Liputan6.com, Jakarta Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) sekaligus dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Zainul Maarif, dipecat dari jabatannya usai bertemu Presiden Israel Isaac Herzog.
Usai dicopot jabatannya, Zainul mengeklaim pertemuannya dengan Presiden Israel karena membawa misi untuk perdamaian terhadap Palestina. Zainul Maarif juga menegaskan pertemuan itu bukan menandakan kalau dia pro-Israel.
Advertisement
"Jangan katakan saya itu pro-Israel. Tidak. Saya pro kemanusiaan, bahwa yang dilakukan oleh Israel itu biadab. Ini nih terhadap Gaza, ya kan? Nah, itu tadi. Cuma tidak mungkin saya, masak mukulin presiden. Itu tidak mungkin. Tidak mungkin," kata Zainul Maarif di kantor PWNU DKI Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Zainul Maarif menjelaskan bahwa pertemuan dengan Presiden Isaac Herzoq sebagai rangkaian kegiatan penelitian lapangan dari tanggal 30 Juni-5 Juli 2024 mengenai kehidupan muslim di Israel.
Menurut Zainul Maarif, agenda penelitian itu atas undangan salah satu rekannya di Universitas Harvard.
Zainul Maarif mengaku sejak tahun 2021 kerap diundang untuk berbicara dialog lintas agama tentang Palestina, Israel, dan juga Indonesia. Dalam agenda tersebut, Zainul Maarif mengatakan ada acara tambahan yakni bertemu dengan Presiden Israel. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk berbicara mengenai perdamaian Israel-Palestina.
"Kok bisa-bisanya saya yang bukan siapa-siapa, saya enggak ngaku sebagai orang besar, saya bukan Gus Dur, saya bukan Gus Yahya, saya orang biasa. Cuma ini ada kesempatan bisa bertemu dengan presiden, dan ini sebenarnya additional event, utamanya adalah dialog lintas iman. Ini adalah kesempatan," kata Zainul Maarif.
"Maka saya sebagai muslim, sebagai penceramah. Ini bagian dari jihad terbesar menurut Nabi Muhammad, mengungkapkan kebenaran di hadapan pemimpin yang zalim. Jadi itu bukan yang lain-lain, bukan gagah-gagahan dengan presiden," ujar Zainul Maarif.
Zainul Maarif meminta maaf terkait perbuatannya tersebut. Dia menegaskan pertemuannya dengan Presiden Israel murni untuk penelitian.
"Mohon menurut hemat saya cukup ini saya salah, tapi kan mohon beri kesempatan berikutnya. Saya cinta Indonesia, saya cinta muslim, saya cinta Palestina. Kalau ditanya sebenarnya misinya apa? Misi utama adalah peneliti lapangan dan dialog lintas iman untuk perdamaian," ucap Zainul Maarif.
Tidak Ada Keuntungan Usai Bertemu Presiden Israel
Pertemuan Zainul Maarif bersama dengan empat kader NU lainnya dengan Presiden Israel menuai banyak protes. Bukan tanpa alasan publik mengecam aksi mereka bertemu Presiden Israel. Sampai saat ini, zionis Israel masih menjajah dan membunuh ratusan ribuan warga Palestina.
Meski begitu, Zainul Maarif berdalih, usai pertemuan yang digelar 30 Juni-5 Juli 2024 itu tidak ada benefit finansial yang didapatkannya.
"Secara finansial tidak sama sekali. Justru, awalnya itu kan harus ada asuransi, harus ada visa, toh. Itu awalnya malah disuruh bayar, visa sama asuransi. Tapi kemudian saya bilang, 'ini be risk, ini risikonya tinggi, semacam itu kan'. Risikonya tinggi, kok malah kami disuruh beli asuransi? Maka kemudian, alhamdulillah itu asuransi dan visa kami bebas, semacam itu," ungkap Zainul Maarif di kantor PWNU DKI Jakarta, Kamis (18/7).
Menurutnya, perjalanan menuju Israel memiliki banyak risiko yang sangat tinggi meskipun pada akhirnya dia tidak mendapatkan bayaran.
Hanya saja pada akhirnya panggilan itu tetap digeluti dengan alasan merasa terpanggil, khususnya untuk dapat melihat langsung Masjid Al-Aqsa.
"Saya punya gairah spiritual untuk datang ke Masjidil Aqsa, kemudian gairah intelektual untuk mengetahui kondisi di sana secara riil. Tidak hanya membaca, tapi melihat, semacam itu," jelasnya.
Advertisement
Mengaku ke Israel Pakai Biaya Sendiri
Zainul kemudian menceritakan perjalanan menuju tanah Israel, semula dari ajakan seorang kenalannya yang berasal dari Universitas Harvard dengan tujuan penelitian. Merasa tertarik, Zainul pun langsung mengambil kesempatan tersebut.
Namun dalam perjalanannya, dia harus menggunakan visa turis dan transit penerbangannya. "Saya ke Dubai dulu. Ke Dubai baru ke Israel," ujar Zainul Maarif.
Ajakan untuk melakukan penelitian itu karena berasal dari organisasi Israel Trak (ITREC). Dia kemudian mengakui kalau saat perjalanannya harus 'nombok'.
"Biayanya dari mungkin teman-teman sudah pada tahu ya (nombok), bahwa ini organisasinya namanya ITREC ya," beber Zainul.
Sebelumnya Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jakarta, Syamsul Ma'arif menyebut kelima kader NU yang berangkat ke Israel sempat harus nombok terlebih dahulu.
Padahal kelima kader NU tersebut diajak ke oleh salah seorang NGO Advokat Israel dengan tujuan dialog.
"Itu saya telepon ya, malah sebaliknya, katanya sebagian modal sendiri. Jadi dia ingin mengatakan ada tuduhan orang, 'oh ini dapat keuntungan besar'. Tapi menurut cerita itu malah nombok," ucap Syamsul kepada wartawan, Rabu (17/7/2024).
Syamsul juga tidak mengetahui secara persis siapa yang pada akhirnya mendanai kelima orang itu. Namun dia menegaskan tidak membenarkan ulah kadernya yang membawa nama NU untuk bertemu dengan Presiden Israel, Issac Herzog.
"Kalau ada kesalahan fatal gunakan nama organisasi untuk pribadi dan kepentingan popularitas dan kepentingan yang berlawanan dengan ghirah NU, pasti itu akan diberikan sanksi. Suma sanksi seperti apa kita bahas di rapat," tegas Syamsul.
Menurut dia, NGO advokat Israel itu dapat mengajak kelima kader NU dengan tujuan agar Israel mendapat simpatisan di tengah kondisi yang sedang menggempur dan membunuh warga Palestina. Di satu sisi, dipilihnya organisasi NU karena menurutnya merupakan organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com