Kepala BKKBN: Keluarga Indonesia walau Miskin Ternyata Tetap Bahagia

Masyarakat Indonesia walaupun miskin tapi tetap bahagia kata Kepala BKKBN, Dokter Hasto Wardoyo.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Jul 2024, 11:40 WIB
. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Berada di bawah garis kemiskinan tapi keluarga Indonesia tetap hidup bahagia. Hal ini disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto Wardoyo.

“Ternyata, masyarakat Indonesia walaupun miskin tetap bahagia,” kata dokter Hasto di sela acara Ramah Tamah dan Syukuran Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 Tahun 2024 di Auditorium BKKBN Pusat, Jakarta, Rabu, 17 Juli 2024.

Hal itu terlihat dari hasil pengukuran Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) yang dilakukan oleh BKKBN.

“iBangga itu ada (indikator) tenteram, mandiri, bahagia. Skor kita yang tertinggi adalah kebahagiaan. Skornya 72. Sedangkan skor kemandirian 51. Kemudian skor ketenteraman sekitar 56 atau 57," jelas Hasto. 

Berdasarkan data tersebut, lanjut Hasto, kemandirian masyarakat sesungguhnya masih lemah, walau kebahagiaan tinggi.

"Miskin tapi bahagia, begitu kenyataannya, masih bisa bersyukur.  Meskipun masih miskin tapi tidak sedih,” ungkapnya.

Lebih rinci Hasto menjelaskan tiga indikator pengukuran iBangga. Pertama, indeks ketenteraman.

“Contoh indeks ketenteraman adalah pasangan suami istri. Mereka memiliki akta nikah atau dokumen. Kalau istri simpanan, pasti nilai ketenteramannya rendah. Terus uring-uringan, dikejar-kejar rasa bersalah, maka nilai ketenteramannya rendah. Skor kita belum sampai 60. Belum tenteram karena perceraian juga tinggi,” tambah dokter Hasto.


Angka Indikator Kemandirian dan Kebahagiaan

Kepala BKKBN: Meski Miskin Keluarga Indonesia Tetap Bahagia . Foto: Humas BKKBN.

Kedua, sambung Hasto, indikator kemandirian yang berkaitan erat dengan faktor ekonomi.

“Kemandirian itu jelas, angkanya 52. Artinya, dia belum bisa mencukupi biaya pendidikan, biaya makan. Bukankah rakyat Indonesia banyak yang menengah ke bawah," jelasnya.

Indikator iBangga ketiga adalah kebahagiaan. Kebahagiaan ditandai dengan kehidupan bersosialisasi, gotong royong, berwisata, rekreasi, berkomunikasi, berinteraksi.

"Itu memang happy kita. Kalau di kampung jaga gardu, ronda ramai-ramai, ketawa-ketawa, padahal utangnya banyak,” urainya.


Keluarga di Aceh Paling Bahagia

Pada Februari 2024, dokter Hasto sempat menyampaikan bahwa keluarga di Provinsi Aceh adalah yang paling bahagia.

Dia menyampaikan, keluarga di Provinsi Aceh menduduki peringkat pertama sebagai keluarga paling bahagia di Indonesia. Kabupaten Bener Meriah tercatat sebagai kabupaten dengan Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) tertinggi di Provinsi Banda Aceh yaitu 69,48 persen.

“Kita BKKBN membuat indeks kebahagiaan keluarga, karena BKKBN visinya keluarga berkualitas. Saya apresiasi untuk Aceh. iBangga Aceh 65,38 paling tinggi se Indonesia. Indikatornya tiga yaitu tenteram, mandiri, bahagia," jelas Hasto saat kunjungan kerja ke Banda Aceh pada 28-29 Februari 2024.

Indeks Pembangunan Keluarga merupakan suatu pengukuran kualitas keluarga yang ditunjukan melalui ketenteraman, kemandirian, dan kebahagiaan keluarga. Salah satu yang dihasilkan oleh iBangga adalah terpotretnya gambaran akan peran dan fungsi keluarga untuk semua wilayah Indonesia.

Hasil dari indeks tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan status pembangunan keluarga melalui kategori tangguh, berkembang, atau rentan.

Meskipun menjadi provinsi paling bahagia, Aceh masih memiliki banyak pekerjaan yang perlu diprioritaskan dałam program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan program penurunan stunting.


Catatan untuk Provinsi Aceh

Hasto menjelaskan secara detil data-data apa saja yang harus diperhatikan oleh Provinsi Aceh.

Pertama, pasangan usia subur yang ber-KB di Aceh rata-rata baru 50 persen. Sementara, angka nasional menunjukkan KB modern (mCPR) rata-rata adalah 60,4 persen.

Kedua, unmet need atau kebutuhan KB yang belum terpenuhi di Provinsi Aceh adalah 13,4.

Terkait stunting, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Provinsi Aceh di angka 31,2 persen. Artinya, tren penurunannya belum signifikan.

“Sebetulnya kami punya target untuk Aceh. Per kabupaten sudah kita targetkan berdasarkan proyeksi. Targetnya sudah kita pasang tidak sampai menyentuh 14 persen di 2024 karena angkanya terlalu berat. Tetapi arahan presiden betul-betul sampai 14 persen,” tutup dokter Hasto.

Pemerintah telah menjalankan program-program untuk menurunkan angka kemiskinan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya