Liputan6.com, Pekanbaru - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menunjuk sejumlah jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) di Sekretariat DPRD Riau. Hal ini menyusul dilakukan setelah jaksa menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dari kepolisian.
SPDP korupsi SPPD fiktif itu dikirim Subdit III Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Surat dikirim ke kejaksaan setelah penyidik kepolisian menaikkan status perkaranya dari penyelidikan ke penyidikan.
\
Baca Juga
Advertisement
Plh Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Iwan Roy Charles menjelaskan, SPDP itu belum disertai nama terlapor ataupun tersangka. Sifatnya masih umum sehingga belum mengarah ke pihak bertanggungjawab.
"Sudah masuk, belum ada (nama tersangka)," kata Iwan, Jumat siang, 19 Juli 2024.
Iwan mengatakan, Kejati Riau telah memilih jaksa peneliti untuk mengikuti perkembangan penyidikan di kepolisian. Jaksa akan meneliti berkas memberikan petunjuk jika ada kekurangan.
Sebelumnya, Polda Riau menemukan bukti adanya perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian negara dalam SPPD di Sekretariat DPRD.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Nasriadi menjelaskan, dugaan SPPD fiktif ini terjadi pada tahun anggaran 2020-2021. Gelar perkara menaikkan status penyidikan dilakukan pada 12 Juli 2024.
Selama mengusut kasus ini, Polda Riau menyatakan banyak pemalsuan dokumen dan tanda tangan dalam SPPD yang diterbitkan. Ada juga pemalsuan waktu dan tempat perjalanan dinas.
"Ada juga yang diminta ambil duit dan lain sebagainya," ungkapnya.
Belum Ada Tersangka
Meski sudah naik ke penyidikan, Polda Riau belum menetapkan tersangka atau orang yang diminta pertanggungjawaban hukum. Polda Riau juga memperkirakan kerugian negara sangat besar.
"Kerugian segera dipastikan jumlahnya, luar biasa, jumlah pastinya masih ditunggu," jelasnya.
Dengan prediksi kerugian negara cukup besar, penyidik bakal mengupayakan pemulihan aset. Penyidik bakal menindak tegas serta upaya paksa jika ada saksi tidak jujur.
"Tidak ada politisasi dalam kasus ini, kasus ini sudah ditangani satu tahun lebih," tegas Nasriadi.
Sebelumnya, Nasriadi menyatakan salah satu kegiatan perjalanan dinas adalah menggunakan maskapai ke luar daerah.
"Tahun 2020 terjadi Covid-19, tidak ada pesawat yang terbang, tapi dalam SPPD ada," kata Nasriadi.
Tim penyelidik juga sudah menelusuri pengelola maskapai yang tertera dalam SPPD. Pihak maskapai menyatakan tidak pernah menjual tiket pada masa pandemi karena penerbangan tidak ada.
Advertisement