Heboh Syarat Tes Kehamilan Ilegal 168 Pelamar Kerja di China, 16 Perusahaan Terseret

168 perempuan yang mencari pekerjaan di 16 perusahaan di Nantong, China menjalani tes kehamilan secara ilegal yang disyaratkan perusahaan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 19 Jul 2024, 07:00 WIB
Seorang pria mendorong seorang anak di kereta bayi di sebuah taman umum di Beijing, Selasa (17/1/2023). Dalam jangka panjang, para pakar PBB melihat populasi China menyusut hingga 109 juta pada tahun 2050. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta Lebih dari selusin perusahaan di China menghadapi tuntutan hukum karena diduga meminta pelamar kerja untuk melakukan tes kehamilan.

Laporan itu dipublikasikan oleh media yang dikelola pemerintah ChinaProcuratorial Daily.

Melansir CNN Business, Jumat (19/7/2024) jaksa menemukan bahwa 168 perempuan yang mencari pekerjaan di 16 perusahaan di Nantong, sebuah kota di provinsi timur Jiangsu, China telah menjalani tes kehamilan secara ilegal sebagai bagian dari pemeriksaan fisik pra-kerja mereka.

Kasus ini menyoroti kontradiksi di jantung perekonomian China, ketika negara tersebut berupaya meningkatkan angka kelahiran yang menurun, namun beberapa perusahaan enggan mempekerjakan pekerja yang sedang hamil.

Dilaporkan juga, para pemberi kerja menghindari perekrutan perempuan usia subur, dengan adanya laporan bahwa perempuan ditanya tentang keluarga berencana selama wawancara kerja, atau tidak diberi posisi meskipun mereka tidak berencana untuk memiliki anak.

Padahal, undang-undang di China melarang suatu perusahaan untuk melakukan tes kehamilan atau melakukan diskriminasi terhadap pekerja yang hamil. Menurut hukum di China, perusahaan dapat didenda hingga 50.000 yuan atau Rp.111,3 juta jika terbukti melakukan diskriminasi gender.

Di Nantong, pihak berwenang mendapat informasi dari kelompok litigasi publik online, yang mengatakan beberapa pemberi kerja di kota tersebut telah memberikan tes kehamilan kepada pencari kerja.

Bekerja sama dengan kelompok tersebut, jaksa melancarkan penyelidikan dan mengunjungi dua rumah sakit umum besar dan pusat pemeriksaan medis.

Setidaknya satu perempuan yang ditemukan sedang hamil tidak diberi pekerjaan, kata jaksa. Namun laporan tersebut tidak menyebut secara spesifik nama perusahaan man atau merinci apakah ada di antara mereka yang didenda.


Krisis Demografi

Wanita yang mengenakan masker berjalan dengan anak-anak mereka di jalan menuju Kota Terlarang di Beijing, Selasa (17/1/2023). Penurunan populasi tersebut lebih dari tiga kali lipat prediksi penurunan sebelumnya pada 2019. (AP Photo/Andy Wong)

Seperti diketahui, populasi di China telah menyusut selama dua tahun berturut-turut dan angka kelahiran pada tahun 2023 merupakan yang terendah sejak berdirinya Republik Rakyat China pada tahun 1949.

Pada tahun 2022, China dilampaui oleh India sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia.

Pada tahun 2015, pasangan di negara tersebut diperbolehkan memiliki dua anak, dan pada tahun 2021 jumlah tersebut ditingkatkan menjadi tiga anak.

Namun perubahan kebijakan tersebut hanya berdampak kecil terhadap penurunan populasi.Laporan terbaru dari YuWa Population Research Institute menobatkan China sebagai salah satu negara termahal di dunia untuk membesarkan anak, dengan dampak yang tidak proporsional terhadap perempuan yang menyebabkan tingkat kesuburan negara tersebut sangat rendah.


Biaya Tinggi

Seorang pria menarik seorang anak melewati dekorasi Tahun Baru Imlek yang dipajang di jalan perbelanjaan pejalan kaki Qianmen, tempat wisata populer di Beijing, Selasa (17/1/2023). Penurunan ini juga diyakini menjadi yang terburuk sejak 1961 yakni tahun terakhir kelaparan hebat di China. (AP Photo/Andy Wong)

Rata-rata biaya di China untuk membesarkan anak sejak lahir hingga usia 17 tahun adalah sekitar USD 74,800 dan meningkat menjadi lebih dari USD 94,500 untuk mendukung seorang anak hingga meraih gelar sarjana, kata laporan itu.

Biaya membesarkan anak hingga usia 18 tahun di China kini 6,3 kali lebih tinggi dibandingkan PDB per kapita negara tersebut.

Perempuan yang mengambil cuti melahirkan mungkin menghadapi “perlakuan tidak adil” di tempat kerja seperti dipindahkan ke tim lain, dipotong gajinya, atau kehilangan peluang promosi, kata laporan itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya