5 Tersangka Kasus Korupsi Emas Antam Jadi Tahanan Kota, Kejagung: Kondisi Sakit

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Lima di antaranya menjadi tahanan kota dengan alasan sakit.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 19 Jul 2024, 13:05 WIB
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. (Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Lima di antaranya menjadi tahanan kota dengan alasan sakit.

 “Dari tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka, dua orang ditahan di rumah tahanan negara. Sedangkan lima orang lainnya ditahan dengan status tahanan kota, dengan alasan setelah dokter melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap lima orang tersangka ini, maka dengan mempertimbangkan segala sesuatu, karena alasan sakit, maka penyidik berketetapan melakukan penahanan kota,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Jumat (19/7/2024).

Lima tersangka yang menjadi tahanan kota adalah James Tamponawas (JT), Suryadi Jonathan (SJ), Djudju Tanuwijaya (DT), Lindawati Efendi (LE), dan Ho Kioen Tjay (HKT). Sementara tersangka Gluria Asih Rahayu (GAR) dan Suryadi Lukmantara (SL) ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.

“Kami sampaikan dalam kurun waktu 2010 sampai 2021 saudari LE, saudara SL, saudara SJ, saudara JT, saudara HKT, saudari GAR, dan saudara DT, masing-masing selaku pelanggan jasa manufaktur UBPPLM PT Antam persero telah secara melawan hukum melakukan persengkokolan dengan para General Manager UBPPLM yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” jelas dia.

 

 


Meningkatkan Nilai Jual

Menurut Harli, para tersangka bersama General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) menyalahgunakan jasa manufaktur sehingga mereka tidak hanya menggunakan untuk pemurnian, peleburan, dan pencetakan saja, melainkan juga untuk melekatkan merek LM Antam tanpa didahului kerja sama dan membayar kewajiban ke PT Antam.

“Agar meningkatkan nilai jual LM para tersangka. Para tersangka mengetahui dan menyadari bahwa hal tersebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku karena LM Antam nerupakan merek dagang milik PT Antam yang memiliki nilai ekonomis,” Harli menandaskan.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka baru di kasus dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Mereka berperan menggunakan merek PT Antam Tbk secara ilegal.

“Pada hari ini, 18 Juli 2024 penyidik telah melakukan pemanggilan terhadap tujuh saksi. Para saksi diperiksa sejak pagi secara maraton dan ditemukan ada bukti permulaan yang cukup bahwa terhadap tujuh saksi ini memiliki keterkaitan dan peranan yang kuat terhadap tindak pidana korupsi,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (18/7/2024).

 


Tujuh Tersangka

Harli merinci, tujuh tersangka berasal dari swasta yakni berinisial LE, SL, SJ, JT, GAR, HKT, dan DT selaku Direktur PT JTU. Dua di antaranya yakni SL dan GAR ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. 

“Sedangkan lima orang lainnya ditahan dengan status tahanan kota, dengan alasan setelah dokter melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka ini dengan mempertimbangkan alasan sakit, maka penyidik menetapkan sebagai tahanan kota,” jelas dia.

Adapun peranan ketujuh tersangka bahwa dalam kurun waktu 2010 sampai dengan 2021, masing-masing tersangka selaku jasa pelanggan manufaktur PT Antam Tbk telah secara melawan hukum melakukan pesekongkolan dengan para General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam.

“Para tersangka menggunakan jasa manufaktur untuk melekatkan merek dagang Antam tanpa didahului kerjasama dan membayar Antam,” kata Harli.

Lebih lanjut, sesuai dengan estimasi yang telah dipasok oleh para tersangka, produksi logam mulia yang dilekatkan merek Antam secara ilegal mencapai 109 ton. Sementara estimasi kerugian keuangan negara mencapai Rp 1 triliun.

“Apa yang beredar informasi di masyarakat apakah emas itu palsu, tadi sudah saya jelaskan sesunggunnya emas itu tidak palsu, tapi hak merek Antam dilekatkan secara ilegal dengan para tersangka sehingga ada selisih harga,” Harli menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya