asuransi berpeluang terus berlanjut, baik karena tuntutan regulasi maupun strategi perusahaan untuk semakin memperkuat bisnisnya. Hal ini diyakini akan semakin memperkuat industri asuransi nasional.

Ketua Bidang Literasi dan Pelindungan Konsumen Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Freddy Thamrin menjelaskan bahwa peluang pertumbuhan bisnis asuransi di Tanah Air masih sangat besar.

Besarnya populasi penduduk dan perekonomian yang terus tumbuh membuat kebutuhan asuransi akan terus meningkat.

Dengan kondisi itu, dia menilai bahwa perusahaan-perusahaan asuransi akan semakin memperkuat fundamental bisnisnya agar bisa menjangkau dan melindungi sebanyak mungkin masyarakat. Salah satu strategi penguatan bisnis itu adalah melalui akuisisi maupun merger.

Freddy meyakini bahwa tren akuisisi maupun merger di industri asuransi jiwa akan terus berlanjut. Aksi korporasi itu menjadi upaya penyehatan perusahaan, juga langkah untuk mencapai ketentuan permodalan.

“Pasti kalau ada akuisisi, arahnya ingin lebih besar. Akuisisi itu pasti ada usaha-usaha untuk meningkatkan dan melihat faktor-faktor yang memungkinkan untuk lebih dikembangkan,” ujar Freddy.

Akhir tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Ditetapkan bahwa modal disetor bagi perusahaan asuransi yang baru berdiri adalah minimal Rp1 triliun, dan reasuransi minimal Rp2 triliun.

Perusahaan asuransi yang sudah berdiri juga harus meningkatkan modal minimumnya secara bertahap untuk memenuhi aturan paling lambat 31 Desember 2026, yakni asuransi minimal Rp 250 miliar, reasuransi Rp 500 miliar, asuransi syariah minimal Rp100 miliar, dan reasuransi syariah minimal Rp 200 miliar.

 

 


Aturan Lain

Ilustrasi Asuransi (iStockphoto)

POJK 23/2023 juga mengatur mengelompokkan kelas perusahaan asuransi berdasarkan modalnya, yakni Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) I dan II dengan batas waktu 31 Desember 2028.

Di KPPE 1, perusahaan asuransi harus memiliki modal minimum Rp500 miliar dan asuransi syariah minimum Rp200 miliar. Di KPPE II, perusahaan asuransi harus memiliki modal minimum Rp1 triliun dan asuransi syariah minimum Rp500 miliar.

Perusahaan yang masuk dalam KPPE I akan menawarkan produk asuransi yang sederhana, sedangkan perusahaan di KPPE II dapat menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha asuransi, seperti menawarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit linked.

Akuisisi maupun merger dapat menjadi salah satu cara untuk memenuhi ketentuan permodalan itu, maupun cara perusahaan untuk bersaing dengan kompetitornya yang mampu meningkatkan kapasitas permodalan.


Akusisi Jadi Sorotan

Asuransi

Salah satu aksi akuisisi yang menjadi perhatian di industri asuransi saat ini adalah yang dilakukan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life) yang mengambil alih mayoritas saham PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Mandiri Inhealth).

Sebelumnya, saham Mandiri Inhealth masih dimiliki oleh tiga pihak, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebanyak 80%, PT Kimia Farma Tbk sebanyak 10%, dan Indonesia Financial Group (IFG) sebanyak 10%.

Setelah akuisisi, IFG Life memiliki 80% saham Mandiri Inhealth dan menjadi pemegang saham pengendali. Adapun 20% sisanya masih dimiliki oleh Bank Mandiri. Diyakini akuisisi ini merupakan aksi korporasi untuk memperkuat kapabilitas bisnis IFG Life.

Freddy menilai bahwa perusahaan-perusahaan asuransi akan melakukan penilaian dengan cermat sebelum melakukan akuisisi atau merger dengan perusahaan lain. Yang jelas, akuisisi akan terus berlanjut karena prospek industri asuransi di Indonesia yang sangat baik.

Optimisme Freddy itu tercermin dari catatan kinerja industri asuransi jiwa pada awal tahun ini. OJK mencatat bahwa premi industri asuransi jiwa pada Januari 2024 mencapai Rp17,3 triliun atau tumbuh 8,2% secara year on year/yoy dari Januari 2023 senilai Rp16,02 triliun.

Industri asuransi jiwa nasional juga mencatatkan risk-based capital (RBC) 447,68%. OJK menetapkan bahwa batas minimal RBC asuransi adalah 120%, artinya kondisi industri asuransi jiwa sangat sehat dan dapat memproteksi masyarakat dengan optimal.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya