Meta Ogah Luncurkan Model Bahasa Besar AI Llama di Uni Eropa, Ada Apa?

Meta, raksasa media sosial, menunda peluncuran model bahasa besar AI Llama di Uni Eropa. Ada apa?

oleh Yuslianson diperbarui 19 Jul 2024, 09:30 WIB
Facebook mengubah namanya menjadi Meta. (Doc: The Verge)

Liputan6.com, Jakarta - Meta, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp sepertinya ogah meluncurkan model bahasa besar AI Llama buatananya di Uni Eropa. Kenapa?

Disebutkan, alasan Meta tidak ingin merilis AI buatan mereka yang mampu menangani video, audio, gambar, dan teks di Uni Eropa ini terkait masalah peraturan.

“Kami akan merilis model AI Llama dalam beberapa bulan mendatang, tetapi tidak di UE karenaperaturan Eropa yang tidak dapat diprediksi,” kata juru bicara Meta, Kate McLaughlin, sebagaimana kutip dari The Verge, Jumat (19/7/2024).

Akibat keputusan perusahaan rintisan Mark Zuckerberg tersebut, maka akan mencegah perusahaan-perusahaan Eropa menggunakan Llama meskipun dirilis di bawah lisensi terbuka.

Informasi, baru minggu lalu tenggat waktu kepatuhan bagi perusahaan AI berdasarkan Undang-Undang AI baru ketat.

Dalam UU AI baru ini, perusahaan teknologi yang beroperasi di Uni Eropa memiliki waktu hingga Agustus 2026 untuk mematuhi peraturan seputar hak cipta, transparansi, dan penggunaan AI.

Keputusan raksasa media sosial ini mengikuti langkah Apple, di mana perusahaan tersebut juga menyatakan akan tidak merilis Apple Intelligence di Uni Eropa karena Undang-Undang Pasar Digital (DMA).

Tak hanya itu, Meta juga batal merilis asisten AI buatannya di UE dan menghentikan sementara AI generatif mereka di Brasil. Kabarnya, keputusan ini juga muncul terkait perlindungan data.


Meta Kasih Data Instagram ke Peneliti untuk Bedah Kesehatan Mental Remaja

Facebook meluncurkan tanda Meta baru mereka di kantor pusat perusahaan di Menlo Park, California, Kamis, 28 Oktober 2021. Facebook Inc. yang diperangi mengubah namanya menjadi Meta Platforms Inc., atau Meta, untuk mencerminkan apa yang CEO Mark Zuckerberg mengatakan komitmennya untuk mengembangkan t

Di sisi lain, Meta memberikan data Instagram ke sekelompok peneliti untuk melihat apakah media sosial secara psikologis dapat merusak kesehatan mental pengguna muda atau tidak.

The Verge melaporkan Center for Open Science (COS) meluncurkan program percontohan baru bersama Meta untuk menghasilkan studi independen tentang bagaimana media sosial memengaruhi kesehatan mental remaja.

Program bertajuk 'The Instagram Data Access Pilot for Well-Being Research' ini akan melakukan penelitian akademik independen dengan menggunakan data Instagram hingga enam bulan untuk menentukan “potensi hubungan positif atau negatif penggunaan Instagram” di kalangan remaja dan dewasa muda.

Mengutip Engadget, Kamis (18/7/2024), studi ini juga akan mengkaji perbedaan positif dan negatif dari populasi besar di seluruh dunia dan penyebab 'hubungan statistik antara Instagram dan kesehatan sosial atau emosional (kesehatan mental)'.


Tidak Diberikan Akses ke Data Demografis Pengguna

Ilustrasi Meta Facebook. Credit: Dima Solomin/Unsplash

Data yang dapat diakses oleh peneliti kemungkinan mencakup pengikut pengguna Instagram dan akun yang mereka ikuti, pengaturan akun, dan jumlah waktu yang mereka habiskan di aplikasi ini.

Para peneliti tidak akan memiliki akses ke informasi demografis pengguna atau konten postingan dan komentar mereka.

Data tersebut akan berasal dari akun Instagram yang berbasis di 24 negara termasuk Amerika Serikat dan Inggris. Demikian menurut permintaan proposal (request for proposal/RFP) riset tersebut. 


Bahaya Media Sosial di Kalangan Remaja

Ilustrasi Mental Health. (WOKANDAPIX/Pixabay)

Studi ilmiah lain yang dilakukan oleh para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) serta New York University dan Stanford menemukan hubungan paralel antara penggunaan media sosial dan kondisi kesehatan mental seseorang.

Kaitan ini menjadi perhatian lebih besar tahun lalu ketika Arturo Béjar, mantan direktur teknik Perlindungan dan Perawatan di Facebook, bersaksi di depan subkomite Kehakiman Senat bahwa ia memberi tahu perusahaan tersebut dan CEO-nya Mark Zuckerberg melalui email tentang bahaya produk mereka terhadap generasi muda.

Béjar bersaksi, 13 persen pengguna Instagram berusia 13-15 tahun menerima rayuan seksual yang tidak diinginkan.

Dia juga bersaksi bahwa putrinya yang berusia 16 tahun menunjukkan tanda-tanda penurunan kesehatan mental sesaat ketika seorang pengguna berkomentar bahwa dia harus “kembali ke dapur” di bawah salah satu postingannya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya