Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan atau Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, kerusuhan 27 Juli 1996 atau dikenal Kudatuli menjadi titik awal membangun supremasi hukum.
Hal itu disampaikan Hasto dalam Diskusi Kudatuli dengan tema 'Persepektif Politik Kudatuli: Perlawanan Terhadap Rezim Otoriter’ di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Sabtu (20/7/2024).
Advertisement
"Jawaban atas serangan terhadap kantor DPP ini adalah jalan untuk membangun supremasi hukum. Adalah suatu jalan di mana seluruh aparat penegak hukum harus mengedepankan hati nurani dan keadilan yang sejati-jatinya," ujar Hasto, Sabtu (20/7/2024).
"Jadi itu hasrat yang berkembang. Lalu setelah 28 tahun terjadi pergeseran hukum menjadi alat kekuasaan. Padahal ini suatu esensi dari perjuangan reformasi itu," sambung dia.
Maka, lanjut Hasto, pilar hukum, pilar konsitusi, dan pilar ideologi sangat-sangat penting karena itulah makna dari reformasi itu.
Dia menyampaikan, penyerbuan kantor PDIP saat itu pada dasarnya bukanlah sekedar serangan terhadap bangunan fisik. Tapi juga, kata Hasto, serangan terhadap peradaban demokrasi, sistem hukum, kemanusian, dan lambang kedaulatan partai berupa kantor partai.
Hasto menceritakan, ketika Kantor DPP PDIP diserang saat itu dilakukan rapat darurat. Dia mengatakan, Alexander Litaay dan beberapa orang lain memberikan saran kepada Megawati Soekarnoputri.
Kepada Megawati, Alexander Litaay menceriakan sejarah tumbangnya Ferdinand Marcos.
"Alexander Litaay menyampaikan ke Ibu Mega dengan terinspirasi terhadap apa yang terjadi dengan presiden Ferdinand Marcos yang juga jatuh oleh people power. Kemudian merancang menyampaikan ke ibu Mega," ucap Hasto.
Ceritakan Perbicangan Megawati Soekarnoputri dengan Alexander Litaay
Hasto kemudian menceritakan kembali perbincangan antara Megawati Soekarnoputri dengan Alexander Litaay.
"Bu Mega ini saatnya dilakukan revolusi, ini saatnya pemerintahan yang otoriter jatuh dengan kekuatan rakyat. Kalau kita melakukan perlawanan atas serangan kantor PDI dan menyatu dengan rakyat maka akan terjadi perubahan politik dan korbannya sekian banyak," dia bercerita.
Namun, kata Hasto, Megawati Soekarnoputri tegas menyatakan akan melawan dengan hukum yang berlaku.
"Ibu Mega menyatakan 'Saya tidak akan menempuh jalan itu saya akan menempuh jalan hukum'. Ini menunjukkan konsistensi bu mega telah teruji di sejarah bukan hanya sekarang dan ke depan," ucap dia.
Hasto mengatakan, peserta rapat ragu upaya hukum yang dilakukan oleh Megawati akan menuai hasil baik. Bukan tanpa sebab, ketika itu mereka menilai aparat hukum sudah dikendalikan oleh rezim.
"Banyak yang kemudian mengatakan kepada Ibu Mega. 'Ibu Mega bukankah polisi jaksa hakim semuanya telah dikuasai oleh Pak Harto'. Bukankah langkah hukum merupakan suatu hal yang sia-sia," kata Hasto menceritakan.
Advertisement
Semakin Memperkokoh Kepimpinan Megawati
Menurut Hasto, Megawati Soekarnoputri punya alasan tidak menggunakan cara-cara yang bersebrangan dengan hukum saat menumbangkan keotoriteran Presiden Soeharto.
"Bu Mega dengan penuh keyakinan menjawab 'justru itu harus kita lakukan taat pada hukum sehingga kita tidak ada suatu celah bagi penguasa untuk membubarkan PDI karena melanggar hukum'. Jalan hukum itu adalah jalan membangun peradaban," ucap dia.
Hasto menyatakan, Peristiwa Kudatuli semakin memperkokoh kepimpinan Megawati Soekarnoputri hingga membangun legacy sebagai tokoh pro demokrasi sekaligus tokoh reformasi yang tidak akan tunduk pada pucuk rayu kekuasaan.
"Apa yang diperjuangkan oleh bu mega pada dasarnya menepatkan pentingnya politik kesetaraan," tandas Hasto.