Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech peer to peer lending (fintech P2P).
Rencana untuk menaikkan plafon penyaluran kredit perusahaan fintech pinjaman online (pinjol) ini tengah dalam proses penyusunan peraturan (rule making rule) termasuk menerima pandangan dan masukan dari pemangku kepentingan.
Advertisement
Dikutip dari keterangan OJK, Kamis (18/7/2024), OJK mengapresiasi masukan dan pandangan yang disampaikan pemangku kepentingan tersebut dan saat ini sedang melakukan penyempurnaan terhadap pengaturan industri LPBBTI sebagai salah satu tindak lanjut OJK sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Beberapa penyempurnaan terhadap ketentuan tersebut antara lain penguatan kelembagaan, manajemen risiko, tata kelola dan pelindungan konsumen, serta penguatan dukungan terhadap sektor produktif.
Untuk semakin memperkuat dukungan terhadap sektor usaha produktif melalui LPBBTI, OJK berencana meningkatkan batas maksimum pendanaan produktif (bukan untuk pendanaan konsumtif) lebih tinggi dibanding batas maksimum sebelumnya sebesar Rp 2 miliar.
LPBBTI yang dapat menyalurkan batas maksimum pendanaan dimaksud harus memenuhi kriteria tertentu antara lain memiliki rasio TWP90 maksimum sebesar 5 persen.
Sebagai informasi, TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian Pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Pendanaan terhadap sektor produktif tersebut sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028 yang bertujuan agar meningkatkan kontribusi positif terhadap UMKM dan pertumbuhan ekonomi nasional.
OJK Terima Ribuan Aduan Warga soal Fintech, Perilaku Kasar Debt Collector jadi Sorotan
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat selama Semester I-2024 berdasarkan data layanan konsumen OJK terdapat 5.047 pengaduan mengenai fintech, termasuk industri P2P lending atau pinjaman online.
"Sejak 1 Januari 2024 s.d. 30 Juni 2024, berdasarkan data layanan konsumen OJK, terdapat 5.047 pengaduan terkait financial technology (fintech)," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) Friderica Widyasari Dewi, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/7/2024).
Adapun dari total pengaduan tersebut, terdapat 5 jenis permasalahan terbesar yaitu perilaku petugas penagihan, kegagalan/keterlambatan transaksi, fraud external, penyalahgunaan data pribadi, dan permasalahan bunga/denda/pinaliti.
Disamping itu, kata Friderica, terkait pengaduan perilaku petugas penagihan di sektor fintech, tercatat 3.017 pengaduan yang masuk melalui APPK OJK.
Menurutnya, OJK senantiasa melakukan penegakan disiplin atas pelanggaran ketentuan yang dilakukan oleh PUJK termasuk bagaimana perilaku petugas penagihan yang mewakili PUJK dalam melakukan tugasnya.
Advertisement
Pengaduan Konsumen
Lebih lanjut, berdasarkan hasil analisis OJK terhadap pengaduan konsumen, sejak Januari sampai dengan Juni 2024 telah ditemukan sebanyak 411 pengaduan berindikasi pelanggaran ketentuan pelindungan konsumen khususnya terkait Perilaku Petugas Penagihan.Indikasi pelanggaran dimaksud terjadi di industri perbankan, perusahaan pembiayaan dan fintech.
"Pelanggaran perilaku petugas penagihan yang paling banyak terjadi berupa penggunaan kata-kata kasar dan penagihan dengan kalimat ancaman," ujarnya.
Oleh karena itu, OJK senantiasa melakukan penegakan disiplin atas pelanggaran ketentuan yang dilakukan oleh PUJK termasuk bagaimana perilaku petugas penagihan yang mewakili PUJK dalam melakukan tugasnya.