Liputan6.com, Jakarta Perempuan penyandang disabilitas memiliki risiko tinggi menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual. Seperti yang kini ramai jadi perbincangan soal perempuan difabel yang dilecehkan sopir taksi online.
Baru-baru ini, seorang sopir taksi online dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap penumpang wanita penyandang disabilitas berinisial CD. Akibatnya, pelaku kini harus berhadapan dengan pihak kepolisian.
Advertisement
“Kemarin Subdit jatanras berhasil mengamankan terlapor seorang pengemudi online, pengemudi roda empat online inisialnya IA atau I ini seorang laki-laki berusia 50 tahunan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Kamis, 18 Juli 2024 mengutip News Liputan6.com.
Sebelum penangkapan, korban telah melapor ke pihak kepolisian dan menjelaskan kronologi kejadian yang menimpanya.
Pada Selasa, 8 Juli 2024, CD selaku korban menggunakan jasa taksi online untuk pulang ke rumahnya di bilangan Gudang Peluru, Jakarta.
“Sampai di tujuan korban minta izin kepada pelaku untuk dibantu turun dari mobil. Tapi tersangka malah menjawab, ‘jangankan memegang tangan menggendong saja mau’,” kata Ade Ary.
“Kemudian sampai ke teras terlapor tidak kembali ke mobil bahkan menghadapkan tubuhnya ke arah korban dan mencium pipi korban dua kali. Saat itu korban merasakan ketakutan dan tidak berani melawan,” tambah dia.
Pelaku Terancam 5 Tahun Penjara
Akibat tindakan itu, Pelaku yang akrab dikenal Pak Haji itu pun telah ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan. Buntut perbuatannya dia pun terancam lima tahun penjara.
"Tersangka dijerat Pasal 6 Juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atas peristiwa dugaan pelecehan seksual secara fisik. Ancaman pidana maksimal 5 tahun lebih," kata dia.
Advertisement
Kenapa Penyandang Disabilitas Kerap Jadi Sasaran Tindak Kekerasan dan Pelecehan?
Kasus di atas menjadi salah satu contoh bahwa stigma negatif dan kekerasan terhadap penyandang disabilitas masih banyak terjadi di tengah masyarakat.
Menurut Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Jonna Aman Damanik, sebagian masyarakat masih menganggap disabilitas tidak memiliki kuasa sehingga dijadikan sasaran kekerasan.
“Dalam konteks kekerasan, hambatan dan kedisabilitasan itu membuat lingkungan melihat mereka tidak mampu, tidak punya kuasa, tidak punya kemampuan speak up dan seterusnya. Sehingga mereka (sebagian masyarakat) melakukan bullying misalnya, kekerasan, bahkan kekerasan seksual,” kata Jonna saat ditemui di Jakarta, Senin, 23 Oktober 2023.
Dia menambahkan, para perundung dan pelaku kekerasan menganggap bahwa penyandang disabilitas tidak mungkin melawan dan tidak mungkin melaporkan perbuatan negatif tersebut.
“Sehingga stigma itu benar-benar membahayakan dalam konteks kerentanan disabilitas.”
Stigma Disabilitas Masih Sangat Kuat
Senada dengan Jonna, Ketua KND Dante Rigmalia mengatakan bahwa stigma disabilitas masih sangat kuat. Tak hanya pada penyandang disabilitas yang terlihat, tapi juga pada penyandang disabilitas yang tak terlihat (invisible) seperti disabilitas mental atau intelektual.
“Kami menemukan ada hal yang sangat krusial mendasar terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas termasuk perempuan dengan disabilitas yaitu stigma,” ujar Dante.
“Stigma terhadap penyandang disabilitas itu masih sangat kuat ya, dan stigma ini perlu kita eliminasi dengan cara kita melihat bagaimana kondisi eksisting di lapangan termasuk bagaimana pemberitaan di media agar bisa memberikan advokasi,” imbuhnya.
Jonna menambahkan, KND memiliki Disabilitas Tanah Air 143 atau Dita 143, ini adalah kanal pengaduan bagi para penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan.
“Kami punya kanal Dita 143, masih sangat manual. Kami juga punya layanan chat-nya 08111388143, nah itu kanal aduan kami termasuk aspirasi, segala macam.”
Dua kanal ini menjadi cara berkomunikasi antara KND dengan teman-teman disabilitas, pegiat disabilitas, dan siapapun yang memiliki fokus pada isu disabilitas.
“Nah kanal ini tidak berbicara aduan saja, tapi juga kebutuhan mereka misalnya alat bantu, sekolah, dan seterusnya. Jadi memang multifungsi,” ujar Jonna.
Advertisement